Happy Reading!
Tolong tandai bagian yang typo, ya!***
Setelah Langit mengungkapkan perasaannya kemarin, Senja langsung ke luar dari mobil yang dipinjam oleh lelaki tersebut. Sementara Langit tidak mengejar Senja, malahan lelaki itu enggan bertanya ke mana gadis itu pergi. Setelah Senja benar-benar turun dari mobil yang mereka tumpangi, Langit langsung pergi dari sana dengan kecepatan rata-rata.
Dan, di sinilah Senja sekarang, duduk seorang diri di apartemen miliknya sendirian---masih tak menyangka dengan apa yang diucapkan oleh Langit kemarin. Perempuan itu nyaris tersentak saat tiba-tiba Denis datang dan duduk di sampingnya dengan mengkageti sepupunya tersebut.
Senja melirik sinis, lalu membuang napas kasar. "Ngapain lo di sini?" hardik Senja tak suka.
"Terserah gue dong!" jawab Denis dengan santai menaikkan kedua kakinya ke atas meja.
Tak menunggu lama, pintu kembali terbuka, menampakkan Brama dan Vera yang baru saja datang. Seperti biasa, dengan senyum sumringahnya, Vera berlari kecil menghampiri Senja yang juga sedang berdiri ketika dirinya memasuki ruang tamu, kemudian memeluk perempuan itu dengan erat.
Vera melepaskan pelukannya, matanya menyorot sendu wajah Senja, "Anak Bunda," ujarnya melirih.
Tangan Vera mengelus kedua pipi Senja dengan lembut. Wajah cantik keponakan yang memang perpaduan antara kakak dan kakak iparnya ini membuatnya merasa pilu setiap kali menatapnya. Dengan sedikit berjinjit, Vera mencium puncak kepala Senja dengan sayang.
Denis yang melihat itu hanya berdecih sinis, "Padahal anak kandungnya juga ada di sini," ujar Denis sambil memutar bola matanya malas. "Yang disapa cuma Senja doang."
Senja melirik Denis sekilas yang sedang berjalan ke arah dapur untuk mengintip isi kulkas Senja.
"Bunda jangan drama, deh!" Senja merotasikan matanya.
Vera cemberut mendengarnya. "Nggak usah diimut-imutin gitu," cerca Senja pedas. "Umur Bunda udah nggak pantes lagi buat sok imut gitu!"
Brama terkekeh geli melihat ekspresi kesal istrinya. Memang sedari dulu sifat childish Vera tak pernah berubah. Walau begitu, rasa cinta Brama kepada Vera pun juga tak pernah luntur termakan usia.
Denis yang di dapur dibuat terkejut ketika membuka pintu kulkas yang cowok itu temukan hanyalah makanan siap saji dan minuman bersoda.
"Astaga, Senja!" teriak Denis dari arah dapur. "Bunda, coba liat deh isi kulkas si Senja," lanjutnya mengompori.
Senja berdecak malas. Denis ini memang suka sekali mencari gara-gara dengannya. Senja memang tak terlalu suka sayuran dan tidak terlalu suka ribet. Sementara Vera selalu marah jika Senja ataupun Denis memakan makanan yang tak sehat.
Benar saja, begitu mendengar teriakan putranya, Vera langsung tergesa-gesa berjalan ke dapur.
Senja kembali duduk sambil menutup matanya sejenak. Lihat saja, tidak lama lagi pasti akan ada keributan di sini. Vera dengan segala kecerewetannya. Hal itulah pula yang membuat Senja melarang Vera untuk sering-sering datang ke rumahnya.
Brama menyadari ekspresi keponakannya. Pria paruh baya itu terkekeh kecil, kemudian tangannya terulur untuk mengelus puncak kepala perempuan di sampingnya itu dengan lembut.
"Kalau nanti Bunda ngomel, nggak usah didengerin," ujar Brama. Senja membuka matanya, menatap seorang pria yang selama ini dipanggilnya sebagai Ayah tersebut. "Anggap aja angin lewat. Masuk telinga kiri-ke luar lewat telinga kanan," lanjut Brama masih dengan kekehannya.
Senja mengangguk sekilas, "Emang cuma Ayah doang yang ngertiin Senja," ujarnya.
"Liat nih, Bun, anaknya malah enak-enakan sama Ayah di depan." Denis baru saja datang dari dapur berseru dengan semangat untuk mengompori bundanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit untuk Senja
FantasíaLangit Nathaniel Arisko, mahasiswa sekaligus anak dari pemilik kampus yang hobinya suka keluar-masuk club dipertemukan dengan Senja, seorang gadis yang terlalu misterius di mata Langit. Semua berawal dari Senja menyelamatkan seorang mahasiswa lain y...