17. Sebuah ancaman

11.1K 1K 102
                                    

Happy Reading❤

Nyatanya, omongan Langit beberapa waktu lalu hanyalah bullshit belaka. Buktinya, lagi-lagi Senja harus memisahkan Langit yang sedang menghabisi salah satu mahasiswa di kampus Arisko University hanya karena mahasiswa tersebut tidak sengaja menumpahkan segelas kopi di lantai, dan terkena ujung sepatu Langit.

Alhasil, Rangga lah yang mencari-cari keberadaan Senja karena dirasa gadis itu mampu meredamkan emosi dari Langit. Dan ... di sini lah Senja sekarang. Menatap Langit yang nampak acuh akan kejadian yang dilaluinya.

"Mau lo apa sih?" kata Senja dengan pandangan menusuknya.

Langit balas menatapnya. "Dia yang mulai."

"Nggak semua masalah bisa diselesaikan dengan kekerasan," ujar Senja. Gadis itu yang awalnya berdiri, kini mengambil duduk di samping Langit. "Kata lo mau berubah. Mana?" sindir Senja.

"Ya ... 'kan berubah butuh waktu, Sen," alibi Langit beralasan.

"Gue tau, berubah butuh waktu. Tapi seenggaknya lo harus menghindari hal-hal yang sepele seperti ini."

Langit memutar bola malas. Kenapa Senja jadi bawel sekali? batinnya merutuk.

"Gue janji akan berubah, asal lo mau jadi milik gue," ujar Langit menatap Senja dalam dan penuh arti.

"Maksud lo?"

Langit mengedikkan bahunya, "Gue butuh lo untuk membimbing gue," katanya. "Lagian ... ini semua juga demi lo, 'kan?"

"Harusnya lo itu berubah untuk diri lo sendiri, bukan orang lain," ujar Senja melirik sinis terhadap Langit. Lelaki itu hanya diam saja, sambil menyadarkan punggungnya pada sofa di rooftoop.

"Makin lama, lo makin bawel, ya?" hardik Langit merasa kesal akan sikap Senja.

Senja kembali berdiri, menatap tajam Langit sambil bersedekap dada. "Kalau lo nggak mau gue peduli. Terserah, asal jangan pernah cari gue lagi," tukasnya lalu pergi dari rooftoop dan meninggalkan Langit yang sedang meneriakkan namanya untuk kembali.

***

"Mana Langit?"

Dika, Rangga, dan Kevin terheran-heran dengan kedatangan Bintang dengan langkah tergesa yang langsung menodong mereka dengan sebuah kalimat.

"Langit gak buat masalah lagi, 'kan?" tanya Bintang. Kali ini Dika berdiri, mendekati lelaki itu.

"Lo kayak nggak tahu Langit aja, Bin. Langit, 'kan senggol bacok orangnya," ujar Dika terkekeh pelan. Dia menepuk sebelah pundak Bintang. "Tapi tenang aja, si Rangga udah datengin pawangnya kok." Dika menoleh ke arah Rangga lalu mengedipkan sebelah matanya.

"Rara?" tanya Bintang dengan nada tak yakin.

Dika dan Rangga sontak tertawa karena tebakan Bintang, kecuali Kevin yang sedari tadi hanya diam.

"Lo kalau ngelawak garing banget, Bi!" kata Rangga di sela-sela tawanya. "Mana nurut Langit kalau pawangnya si Rara."

"Terus siapa?" tanya Bintang masih penasaran.

"Senja."

"A-apa?" Bintang melotot tak percaya. Dia menoleh ke arah Kevin yang baru saja bersuara dan Bintang menatap tajam kepada lelaki itu.

"Biasa aja kali, Bin!" sindir Dika dengan raut wajah menyebalkan. "Tuh, si Rangga yang ngasih ide buat manggil Senja. Eh, ternyata beneran manjur."

Bintang tak menghiraukannya. Dia maju, mendekati Rangga, lalu menarik kerah baju lelaki itu. "Kenapa harus Senja?" bisik Bintang tajam, karena merasa Rangga lah biang masalahnya.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang