22. Awal dari akhir

10.7K 854 21
                                    

"Kita tidak akan pernah hidup bahagia kalau tidak bisa berdamai dengan masa lalu."
-Senja Laksani Paramitha-

Happy Reading❤
Tolong tandai bagian yang typo, ya!

***

Bintang merasa bahagia, sekaligus bangga memiliki adik cantik, juga pemaaf seperti Senja. Sudah bertahun-tahun lamanya, hubungan mereka renggang, bahkan nyaris tidak pernah berkomunikasi walau tinggal seatap.

Mengingat hal itu, Bintang menjadi merasa bersalah. Mungkin, segala dosa dan kesalahannya takkan pernah bisa terampuni.

Duduk di tepi ranjang rumah sakit, Bintang merengkuh tubuh adiknya yang memegang ponsel. Entah apa yang dimainkan gadis itu.

Bersamaan dengan tubuh Senja yang menegang karena dipeluk secara mendadak, Bintang berbisik pelan, "Kakak sayang sama kamu, Sen." 

Dari nadanya, terdengar ketulusan juga penyesalan di dalamnya. Namun, rasanya Senja masih terlalu kaku untuk sekadar membalas pelukan kakaknya sendiri.

"Kenapa kamu tidak menghukum Kakak saja?" Bintang melepaskan pelukannya.

Kali ini Senja angkat bicara. "Kak ...," Senja menjeda ucapannya. "Kita nggak akan pernah hidup bahagia kalau nggak berdamai sama masa lalu," ungkap gadis itu, memberi penjelasan.

"Tapi, Mama ...."

"Kak!" Senja memotong ucapan Bintang sebelum lelaki itu menyelesaikan ucapannya. "Jangan benci Mama! Walau bagaimanapun, Mama adalah ibu kandung kita."

"Tapi Mama bersalah, Sen!" Bintang sedikit menaikkan nada bicaranya.

"Sebagai anak-anak, kita hanya perlu berdoa agar keluarga kita bisa kembali utuh seperti keluarga yang lain. Kita nggak perlu benci sama orangtua kita, Kak! Orang dewasa seharusnya mengerti dengan akibat segala perbuatannya."

Kali ini Bintang merasa tertampar dengan kalimat terakhir Senja. Sebagai kakak, seharusnya dia bisa lebih berpikir dewasa dari adiknya. Tersenyum haru, dia meraih kepala Senja, lalu mengecup keningnya dengan sayang.

"Permisi!"

Suara Vera mengagetkan keduanya. Wanita paruh baya itu berdiri di depan pintu, lengkap dengan wajah sumringahnya. Tak lupa juga, di belakangnya sudah ada Denis dan Rama yang sepertinya tak sengaja bertemu.

"Ya ampun! Pagi-pagi gini udah lihat pemandangan yang langka banget." Wanita itu berucap dengan bahagia, juga nada yang dilebih-lebihkan.

"Denis!" Vera menoleh ke belakang. "Harusnya tadi kamu fotoin waktu Bintang cium keningnya Senja!" serunya heboh.

Memasang wajah datar, Senja menyorot dingin sosok Vera yang masih saja terlihat lebay. "Bunda, jangan mulai lagi, deh!"

Mengabaikan Vera yang menggerutu, tatapan Senja beralih kepada Rama yang juga menatapnya. Rama tersenyum seraya berjalan mendekat.

"Hai, apa kabar?" tanya Rama sedikit basa-basi.

"As like you see," jawab Senja, seadanya.

"Semoga cepat sembuh ya, Sen! Biar bisa ke kampus lagi," kata Rama tersenyum manis. Kemudian mengulurkan tangan untuk mengacak gemas rambut Senja.

"Oh, iya, gue nggak bisa lama-lama. Masih ada kuliah soalnya, Sen," ucap Rama dengan nada menyesal, sementara Senja mengangguk paham. "Sorry banget," sesalnya.

"Heum, it's okay."

Bintang yang melihat itupun berdecih sinis, lalu membuang muka. "Bunda, Bintang mau ke luar dulu," ujarnya, kemudian berlalu begitu saja.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang