10. Pingsan

12.8K 1.1K 130
                                    

"Rasa penasaran itu kini semakin tumbuh menjadi rasa peduli."

Happy Reading!❤
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya🤗

***

"Lo yakin gak ada rasa sama tuh cewek?"

Langit mendengus kesal saat Dika, salah satu temannya mengajukan pertanyaan yang sama hampir sepuluh kali.

"Gue yakin lo cukup pintar untuk memahami kalimat gue sebelumnya," jawab Langit seadanya dengan mata tetap tertuju ke depan mengamati seorang gadis memakai sweatter berwarna biru muda, dengan gaya rambut dicepol asal-asalan. Peluh mengalir di wajah rupawan seorang gadis yang sedang men-dribble basket di ruangan outdoor.

"Terus kalau lo gak suka sama dia, ngapain kita di sini, Nyet?!" sahut Rangga dengan raut kesal yang tercetak jelas dari ekspresinya.

Langit menoleh ke arah Rangga, dia menaikkan sebelah alisnya, "Gak suka lo?"

"Ya ... nggak gitu," Rangga menggaruk tengkuknya tak gatal, "Tapi kita udah hampir dua jam di sini ngeliatin Senja main basket yang gak ada capek-capeknya, Boss!" lanjutnya menurunkan bahu lesu. Bagaimana tidak? Langit sudah sejak dua jam yang lalu meminta yang lain untuk menemaninya menonton Senja yang sedang bermain basket sendirian tiada henti.

Walaupun mereka semua berada di tempat yang teduh, tapi tetap saja ini sangat menjengkelkan. Rangga 'kan masih mau godain para mahasiswi gemoy.

"Bacot lo!"

Rangga berdecih, "Dasar gak peka sama perasaan sendiri!" cibirnya terang-terangan.

"Lo udah tau kalau puisi-puisi di mading kampus itu karya Senja?" tanya Kevin yang sedang duduk terkapar di lantai sambil menyesap es teh plastikan di tangannya.

Langit menunduk menatap Kevin yang bersuara, "Enggak. Emang isi puisinya apa?"

"Lo harus lihat sendiri kalau mau tau," ujar Kevin agar Langit merasa penasaran.

Langit memutar bola matanya, lalu kaki besar itu digunakan untuk menendang punggung Kevin dengan kencang.

"Sakit, Bego!" sahut Kevin mengumpat.

Sementara itu, Senja sedikit membungkukkan badannya merasa lelah. Entah kenapa, dia merasa bersemangat sekali untuk bermain basket. Bahkan mentari yang bersinar menyengat dengan peluh yang membanjiri wajah ayunya, tak membuat Senja beranjak untuk istirahat barang sedikit saja.

Senja memejamkan mata, lalu menghembuskan napas secara perlahan. Dia kembali men-dribble bolanya dengan lihai meski tubuhnya sudah teramat lelah, apalagi setiap pagi dia tak pernah sarapan, dan hari ini tenaganya terkuras begitu saja.

Entah sudah berapa kali benda bulat itu masuk ke dalam ring. Senja merasa tubuhnya semakin lemas dan tak berdaya, namun dia masih tetap kukuh untuk melanjutkan permainannya.

Bola itu kembali masuk ke dalam ring basket untuk kesekian kali. Senja sedikit berlari kecil untuk mengambil bola itu. Namun, pada saat tangannya terangkat untuk melakukan over head pass dengan mata coklatnya yang masih menelisik ring basket itu, tiba-tiba saja pandangannya terasa berkunang-kunang.

Bola yang tadinya dipegangnya erat, kini mendarat begitu saja. Senja menunduk dalam sambil memejamkan mata kuat selama beberapa kali, berharap rasa pening itu hilang seketika. Akan tetapi, yang ada pandangannya serasa memburam dan tubuhnya luruh hingga tak sadarkan diri.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang