Pagi di hari senin kediaman Segal sudah diributkan oleh suara cempreng Marsha dan Athala. Entah itu menanyakan keberadaan baju, dasi, kaus kaki, dan suara cempreng mereka benar-benar mengganggu ketenangan tidur seorang Alisha Ayanara.
Nara menikmati sarapannya dengan wajah yang ditekuk. Cewek itu enggan menatap arah lain selain nasi goreng yang sedang ia makan.
"Pa, kalau nilaiku bagus kita pergi liburan ya?" Marsha membuka suara. Sepertinya anak itu tidak menerima keputusan papanya yang memilih untuk stay at home.
"Emmm, kalau kamu dapat juara satu. "
"Athala yakin nggak bakalan bisa sih," sahut Athala.
"Jangan suka ngeremehin orang. Kita liat aja nanti siapa yang bakalan menang," kata Marsha.
Nara menatapnya sebentar, ia melihat Marsha yang juga menatapnya dengan sinis.
"Tahun ini kita fiks di rumah aja, Mama lagi nggak mau kemana-mana," kata Abimana menengahi.
"Sekarang Marsha tanya deh sama Papa tapi harus jawab yang jujur ya. Sebenarnya Papa mau liburan atau nggak?"
Abimana menatap kedua anaknya juga istrinya secara bergantian.
"Kenapa kamu nanya begitu?"
"Ya karena pengen tau aja. Udah jawab aja, yang jujur!"
"Mau, tapi karena Mama nggak mau pergi ya udah kita nurut aja."
"Kenapa Papa mau-mau aja? Papa kan kepala keluarga, harusnya Mama dong yang nurut sama Papa."
"Kalau mau pergi ya pergi aja kali, gitu aja dimasalahin," sahut Nara sedikit tersulut emosi.
Nara menggeram, ia merasa bahwa Marsha secara tidak langsung mengatakan bahwa kehadirannya di keluarga ini sudah salah. Memangnya Marsha fikir Nara bahagia hidup seperti ini?
"Iya kami memang mau pergi. Iya kan Pa?"
Abimana menghembuskan nafasnya panjang, "Marsha!" peringatnya.
"Pa, sebelumnya kalau libur semester kita selalu pergi liburan. Papa tau aku udah nunggu liburan kali ini dengan antusias, Papa juga tau kan kalau belakangan ini nilaiku tinggi, karena apa? Karena aku berharap supaya liburan kali ini aku yang dituruti sama kayak Papa nurutin kemauan Athala tahun lalu dan semester lalu Papa juga janji kalau nilaiku tinggi tahun depan kita liburan sesuai maunya aku!" balas Marsha dengan menggebu-gebu.
Tidak ada jawaban dari Abimana. Pertama lelaki itu teringat akan janjinya semester lalu, kemudian kedua istrinya.
"Lagian kenapa sekarang Papa kayak anjing yang nurut banget sama majikannya?" Abimana tersedak mendengar perkataan sarkastik Marsha.
"Marsha gunakan bahasa yang sopan!"
"Udah sopan kok, cewek di sebelahku kan memang berprilaku hewan upss!"
Nara menoleh dengan tatapan tak santai.
"Kenapa? Aku bener kan? Semenjak kamu datang rumah ini berubah, hawanya selalu panas. Kamu yang udah buat Papa jadi kayak gini, biasanya Papa selalu nurutin kemauan kami tau," katanya dengan nada sewot.
Nafas Nara memburu, ia tak terima bila disamakan terlebih dengan hewan berkaki empat tersebut. Dengan kesal Nara membuang sendok dan garpu tersebut ke sembarang arah.
"Kenapa? Nggak terima?"
"Jaga ya mulut kamu masih kecil kok mulutnya nyinyir banget. Kamu fikir aku juga mau tinggal di rumah ini? Kamu fikir aku bahagia sama keadaan kayak gini? Coba sini kita tukeran posisi dan rasain gimana rasanya jadi aku!" bentak Nara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Mr. Segal [END]
RomanceSegal series 1 Tampan, mapan, berwawasan sepertinya julukan yang patut diberikan pada seorang Abimana Segal, seorang presdir di Segal group. Kegilaannya pada pekerjaan membuat Abimana tidak pernah lagi memikirkan pernikahan, jangankan pernikahan, un...