Sepanjang hari aku terus mendiami Mas Abi. Sebisa mungkin aku untuk menjauh kalau Mas Abi berusaha untuk mengajakku berbicara.
"Atha malam ini Mama tidur sama kamu ya."
Karena mendapat lampu hijau dari Athala aku bergegas untuk mengambil posisi tidur di sampingnya Athala.
Aku memejamkan matanya menunggu sampai benar-benar tertidur. Keningku berkerut saat dengan tiba-tiba aku merasakan seseorang menyelimutiku sampai leher, tak lama kemudian keningku juga terasa diusap lembut.
"Saya tau kamu pura-pura tidur."
Keningku semakin berkerut saja, itu suaranya Mas Abi. Sejak kapan Mas Abi masuk ke dalam kamar ini? Kenapa aku nggak denger suara orang buka pintu?
"Ooh kamu beneran lagi tidur, bisa nih saya cium—"
"Apa sih orang beneran tidur juga!" aku bernada ketus dan langsung mengubah posisiku menjadi duduk.
"Bukannya kamu lagi tidur?" tanyanya mengejek.
"Apa sih, sana pergi!"
"Kita perlu selesaikan masalah ini secepatnya supaya tidak berlarut-larut."
"Besok aja ya Mas aku ngantuk." aku akan kembali merebahkan tubuhku tapi saat itu juga Mas Abi menarik tanganku hingga aku kembali pada posisi duduk.
"Apa sih Mas, aku ngantuk!" aku melepaskan genggaman tangannya sedikit kasar. Kalau saja aku tidak ingat kami sedang berada di kamar Athala mungkin aku sudah meneriakinya.
"Saya nggak tenang Nara, saya pengen masalah ini cepat selesai."
Aku menatapnya lekat untuk beberapa saat hingga aku menghela nafas panjang.
"Di kamar," putusku pada akhirnya yang diangguki Mas Abi.
Sebenarnya aku juga tidak jauh berbeda dengannya. Hidup dengan masalah yang belum selesai benar-benar menjadi sebuah beban.
"Saya nggak cerita soal ini sama kamu karena menurut saya ini menyakitkan, setiap kata yang akan keluar dan berhubungan dengan mereka terasa sangat berat. Dulu saya selalu mengira kalau almarhum ayah saya adalah ayah terbaik di dunia, ibu menjadi perempuan paling beruntung karena mendapatkan ayah yang mencintainya setengah mati, keluarga kami benar-benar harmonis." selagi mendengar Mas Abi bercerita aku menatap matanya lekat.
"Sampai akhirnya setelah ayah meninggal saya dan ibu tau kalau di belakang kami ayah menikah dengan perempuan lain dan mempunyai dua anak. Saat itu hati saya hancur, saya bahkan nggak bisa membayangkan bagaimana lebih hancurnya hati ibu, saya mau marah sama ayah tapi dia udah nggak ada dan akhirnya saya cuma bisa memendam perasaan benci saya." aku merasa tidak enak hati terlebih suara Mas Abi perlahan terdengar serak seperti orang yang menahan tangis.
"Kalau nggak kuat jangan dilanjutin Mas." aku berucap seraya mengusap lengannya lembut.
Mas Abi terlihat menggeleng, "Kamu berhak tau semua tentang saya dan saya juga nggak mau nutup-nutupi tentang kehidupan saya sama kamu."
"Tapi Mas terluka."
"Sstt saya yang mau cerita Nara." akhirnya aku memilih bungkam.
"Sejak saat itu ibu mulai sakit-sakitan dan akhirnya saya menyalahkan perempuan yang mau menjadi istri keduanya ayah. Saat saya tau Alden dan Arga itu saudara tiri saya entah kenapa itu menyakitkan buat saya dan saya nggak pernah menganggap mereka saudara saya." kedua tanganku perlahan mengusap pipinya yang basah. Mas Abi menggenggam tanganku dan menuntun tanganku untuk membelai pipinya.
"Kamu mau nanya apa? Bebas, saya akan jawab semua pertanyaan kamu."
"Emm berarti waktu aku nanya Mas Abi tau dari mana nama Arga terus Mas Abi keliatan gugup itu artinya Mas Abi bohong? Sebenarnya Mas Abi udah tau dari lama tapi pura-pura bilang kalau Mas Abi dengar percakapan kami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Segal [END]
RomanceSegal series 1 Tampan, mapan, berwawasan sepertinya julukan yang patut diberikan pada seorang Abimana Segal, seorang presdir di Segal group. Kegilaannya pada pekerjaan membuat Abimana tidak pernah lagi memikirkan pernikahan, jangankan pernikahan, un...