16. Maaf

11.6K 1K 113
                                    

Happy Reading❤

***
Tak jauh dari tempat Senja duduk sekarang, Bulan dan Rama dapat melihat jelas bahwa Senja sedang membaca novel dengan ditemani oleh Bastian dan Arga yang sepertinya sedang bermain game di ponsel mereka. Sesekali, Senja terlihat mencomot kentang goreng yang dipesannya di kantin kampus.

"Everything will be fine," ujar Rama sambil mengelus puncak kepala Bulan, guna untuk menenangkan gadis itu. Entah sejak kapan Rama dan Bulan menjadi dekat seperti ini, toh, Senja tidak peduli.

"Gue takut ...," cicit Bulan pelan. "Gue takut dia nggak maafin gue."

Wajar, jika Bulan berpikir demikian. Pasalnya memang hubungan mereka awalnya baik-baik saja, walaupun tidak begitu dekat. Namun, setelah dari rumah Denis, Senja dan Bulan menjadi asing. Nyaris seperti orang yang tidak saling kenal walaupun satu meja.

"Kalau lo minta maaf tulus dari hati, pasti dia bakal maafin lo."

Setelah beberapa kalimat menenangkan yang terlontar begitu saja dari mulut Rama, Bulan beberapa kali menarik napas dalam, lalu menghembuskannya begitu saja.

Mencoba untuk mengusir rasa takutnya, kemudian Bulan mendekat ke meja tujuannya dengan Rama yang mengikuti di belakangnya.

Ketika sampai di samping Senja yang sedang terlihat serius, Bulan berdeham selama beberapa kali, namun Senja terlihat acuh dan tak menghiraukan keberadaannya.

"Sen ...," panggil Bulan pelan. Senja menoleh sekilas, lalu kembali membaca novel di tangannya.

"Gue minta maaf," ujar Bulan kepada Senja.

" ... "

"Gue tahu, gue salah. Tapi, please ... gue nggak ada maksud untuk mencampuri urusan pribadi lo."

" ... "

"Gue hanya khawatir karena lo jadi pembantu Langit, yang artinya---"

"Asisten," potong Arga mengkoreksi ucapan Bulan dengan mata yang tetap tertuju ke ponselnya.

Bulan mendengus keras, tak ingin menghiraukan Arga. "Gue khawatir lo kenapa-kenapa. Gue ... takut lo terluka," lanjutnya sambil menunduk.

Senja yang sedari tadi diam, kini meletakkan novelnya di atas meja, lalu menoleh kepada Bulan yang berada di sampingnya.

"Apa yang lo takutin?" tanya Senja membuka suara. Bulan mendongak, menatap iris coklat Senja yang juga menatapnya.

"Gue bisa jaga diri gue sendiri. Lo nggak perlu khawatir," ujar Senja tenang.

"Langit itu orang paling berbahaya di kampus kita, Senja!"

Senja mengedikkan bahu acuh. "I know," jawabnya enteng.

"Jauhin dia!"

"Nggak mau."

"Kenapa?" tanya Bulan lirih, menatap kecewa kepada Senja yang seolah menganggap segalanya adalah hal yang mudah.

"Karena gue orang yang pantang mengingkari janji," jawab Senja, kemudian berdiri sambil membawa novelnya dan berlalu begitu saja meninggalkan Bulan yang mematung di tempatnya.

Tanpa sadar, air mata Bulan meleleh. Dia mengusap kasar airmatanya, lalu dengan cepat berbalik ke arah pintu utama kantin sebelum Senja benar-benar meninggalkan area itu.

"Sen, sekali aja dengerin apa kata orang-orang yang peduli sama lo!" teriak Bulan yang menggelegar di seluruh penjuru kantin. Cukup sudah. Kali ini Bulan akam bersikap tegas, karena sebenarnya ada begitu banyak orang yang peduli kepada Senja, namun gadis itu mengabaikan keberadaan mereka. Senja berhenti mendengar teriakan dari Bulan yang sejak akhir-akhir ini memang selalu merecokinya.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang