35. Tentang Rasa [Special Part]

3.3K 336 30
                                    

"Perasaan itu sama halnya dengan air. Tanpa bisa dicegah, selalu mengalir tanpa diminta."

Happy Reading!♡
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya!

***

Setelah ucapan Langit beberapa saat lalu, berhasil membuat Senja tercengang di tempatnya. Baru kali ini, Senja melihat Langit yang menunjukkan rasa cemburunya secara terang-terangan. Jika biasanya gengsi lelaki itu terlalu besar, namun kali ini bersama Senja, ia berani untuk mengungkapkan ketidak nyamanan yang ada di relung hatinya.

Ngomong-ngomong, saat ini keduanya sedang duduk di tepi pantai berdua---menikmati indahnya mentari yang perlahan tenggelam.

Keheningan menyapa keduanya sejak tadi. Antara Langit yang canggung karena deretan kalimatnya tadi, atau Senja yang masih tersipu.

Senja duduk bersila dengan tangan yang ia letakkan di atas kakinya. Sementara Langit sendiri duduk dengan kaki selonjor, dan tangan di belakang sebagai tumpuan badannya.

"Lo beneran suka sama gue?" Senja membuka suara, tatapannya masih ke depan---menatap lurus ke arah ombak yang sedari tadi berisik.

Langit menoleh, menatap Senja dari arah kemiringan. Langit semakin dibuat jatuh berkali-kali ke dalam pesona gadis di sampingnya ini. Dengan balutan sweater abu-abu oversize, perempuan itu nampak lebih cantik saat angin menerbangkan anak rambutnya. Wajah perempuan itu nampak bersinar karena pantulan cahaya senja.

Langit akhirnya menghela napas sebelum ikut menatap lurus ke depan.

"Lo ragu sama perasaan gue?"

"Iya."

"Kenapa?"

Senja tersenyum tipis. "Banyak hal yang membuat gue ragu sama perasaan lo."

"Salah satunya?"

"Rara," balas Senja. Langit terdiam selama beberapa saat, dan itu membuat Senja menipiskan bibirnya. "Juga pertemuan kita waktu itu. Bukannya lo benci banget sama gue?"

Kali ini Langit menekuk kedua kakinya ke depan, dengan kedua tangan yang menyilang di depannya.

"Lo percaya teori benci jadi cinta?" kata Langit, masih menatap ke depan--mengamati hari yang perlahan mulai gelap. "Cinta itu datang karena terbiasa. Dengan itu, cinta juga bisa menghilangkan rasa benci seseorang."

"Dan masalah Rara ..., gue nggak pernah cinta sama dia, Sen," sambung Langit, lelaki itu menunduk perlahan, lalu kembali mendongak. "Kita cuma dijodohin dari kecil sampai sekarang. Tapi entah kenapa, akhir-akhir ini gue ngerasa terbebani sama perjodohan itu. Hari ini, harusnya gue ada di salah satu resto milik bokap, tapi gue milih duduk di tepi pantai sama lo kayak gini."

"Dan lo juga punya rasa sama dia?"

Langit tertawa kecil, tangannya terulur untuk mengacak rambut Senja dengan gemas.

"Menurut lo?" Langit balas bertanya.

"Hmm, mungkin aja," balas Senja mantap. Langit menatapnya dengan kening yang berkerut, senyuman kecilnya masih terpatri di wajah tampan lelaki itu.

"Kenapa lo bisa menyimpulkan kayak gitu?"

Senja menghela napasnya. "Kata lo, cinta datang karna terbiasa. Sedangkan kalian udah bersama sejak kecil." Senja balas menatap Langit. "Hal yang mustahil kalo lo sama sekali nggak nyimpan rasa untuk Rara. Satu hal yang bikin gue bertanya-tanya dari tadi, kenapa lo malah milih duduk bareng gue di sini dibanding menghabiskan waktu sama keluarga Arisko dan keluarga Rara?"

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang