HMS; 28

16K 1.4K 55
                                    

Selamat lebaran semuaa mohon maaf lahir dan bathin 🖤

Dua harian ini aku terus uring-uringan di kamar. Kerjaanku cuma menangis sampai tertidur atau paling tidak gabut ya berguling-guling seperti babi di atas ranjang.

Semenjak hari itu aku tak pernah bertemu dengan Mas Abi. Awalnya aku juga ingin menyerah karena sepertinya sudah tidak ada harapan lagi, tapi semakin kesini hidupku semakin terasa hampa saja karena tidak ada Mas Abi dan aku bertekad akan berjuang untuk mendapatkan kepercayaan Mas Abi lagi.

Aku masih berusaha memikirkan rencana apa yang pas. Jadi selama dua harian ini aku hanya bertukar pesan dengan Bi Hemas untuk tau keadaan Mas Abi, Athala maupun Marsha.

"Ibu lagi ngapain?"

Aku mengerutkan kening karena Ibu tidak ramah seperti biasanya. Aku menduga kalau Ibu pasti sedang marah.

"Ibu mau bicara serius sama kamu." matanya menatapku lurus dan itu membuat dugaanku terasa semakin benar.

Aku merasakan hawa disekitarku panas.

"Kamu tau kenapa Ibu nerima lamaran dari nak Abi?"

"Karena kita butuh uang," jawabku pelan.

Ibu menggeleng.

"Terus?"

"Meskipun Ibu butuh uang tapi Ibu nggak akan sampai rela ngejual anak Ibu sendiri. Kamu tau rasa sayang Ibu ke kamu nggak ada tandingannya."

Tatapan sendu Ibu membuatku luluh dan merasa seperti anak yang berdosa saja.

"Ibu langsung menerima lamarannya nak Abi karena sebelum-sebelumnya Ibu udah tau gimana baiknya dia. Dia nggak sejahat yang kamu fikirkan."

Aku mengakui itu, selama ini sebaik apapun perlakuan Mas Abi dia selalu terlihat jahat dimataku, mungkin karena sejak awal aku sudah mencapnya buruk.

"Ibu nggak nyangka ternyata kamu bisa sejahat itu sama orang."

"Maksud Ibu?" tanyaku kaget.

God jangan sampai Ibu tau semuanya. Belum dimaafkan oleh Mas Abi jangan sampai ibu juga ikutan marah, aku tidak siap dijauhi oleh semua orang.

"Perlakuan kasar sama suami, sering berantem sama anak, ngebentak anak-anak, kamu fikir kamu nggak berdosa melakukan itu? Meskipun nak Abi selalu diam bukan berarti kamu bebas ngelakuin apa aja." nada suara Ibu terdengar kesal dan ketakuan yang menghantuiku beberapa hari ini ternyata terjadi juga.

"Ibu tau dari mana?"

"Adrian cerita semuanya sama Ibu. Waktu nak Abi pamit mau ngurusin pekerjaan di luar negri Ibu udah mulai curiga, apa lagi dia pergi nggak pamitan sama kamu dan setelah Ibu paksa akhirnya Adrian cerita tentang semua kelakuan kamu. Ibu nggak nyangka, ternyata selama ini Ibu gagal ngedidik anak semata wayang Ibu." Ibu menyandarkan tubuhnya di sofa seraya memijit pelipis dengan mata yang tertutup dan sungguh aku semakin sesak saja.

"Aku minta maaf bu."

"Nggak penting maaf kamu itu, semuanya juga udah terlanjur kan? Sekarang nak Abi juga udah bosen sama keras kepalanya kamu, selalu merasa sok paling benar, merasa paling tersakiti." saat Ibu meneteskan air mata itu benar-benar menghancurkan perasaanku, aku juga sadar dan semakin menyesali perbuatanku selama ini, ini adalah kedua kalinya aku membuat Ibu menangis karenaku, pertama dulu waktu SMP dan sekarang.

Aku juga ikut meneteskan air mata dalam diam. Kami sama-sama menangis cukup lama. Sampai akhirnya Ibu kembali berbicara.

"Ah, ibu yang salah. Maafin Ibu udah maksa kamu buat nikah sama orang yang nggak kamu cinta, sekarang pilihan ada di tangan kamu, Ibu udah nggak mau ikut campur lagi kalau mau bercerai silahkan." Ibu berdiri dari duduknya, aku menggeleng keras.

Hello, Mr. Segal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang