Nara terbangun ketika jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Tidak ada sosok Abi, hanya kamar yang terlihat sudah rapi kecuali tempat tidurnya.
Seperti biasa saat bangun sudah menjadi kebiasaan untuk menguap. Merasa sudah puas untuk tidur Nara memilih untuk mandi dan turun ke bawah.
Suara Athala dan Marsha terdengar dari arah kolam renang. Nara terdiam sebentar baru ia menyadari kalau ternyata hari ini adalah hari Minggu, pantas saja mereka berada di rumah.
Nara menyapa bi Hemas yang sedang beberes di dapur.
"Om Abi mana Bi?"
"Bapak lagi renang."
Nara mengangguk dan segera membawa roti bakarnya. Rencananya ia akan akan di dekat kolam sambil melihat Abi renang.
Sambil jalan Nara sambilan makan. Begitu sampai di pintu yang terhubung dengan kolam renang Nara menghentikan langkahnya. Tatapan matanya terus menajam dan fokus pada orang-orang yang duduk di tepi kolam.
Mood Nara langsung berubah, rasa laparnya menguap digantikan kesal yang tak terhingga atau lebih tepatnya cemburu. Di sana Abi, Athala dan Marsha sedang asyik bercanda gurau seraya disuapkan makan oleh Diana.
Nara mengumpat, untuk apa si cabe itu datang pagi-pagi sekali? Seperti tidak tau etika bertamu saja. Nara melihat Diana hendak menyuapi Abi tapi lelaki itu menolak dengan halus. Harus Nara akui kalau ia bersyukur akan itu, tapi melihat senyum Abi yang terlihat manis untuk Diana membuat emosi Nara rasanya mau meledak saja.
Sedetik kemudian Abi membalas tatapan Nara tapi Nara keburu kesal hingga berbalik badan meninggalkan mereka.
Jujur semenjak tadi malam ia dan Abi belum berbicara sepatah katapun. Nara menduga kalau lelaki itu marah karena tamparannya. Sungguh Nara tidak sengaja, ia refleks kebiasaan kalau sedang marah pada Abi. Lagian salah Abi juga sih, ah bodo amatlah kalau Abi marah toh nanti juga lelaki itu akan menyapanya seperti biasa.
Ngomong-ngomong Nara jadi ingat soal kejadian mengerikan kemarin, bagaimana keadaan Pak Alden? Apakah koma atau sudah membaik?
"Jangan sampai deh Pak Alden koma, bisa-bisa nggak jadi wisuda," gumam Nara.
"Ish, Om tua nyebelin banget sih," desis Nara.
"Kenapa Bu?"
Nara terlonjak kaget hingga piring yang ia pegang jatuh mengenai lantai menimbulkan serpihan kaca yang berserakan dan suara yang menggelegar.
"Ish Bi Asih nih apa-apaan sih?! Bikin kaget tau, kalau aku jantungan gimana?!" bentak Nara.
"M-maaf bu, saya nggak sengaja." Bi Hemas menundukkan kepalanya.
"Maaf-maaf palamu, kalau aku masuk rumah sakit karena kaget emang maafnya bibi bisa ngebuat aku sehat? Nggak kan!" Nara mengusap wajahnya kasar, kesal dan marah menjadi satu hingga Nara tak bisa mengendalikan egonya.
Bi Hemas hanya menunduk takut seraya menyesali perbuatannya.
"Tunggu apa lagi? Beresin cepat!"
Bi Hemas segera berlari mencari sapu. Lengan Nara terasa ditarik hingga ia berbalik dengan paksa. Nara semakin murka saja melihat siapa pelaku yang sudah menarik lengannya.
"Nggak usah sentuh aku bitch." Nara menghempaskan tangan Diana kasar.
"Kamu fikir dengan kamu ngebentak Bi Hemas tadi keren? Aku bener-bener nggak nyangka kalau kamu seenggak punya hati itu. Mentang-mentang majikan dan dia kerja bukan berarti kamu bisa bersikap seenaknya."
"Kok sewot? Kepanasan ya?" ledek Nara.
Diana terkekeh sinis, "Bener-bener nggak punya hati."
"Emang. Lagian kamu ngapain sih dateng ke sini pagi-pagi buta, keliatan banget gatelnya," balas Nara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Segal [END]
RomanceSegal series 1 Tampan, mapan, berwawasan sepertinya julukan yang patut diberikan pada seorang Abimana Segal, seorang presdir di Segal group. Kegilaannya pada pekerjaan membuat Abimana tidak pernah lagi memikirkan pernikahan, jangankan pernikahan, un...