Setelah acara tangis menangis di tempat menyeramkan kini Nara dan Abi sedang berada di rumah sakit.
"Suntik ya?"
Nara menggeleng cepat seraya menatap horor pada dokter yang kini sudah memperlihatkan jarum suntik padanya.
"Om mau kemana?" Nara memeluk lengan Abi semakin erat ketika lelaki itu hendak berjalan menjauhinya.
"Mau pergi."
"Ya makanya kemana?" tanya Nara mulai kesal.
"Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kamu nggak mau ngeliat muka saya?" sebelah alis Nara terangkat.
"Kapan aku bilang begitu?"
"Status wa kamu."
Nara tampak berfikir sampai akhirnya ia ingat sudah membuat status tersebut di wa dan diprivasi kecuali Abi. Ia tak pernah menyangka kalau Abi akan melihatnya.
"Jangan pergi," cicit Nara yang masih memeluk lengan Abi.
Diam-diam Abi tersenyum, ia kembali duduk di sebelah Nara.
"Saya suntik dulu ya," kata dokter tersebut.
Mendadak muka Nara langsung pucat. Ia menggeleng pelan.
"Jauhin jarum suntik itu," kata Nara pada dokter tersebut.
"Kan mau disuntik."
Nara melotot, ia merubah posisi wajahnya bersembunyi di balik badan tegap Abimana.
"Jangan dipaksa dok, istri saya kayaknya nggak mau."
Dokter tersebut hanya mengangguk dan mengatakan kalau tidak disuntik berarti Abi harus membeli obat-obatan dengan harga yang lumayan.
Abi hanya mengangguk dan meminta resep pada dokter. Baginya harga segitu bukanlah apa-apa, asalkan istrinya baik-baik saja. Dokter pamit bersamaan dengan Adrian yang masuk atas perintah Abi untuk pergi membeli obat.
"Apa sih yang ada difikiran kamu?"
Abi mulai membuka percakapan setelah di ruangan tersebut hanya ada mereka berdua. Nara menunduk, sudah bisa menduga kalau hal ini pasti akan terjadi.
"Tatap mata saya Nara!"
Nara mati gaya, biasanya ia selalu bisa membalas perkataan Abi tapi sekarang entah kenapa ada rasa malu bergejolak dalam dirinya. Abi menghembuskan nafas panjang.
"Om pasti marah sama aku."
"Iya, saya marah banget sama kamu!"
"Terus kenapa Om mau nolongin aku?"
"Karena saya nggak bisa marah terlalu lama sama orang yang saya cintai. Semarah-marahnya saya sama kamu, saya tetap nggak mau kamu kenapa-napa."
Nara mengangkat pandangannya dan menatap Abi lekat. Sebelumnya Nara tak pernah merasakan jantungnya segila ini ketika bertatapan dengan Abimana.
"Nara," panggil Abi lirih.
"Bisa tidak jangan buat saya khawatir. Kamu tau, saya hampir gila karena memikirkan kamu." Abi memeluk Nara erat, tidak peduli jika nanti Nara akan memukulnya atau yang lain.
Kali ini tidak ada penolakan dari Nara membuat Abi senang sampai memejamkan matanya, dalam hati ia berdoa semoga ia selalu diberikan kesabaran untuk menghadapi sikap Nara, semoga Nara bisa menerimanya sebagai seorang suami dan berharap semoga ia dan Nara bisa bersama untuk selamanya.
"Om nggak capek sama sikap aku?" Abimana menggeleng.
"Silahkan kamu berbuat semaumu, kalau kamu berharap dengan kelakuan kamu bisa membuat saya jadi membenci kamu itu salah, karena kenyataannya perasaan saya ke kamu tidak akan pernah berubah segimana pun sikap kamu," bisik Abi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Segal [END]
RomantizmSegal series 1 Tampan, mapan, berwawasan sepertinya julukan yang patut diberikan pada seorang Abimana Segal, seorang presdir di Segal group. Kegilaannya pada pekerjaan membuat Abimana tidak pernah lagi memikirkan pernikahan, jangankan pernikahan, un...