1. Pertemuan Pertama

23.2K 1.7K 134
                                    

Senja menatap pantulan dirinya yang terbalut dengan sweater orange berukuran oversize yang membuatnya sedikit tenggelam saat memakainya. Setelah semuanya telah siap, gadis itu menyampirkan tas di pundaknya lalu berjalan keluar untuk segera pergi ke Kampus. Baru beberapa melangkah, suara tawa anggota keluarganya dari ruang makan membuatnya tersenyum tipis. Pemandangan ini sudah biasa baginya. Walaupun sesak, namun Senja akan terus bertahan di sini apapun yang terjadi nanti.

"Loh ... Senja, tadi kirain Bibik, Senja belum bangun." Itu suara Bik Ningsih yang membuatnya menoleh lalu melemparkan senyum tipis. Wanita paruh baya di depannya ini sudah dianggap Senja sebagai ibu keduanya. Bik Ningsih yang menjadi pembantu rumah tangga sejak rumah ini pertama kali dibangun pun juga sudah tahu bagaimana kisah hidup anak majikannya yang tak dianggap itu.

"Senja berangkat dulu, ya, Bik. Doa 'kan suatu saat nanti kita semua bisa balik kayak dulu lagi." Kalimat Senja membuat mata Bik Ningsih berkaca-kaca.

"Pasti, Senja. Pasti!" Kemudian Bik Ningsih mencium kening Senja dengan lembut. Bagi Bik Ningsih, Senja sudah dianggapnya menjadi anak kandung sendiri.

Senja berusaha menguatkan hatinya saat hendak melewati ruang makan. Di sana sudah ada Papa, Mama, saudara kembarnya---Bintang, dan juga sepupunya sudah hadir di meja makan.

"Senja, sini sarapan dulu!" Langkah Senja terhenti mendengar ajakan tersebut. Itu suara Denis, sepupunya yang tinggal tepat di samping rumah.

Senja mengusap setetes air matanya sesaat lalu berbalik melemparkan senyum tipis kepada Denis yang tadi memanggilnya. "Gak usah, Nis! Makasih," tolaknya halus lalu berlalu Hingga gumaman lirih dari Mama-nya itu bersuara membuat hatinya kembali sesak.

"Seandainya kamu tidak pernah lahir, mungkin Adit masih ada di sini."

Senja tertegun dan berdiri mematung di ambang pintu. Air mata yang sempat dihapusnya, kini kembali meluruh. Dengan sekilas senyuman, Senja berbalik badan menatap keluarganya yang sedang menikmati makanan di meja makan.

"Senja berangkat, Mama. Assalamualaikum," ujarnya lalu berjalan cepat masuk ke dalam mobilnya yang ada di garasi. Gadis itu mendongakkan kepala lalu menjatuhkannya di atas kemudi mobil. Isakannya begitu lirih dan menyayat hati. Dengan kuat, Senja meremas dadanya guna menghilangkan rasa sesak yang menjalar. Namun usahanya sia-sia, yang ada hanyalah, rasa sesak itu semakin menjadi. Senja mendongak kemudian menoleh saat merasakan pintu mobilnya dibuka oleh seseorang.

Di sana ... Denis berdiri dengan sebuah kain kecil ditangannya lalu mengarahkan kain tersebut kepada Senja.

"Ambil dan usap air mata lo!" ujar Denis memalingkan wajah saat Senja menatapnya penuh luka.

"Gue gak suka dikasihanin!" ujar Senja ketus kepada sepupu laki-lakinya.

"Gue nggak kasihan," ujar Denis setelah menghela napas pelan. "Gue cuma jijik liat ingus lo yang ke luar," lanjut laki-laki itu dengan tampang mengejek membuat Senja menggeram kesal.

Malas menanggapi, Senja meraih kain itu dari tangan Denis lalu membersihkan wajahnya, "Udah, 'kan? Sekarang apa lagi?"

"Sekarang turun lo!" perintah Denis kepada Senja.

"Apa-apaan lo?!" Senja tak terima saat Denis mengusirnya dari mobil miliknya sendiri. Gadis itu menatap sinis ke arah Denis yang bersedekap dada dan menaikkan sebelah alisnya songong.

"Mobil gue mogok! Kata Bunda, gue disuruh nebeng sama lo."

Denis menarik tangan Senja agar segera turun kemudian menutup pintu mobilnya sebelum gadis itu menyerangnya.

Senja kembali memasuki mobil dan menutup pintu keras saat sudah mendudukkan dirinya di bangku penumpang.
"Lo tuh ya---"

"Darling, just kiss me slow, your heart is all I own ... And in your eyes, you're holding mine ...."

Senja menghembuskan napas kasar dan menatap tajam kepada Denis yang membesarkan volume musik yang ada di mobilnya. Bahkan Denis dengan sengaja bernyanyi dengan keras saat Senja ingin memberikan sumpah serapahnya.

***

Mobil merah BMW milik Senja mulai memasuki area parkiran Kampus.

Senja berdiri tepat di hadapan Kampus. Terlihat dengan jelas dimatanya tulisan yang terpampang dengan ukuran besar---Arisko University.

Ini adalah hari pertamanya untuk belajar belajar di Kampus setelah lulus dari sekolah menengah. Kampus ini adalah Universitas yang sejak dulu dimimpikan oleh Adit, Kakaknya. Andai saja kecelakaan itu tidak pernah terjadi, pasti sekarang dia dan Adit ... Ah, sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur.

"Woi, lo berani sama gue?!"
Senja tersadar dari lamunannya saat indranya mendengar seseorang berteriak.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, sekumpulan manusia bergurumul yang entah sedang melihat apa. Namun yang jelas, Senja merasa penasaran sehingga tanpa sadar kakinya melangkah mendekati kerumunan itu dengan Denis yang membuntuti di belakangnya.

Saat dirinya berhasil membelah lautan manusia yang berkumpul itu, tepat di depan matanya seorang lelaki berpenampilan cupu sedang dimaki habis-habisan oleh seorang lelaki yang lainnya. Cowok cupu itu terlihat pasrah saat dirinya dipermalukan yang bahkan tidak ada seorangpun yang mau membantunya.

Senja menggeram. Ini tidak bisa dibiarkan. Dengan langkah mantap, Senja mendekati mereka. Namun, sebelum itu terjadi, Denis menahan lengan sepupunya dan menggeleng tegas, "Jangan buat masalah di hari pertama masuk, Senja!" ujar Denis memperingati.

Namun Senja tak menggubris. Perempuan itu membiarkan saja tangan Denis yang mencekal lengannya.

"Tapi ini gak bisa dibiarkan, Denis!" Denis menggeram saat melihat sisi keras kepala Senja muncul di saat yang tidak tepat seperti ini. Cowok itu meremas pelan pundak Senja dan menatap lurus ke dalam iris mata sepupunya.

"Denger gue, Senja! Dia ... Langit Nathaniel Arisko." Tunjuk Denis kepada orang di depan yang sedang berkelahi itu, "Gue yakin, lo paham maksud gue saat dengar namanya. Langit gak bakalan segan-segan untuk habisin siapapun yang ikut campur urusannya!" desisnya tepat di depan wajah Senja. Senja tak peduli, malahan dia melepas paksa rengkuhan Denis dipundaknya lalu menatap lurus ke depan.

"Lo banci kalau masih tetap hajar orang yang udah lemah kayak gitu!" teriak Senja berhasil membuat lelaki yang kata Denis bernama Langit itu menghentikan pukulannya.

Hening.

Teriakan Senja berhasil membungkam mulut semua orang yang tadi berseru menyemangati Langit. Senja melangkahkan kakinya perlahan mendekati mereka.

"Lo gak liat lawan lo udah terkapar gitu?" ujar Senja lalu mengulurkan tangannya kepada seorang lelaki dengan kemeja lusuh dan kacamata yang bertengger dimatanya.

"Jangan ikut campur urusan gue!" desis Langit menatap remeh gadis yang dengan berani ikut campur urusannya.

"Gue gak bakalan ikut campur kalau lo gak keterlaluan."

"Lo mahasiswi baru?" Senja menoleh melirik seorang lelaki dengan kaos hitam yang bertuliskan deus di bagian kanan dadanya.

"Lo bakalan menyesal dengan apa yang lo lakuin saat tahu siapa Langit sebenarnya nanti," sahut seorang pria lain yang memakai topi.

"Gila, sok banget cewek itu sok pahlawan banget!"

"Masih junior udah belagu, dia gak tau aja siapa Langit yang sebenarnya. Hahaha ...."

"Gue yakin, nih cewek pasti bakal jadi buronan Langit dan yang lainnya setelah ini."

Semua meremehkan Senja. Bahkan ada yang terang-terangan mencibirnya. Namun, Senja tak peduli. Malah, Senja melangkahkan kakinya ke arah cowok bertopi tadi lalu menepuk pundaknya pelan. Cowok itu menepis tangan Senja tidak suka.

"Apapun pangkatnya, kalau dia masih hajar lawannya yang udah lemah, berarti temen lo itu ...." Senja menjeda ucapannya sejenak lalu melangkahkan kaki mundur menatap Langit yang juga menatapnya. "Pengecut, Kak!" lanjutnya kemudian melenggang pergi.

Kepergian Senja meninggalkan atensi yang terasa mencekam bagi siapapun yang ada di sana. Langit---laki-laki itu menatap nyalang ke arah kepergian seorang perempuan yang baru saja menghinanya habis-habis an.

Dengan napas yang masih memburu dan kepala yang dilingkupi amarah, Langit berkata, "Dion, gue mau lo cari tahu tentang dia. Sekarang!"

Bersambung.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang