25. Berdua

10.9K 767 78
                                    

Happy reading!
Tolong tandai bagian yang typo, ya!

***

"Lo denger, kan, apa kata gue tadi?" ujar Kevin setelah berbicara panjang lebar dengan Senja.

"Inget itu di dalam otak cantik lo itu!" lanjut Kevin sambil mengetuk kening Senja perlahan.

Sementara sang lawan bicara hanya terdiam, lengkap dengan tatapan dinginnya seperti biasa. Matanya menyorot lurus menatap Kevin, seolah tak ada rasa takut sedikitpun di dalamnya.

"Lo ngerti, 'kan?" ujar Kevin, kali ini tangannya menuding wajah Senja.

"Tanpa lo kasih peringatanpun, gue juga tau batasan! " desis Senja setelah menepis tangan Kevin.

"Batasan apa?" celetuk seseorang membuat keduanya menoleh. Bintang datang bersama Denis menghampiri mereka berdua.

"Maksudnya batasan apa?" Bintang kembali bertanya ketika sampai di samping Senja. Lelaki itu menoleh ke arah adiknya yang belum menatapnya. "Sen?" panggilnya dengan lembut.

"Bukan apa-apa," sahut Kevin. Dengan senyum yang dipaksakan, juga tangan yang terulur untuk mengelus kepala Senja.

Kevin melanjutkan ucapannya, "Kita cuma saling tegur sapa aja, kok. Nggak ada yang penting. Iya, 'kan, Sen?" ujarnya dengan penekanan menyebutkan nama Senja, seolah itu adalah isyarat darinya.

Namun, Senja tak menjawab. Gadis itu masih tetap menyorot dingin laki-laki di hadapannya ini.

Kevin melihat jam tangan yang terletak di pergelangan kirinya sebelum berujar, "Aduh, dosen gue bentar lagi dateng, nih. Cabut dulu, ya, Bro" ujar Kevin, kemudian menepuk pundak Bintang dengan senyum anehnya.

Namun, Bintang tak sebodoh itu untuk dibohongi. Matanya menyipit, menatap Senja penuh curiga. Sedangkan yang ditatap hanya diam saja, tak menghiraukan orang-orang di sekitarnya.

"Apa?" tanya Senja kepada Bintang.

"Kamu yakin Kevin nggak ngomong apa-apa?"

"Yakin," jawab Senja mantap, kemudian beranjak pergi, duduk di salah satu bangku kantin. Bintang dan Denis mengikutinya dari belakang.

"Kakak nggak suka dibohongin, Sen!" ujar Bintang setelah duduk di hadapan Senja.

"Siapa yang bohong?"

Bintang mendengus, adiknya ini memang keras kepala, sama halnya dirinya. Sedangkan Denis berdecih sinis.

"Sok peduli!" ujar Denis dengan nada sinisnya. Bintang tersindir, namun dia berusaha untuk tidak terpancing.

Bintang mengelus pipi adiknya dengan lembut, matanya memancarkan rasa ingin melindungi sebagai seorang kakak.

"Kalau ada apa-apa, bilang, yaa!" ujar Bintang. Senja mengangguk singkat sebagai jawaban. Kemudian gadis itu mengeluarkan ponsel dan earphone dari tasnya, lalu memutar lagu favoritnya, dan duduk di salah satu bangku kantin terdekat dari tempatnya berdiri.

Namun, sayang, ketenangannya sirna begitu saja. Bulan datang, meneriakkan namanya dengan nyaring. Suatu kebiasaan buruknya yang selalu heboh.

"Senjaa!" teriaknya dari kejauhan. Semua orang di kantin beralih kepadanya. Sementara yang dipanggil, melepas earphone-nya dan memijat keningnya lelah setelah tau jika Bulan datang menghampirinya.

"Gue cari kemana-mana, ternyata di sini," ujar Bulan dengan cemberut setelah duduk di samping Senja.

Denis mendengus, "Dasar mulut mercon!" sindirnya. Kemudian lelaki itu beranjak pergi, disusul juga dengan Bintang.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang