27. Menghindar

5.5K 558 41
                                    

Langit berkali-kali menghembuskan napasnya kasar. Suasana rooftop yang sejuk dan berangin membuat Langit bersama beberapa temannya memilih untuk tinggal di rooftop.

Dengan tatapan mata kosong, Langit sedang berkecamuk dengan pikiran lelaki itu sendiri. Membuat teman-temannya heran sendiri.

Rangga mencolek-colek lengan Dika dengan jahil, bermaksud untuk memanggil lelaki yang sedang fokus dengan ponselnya.

Dika berdecak, menoleh dan menatap Rangga jengah. "Apa?!" katanya dengan nada ngegas.

"Temen lo kenapa tuh?" ujar Rangga seraya menunjuk Langit yang terlihat gusar menggunakan dagunya. Mau, tidak mau, Dika ikut menoleh dan menatap Langit yang memang tidak seperti biasanya.

Dika yang memang tadinya berdiri di samping Rangga dan Kevin, kini beralih mengambil duduk di samping Langit.

"Ada masalah apa lagi?" tanya Dika sambil memegang bahu Langit.

Langit terkejut. "Hah?" ujarnya.

"Lo gak pa-pa, 'kan?" tanya Dika sekali lagi.

Langit mengangguk pelan, lalu menyenderkan kepalanya di ke punggung sofa. Matanya memejam seolah lelah.

Tak lama kemudian, terdengar derap langkah kaki mendekat. Seketika semuanya berdiri, kecuali Langit. Dirinya terlalu malas, bahkan hanya untuk membuka matanya.

Sesaat kemudian, Langit merasakan dingin di pipinya dan membuat lelaki itu terpaksa terbangun. Ketika membuka mata, dia melihat Senja berdiri tegak, yang sepertinya datang bersama Bintang. Tatapan Langit berubah lebih dingin dari biasanya. Ada perasaan malas ketika melihat Senja saat ini, entah apa maksudnya.

"Buat lo," ujar Senja menyodorkan sekotak makanan dan juga sebotol minuman dingin. Langit hanya menatap makanan itu sekilas, lalu kembali memejamkan mata.

Merasa diacuhkan, Senja tak peduli lagi. Dia meletakkan makanan dan minuman tersebut di atas pangkuan Langit.

"Kak, aku ke bawah," ujar Senja berpamitan kepada Bintang. Sebagai jawaban, Bintang tersenyum dan mengacak rambut adiknya gemas.

"Hati-hati!" Senja mengangguk, kemudian ketika dirinya mulai berjalan, suara barang jatuh menghentikan langkahnya. Membuat dirinya menoleh, dan menatap makanan yang diberikannya kepada Langit tadi berserakan di lantai.

Menghembuskan napas kasar, Senja bergerak untuk memunguti makanan tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam kotak.

"Lo mau gue beliin lagi?" tanya Senja. Namun, Langit tak menjawab. Lelaki itu kini malah meraih ponsel dan juga earphone-nya. Kemudian, menyetel musik dengan volume tinggi.

"Langit, ditanya sama Senja tuh!" celetuk Rangga mengingatkan Langit. Seperti biasa, Langit memang keras kepala, jadi dia tidak mendengarkan siapapun.

Bintang menghampiri adiknya, lalu mengelus kepalanya pelan. "Mending kamu beli makanan dulu di bawah, biar Kakak yang ngomong sama Langit," tuturnya kepada Senja. Tak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Senja menuruti permintaan kakaknya.

Akan tetapi, sekali lagi, langkahnya terhenti. Kali ini suara Langit yang menghentikannya.

"Nggak usah sok peduli, deh!" kata Langit dengan nada datar dan masih memejamkan mata. "Tugas lo udah selesai, 'kan? Jadi, gue nggak butuh lo di sini."

Hening selama beberapa saat. Kemudian Senja menghampiri Langit dan menarik earphone lelaki itu.

"Apa-apaan sih lo?!" Langit berdiri dengan mata tajamnya, tampak tidak suka dengan tindakan Senja.

"Lo yang apa-apaan?!" balas Senja tak mau kalah. "Mau lo apa sih?"

Melihat keduanya yang seperti memiliki masalah serius, membuat Bintang mengisyaratkan teman-temannya untuk ke luar. Biarlah adiknya dan Langit yang menyelesaikan masalahnya sendiri.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang