8. Penasaran

13.3K 1.1K 192
                                    

"Bahkan kamu sudah berhasil membuatku penasaran, sejak aku pertama kali menatap iris coklat indahmu."
-Langit Nathaniel Arisko-

***
Happy Reading
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya!❤❤

***
Dentuman musik memekakkan telinga langsung menyambut tiga orang lelaki yang baru saja sampai di tempat itu. Empat orang wanita yang memakai pakaian seksi meliuk-liukkan badan menggoda di tiang dansa. Langit, Dion, dan Kevin duduk di salah satu ruang  private yang sudah disediakan di club malam tersebut. Mereka sudah biasa datang ke tempat hiburan ini hanya untuk melepas penat karena tugas kampus yang menggunung.

Langit mengambil sebuah kaca bening, lalu menuangkan wine ke dalamnya dan meminumnya hingga tandas pada tuangan pertama. Dia menggeram saat rasa panas itu mengalir melewati rongga tenggorokannya.

Tiba-tiba ruangan terbuka, menampilkan seorang wanita menatap menggoda ke arah mereka. Ralat, maksudnya Langit.

Langit nyaris memuntahkan kembali cairan wine yang telah diteguknya saat Rara, calon tunangannya sedang bergelayut manja di lengan lelaki itu sambil mengerlingkan mata menggoda.

Langit menatap sekilas ke arah Rara, lalu mengambil sebuah vape yang tergeletak di atas meja, kemudian mengisinya dengan liquid rasa kopi, favoritnya.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Langit dingin tanpa mau repot-repot menatap wanita yang menurutnya menjijikkan ini.

Rara cemberut, "Nyamperin kamu lah, Sayang."

Kevin nyaris tersedak kepulan asap yang baru saja dihembuskannya saat Rara memanggil sahabatnya sayang dengan nada yang dibuat-buat.

Dion berdecih, "Tunangan karena dijodohin aja bangga!" sindirnya sambil menatap sinis kepada Rara. Bukannya tersinggung, Rara malah dengan bangga menempelkan dadanya di lengan tunangannya itu.

Langit mendengus, dia melirik Rara melalui ekor matanya, "Lepas, Ra!" perintahnya dengan suara dingin.

"Kenapa, sih?" Langit mengernyit bingung mendengar pertanyaan Rara. "Apanya yang kenapa?" tanya Langit tidak paham.

"Kenapa kamu selalu menghindar kalau diginiin?" Rara mendekat, "Padahal kamu suka, 'kan?" ujar Rara semakin merapatkan tubuh mereka.

Dion geleng-geleng kepala. Tingkah Rara ini benar-benar sudah seperti wanita panggilan di sini, padahal pada kenyataannya, Rara adalah wanita dari keluarga terhormat.

Langit menuangkan minuman kedua ke dalam gelasnya, "Lo tahu dari mana gue di sini?"

"Dari salah satu temen kamu, aku lupa namanya," ujar Rara dengan suara dilembut-lembutkan. Langit mengangguk. "Bisa tolong lepasin tangan lo? Gue risih!" ujar Langit melirik lengannya.

Rara cemberut, tapi dia masih tidak mau melepaskan lilitan tangannya. "Lepas, Ra!" perintah Langit sekali lagi.

"Dalam hitungan ketiga kalau lo gak mau lepasin, gue gak akan segan-segan untuk menggagalkan perjodohan kita," ancam Langit. Namun, Rara tetaplah Rara. Gadis itu selalu saja keras kepala, dan itu adalah salah satu dari seribu yang Langit benci di antara keburukan Rara yang lain.

"Satu." Langit sudah mulai menghitung, namun posisinya masih tetap sama.

"Dua," ujarnya lagi.

Langit mendengus, "Ra, lo tahu 'kan gue gak pernah main-main?" Rara mengangguk mendengar pertanyaan Langit.

"Kalau gitu lepasin dan enyah dari sini, sebelum gue benar-benar murka!" lanjut Langit yang masih belum diindahkan oleh Rara.

Langit mendengus, "Pulang, Ra! Ini bukan tempat lo!" ujar Langit memperingatkan.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang