19. Kritis

13.3K 1K 93
                                    

Setelah sampai di rumah sakit, Senja sempat sadar sebelum akhirnya kembali menutup mata. Dokter menjelaskan bahwa gadis itu harus menjalani oprasi karena menelan banyak sekali obat-obatan sehingga menyebabkan overdosis parah.

Saat sadar tadi, bahkan Senja terus memberontak saat Bintang ikut serta mendorong brankar rumah sakit. Tangannya yang sudah lemas seperti tak bertulang, masih terus menepis Bintang yang masih berusaha mendekat.

Dalam keadaan seperti itu, Bintang benar-benar merasa menjadi seorang kakak yang sama sekali tak berguna. Apalagi, baru saja dokter kebluar dan mengatakan bahwa oprasinya berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Dan Bintang bersyukur karenanya. Namun, kabar buruknya adalah, dokter tak bisa memprediksi kapan gadis itu akan siuman. Karena Senja sendiri yang memilih untuk tidak ingin bangun.

Setelah memastikan Senja masuk ke dalam ruang ICU, Bintang dengan segera menghubungi Denis agar lelaki itu segera datang ke mari. Walau bagaimanapun, Denis harus tau tentang keadaan Senja.

Suara derap langkah beberapa kaki mulai terdengar mendekat. Bintang yang tadinya menunduk, kini mendongak. Ternyata Denis tidak sendirian. Ada Vera, beberapa teman Denis, dan juga Langit yang datang membawa teman-temannya pula.

"Bintang, apa yang terjadi?" tanya Vera begitu sampai di depan Bintang.

"Senja ... overdosis, Bunda," jawabnya lirih. Semua orang di sana menggeleng tak percaya.

Bugh!

"Lo bener-bener sialan!" teriak Denis setelah memberi hadiah satu bogeman mentah di wajah Bintang. "Lo apain Senja, Bangsat?!" Dia mencengkram erat kerah baju yang dikenakan Bintang berteriak di depan wajah Bintang yang hanya diam terpaku.

Bintang terdiam sambil menatap kosong ke lantai. Membiarkan Denis memukul wajahnya sampai beberapa kali, mengakibatkan Bintang tersungkur di lantai begitu saja. Namun, Denis tak berhenti. Malahan lelaki itu semakin membabi buta ketika mendengar sepupunya celaka.

"Udah, Nis!" lerai Langit menengahi dua bersaudara itu.

"Lo belain temen lo yang bajingan itu?" Denis menatap tajam Langit, yang dibalas tak kalah sengit pula oleh lelaki itu.

"Gue nggak belain siapa-siapa," desisnya tepat di depan wajah Denis. "Lo pikir, dengan lo mukulin Bintang sampai mati pun, Senja akan sadar dan kembali seperti sedia kala?" Langit menggeleng pelan atas pertanyaannya sendiri.

Denis diam, dia berpikir bahwa Langit benar. Lelaki itu menendang salah satu kursi di depan ruangan ICU sebagai ungkapan kekalahannya atas ucapan Langit.

Di saat dalam suasana hening seperti itu, tiba-tiba tatapan Bintang terarah kepada Vera yang terduduk di bangku rumah sakit sambil terisak.

"Gue sudah tau semuanya," gumamnya berhasil membuat semua atensi beralih kepadanya.

Lelaki itu berjalan mendekati Vera, kemudian berjongkok di depan wanita yang selalu dipanggilnya bunda.

"Mama ...," Air mata yang hampir mengering, kini kembali mengalir dari tempatnya. Dia tak kuasa mengucapkan mengenai ibu yang selama ini dia eluh-eluhkan. "Ternyata mama adalah sosok iblis yang bertopeng malaikat," lanjutnya sambil menenggelamkan kepalanya di pangkuan Vera.

Hening.

Tangan Vera mengelus rambut Bintang dengan sayang. Selama ini, seburuk apapun sikap Bintang kepada Senja, tetap saja dia tak pernah memandang benci kepada keponakannya yang satu itu. Bagaimanapun, keduanya adalah korban dari tipu daya Ibu mereka.

"Dulu ..., Mama nyaris membunuh Senja," ujar Bintang dengan lirih. "Dan sekarang, dia benar-benar bunuh Senja. Dia pembunuh!" lanjutnya diiringi isak tangis yang tumpah di pangkuan Vera.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang