18. Selamat Tinggal

12.7K 1.1K 202
                                    

"Aku sudah berada pada titik terendah sekarang. Dan hari ini, ku katakan pada dunia, bahwa jiwaku mulai lelah."
Senja Laksani Paramitha

Happy Reading!❤
***
Suasana sore hari sambil duduk di gazebo belakang rumah memang terlihat tenang dan menyenangkan sekali untuk bersantai bersama keluarga.

Diva mengelus rambut sang putra yang sedang rebahan di pangkuannya. Senyumnya begitu tulus terpatri indah di wajahnya yang masih terlihat muda padahal usia sudah menginjak setengah baya. Wanita itu terlihat semakin cantik ketika angin sepoi-sepoi menerbangkan rambutnya dengan anggun. Ah, pantas saja Aris betah berumah tangga bersama Diva.

"Tumben banget kamu manja sama Mama," kata Diva dengan suara lembut, berbeda sekali jika sedang berbicara dengan Senja. "Ada masalah apa di kampus?" lanjutnya.

"Nggak ada apa-apa, Ma," jawab Bintang seadanya.

"Yang bener?" Bintang mengangguk singkat di pangkuan Diva. "Kalau ada apa-apa, jangan lupa cerita, ya? Anggap saja Mama ini sebagai ibu sekaligus sahabatmu," ujar Diva.

Bintang tersenyum mendengar penuturan ibunya. "Aku hanya rindu kita yang dulu, Ma," ungkapnya lirih.

"Lho, bukannya setiap minggu kita memang sama-sama hangout untuk melepas rindu antar keluarga?"

"Heum, memang benar." Bintang mengangguk pelan. "Tapi, ada yang kurang, Ma."

Diva tertegun. Dia menatap kosong ke depan, lebih tepatnya ke kebun bunga mawar putih yang selama ini selalu dirawatnya dengan baik.

"Kakakmu sudah tenang di sana, Sayang. Kita hanya cukup untuk mendoakannya saja."

"Bukan itu maksudku," jawab Bintang berhasil membuat Diva mengernyit heran sambil menunduk.

"Lalu?"

"Kita melupakan fakta bahwa Mama punya seorang putri di keluarga ini." Bintang menatap ibunya dari bawah, dia juga dapat melihat jelas raut wajah ibunya yang mulai menegang dan memalingkan wajah.

"Jangan bahas dia!" desis Diva pelan. Bintang menegakkan tubuhnya, tangannya meraih jari-jemari Diva, kemudian merematnya pelan. Tatapannya sendu, seolah ingin mengungkapkan sesuatu yang dipendamnya selama bertahun-tahun di dalam relung hati.

"Apa salah Senja?" tanya Bintang to the point. Entah mengapa, dia merasa ada yang janggal dengan kematian kakaknya. Diva semakin muak saja mendengar perkataan Bintang. Setiap kali mendengar atau melihat wajah itu, dia merasa benci yang teramat sangat timbul untuk gadis itu.

"Dia membunuh kakakmu," balas Diva menatap putranya.

"Nggak." Bintang menggeleng penuh ketegasan. "Aku yakin bukan dia pelakunya."

"Sekali pembunuh, tetap pembunuh!" ujar Diva sekali lagi dengan mata yang memerah.

"Aku tau Kak Adit waktu itu meninggal karena sebuah kecelakaan. Rasa sayang Kak Adit kepada Senja begitu besar, hingga dia mengorbankan dirinya sendiri untuk adiknya. Kenapa kalian melupakan satu fakta itu?!" kata Bintang beralih mencengkram pundak ibunya. Katakanlah dia kurang ajar, tapi dia juga tak bisa terus-terusan membenci adiknya sendiri. Walau bagaimanapun Senja adalah kembaran dari Bintang.

"K-kamu ... tahu dari mana tentang kejadian itu?" Bintang memang tidak tahu kronologi kejadian kecelakaan Adit. Hanya saja, yang dia ketahui Adit meninggal gara-gara adik bungsu mereka.

Beruntung, karena rasa penasaran Bintang yang begitu besar, ia mendatangi rumah Vera, dan bertanya runtutan kronologi yang telah berlalu selama bertahun-tahun.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang