HMS: 40

21.9K 1.5K 43
                                    

Aku bangun dan melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua lebih. Aku melirik sedikit dan mendapati Mas Abi yang sedang tertidur pulas.

"Mas Abi," panggilku dengan suara-suara serak khas orang baru bangun tidur.

Aku menepuk wajahnya pelan barulah Mas Abi terlihat menggeliat.

"Mas Abi," panggilku lagi.

Mas Abi mengubah posisinya menjadi duduk menghadapku.

"Kenapa? Kamu mau minum?"

Aku menggeleng, "Aku mau makan bakso."

"Apa?!" Mas Abi terlihat syok mendengar permintaanku. Tapi mau bagaimana lagi entah kenapa membayangkan kuah baksonya kuseruput benar-benar terlihat nikmat.

"Mau bakso."

"Sayang jam dua pagi, mana ada yang jualan bakso jam segini."

"Ada, Mas Abi kan belum cari." aku cemberut dan memalingkan wajah.

"Tapi sayang, ini waktu untuk beristirahat." Mas Abi mencoba merayu dengan mengelus rambutku. Tapi aku menepisnya pelan.

"Kita tidur lagi yuk, besok saya belikan bakso kalau perlu sekalian sama gerobaknya."

"Aku maunya sekarang. Please." aku menatap Mas Abi dengan mata yang berkaca-kaca, entah rasanya aku tidak bisa menahan rasa kesalku mendengar Mas Abi menolak keinginanku.

"Mau cari dimana?"

"Terserah, yang penting aku mau makan bakso! Malam ini!"

"Okey."

Mas Abi beranjak mengambil jaket kulitnya, tak lupa mengambil kunci mobilnya baru pergi setelah mencium keningku.

Sembari menunggu Mas Abi datang aku memilih untuk turun. Toh nanti kalau Mas Abi datang dia pasti akan membangunkanku.

Tapi sampai jam tiga lebih Mas Abi belum kembali juga. Alih-alih marah aku malah merasa khawatir dan bersalah, seharusnya aku tidak memaksa kehendakku, seharusnya aku bisa menahannya, kalau saja aku tidak memaksa mungkin sekarang Mas Abi berada di sampingku.

Bagaimana kalau sekarang keadaannya sedang tidak baik-baik saja? Apa yang dialami di sana sampai ia belum pulang juga? Apa Mas Abi baik-baik saja? Aku menghela nafas berat. Kuraih ponselku dan mencoba menghubungi nomernya tapi tak kunjung diangkat.

Karena semakin merasa khawatir aku mencoba menghubungi nomer Adrian, tapi hasilnya sama tidak diangkat juga. Aku merasa semakin cemas hingga tak disangka air mataku menetes.

Suara pintu terbuka membuat aku langsung menoleh dan beranjak dari tempat tidur.

"Mas Abi," seruku berlari memeluknya.

"Mas Abi nggak apa-apa kan?"

Aku sangat senang melihat sekembalinya Mas Abi dalam keadaan baik-baik saja.

"Kamu kenapa?" tanyanya melepaskan pelukan kami.

Mas Abi mengusap pipiku lembut.

"Aku khawatir Mas Abi lama banget baliknya, terus nggak bisa dihubungi, aku fikir Mas Abi kenapa-kenapa."

"Hey. Saya nggak apa-apa, tadi saya nggak dengar kalau kamu nelfon. Jangan nangis lagi." Mas Abi menangkup kedua pipiku.

"Saya udah nemu baksonya, saya temenin kamu makan ya. Ayo!" Mas Abi menarik pergelangan tanganku lembut menuju sofa panjang.

"Mau makan sambil nonton."

Mas Abi menyalakan televisi, ia menaruh bakso yang tadinya berada di dalam plastik ke mangkuk.

Hello, Mr. Segal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang