20. Kecewa Itu Masih Ada

13.6K 1K 153
                                    

Happy Reading ❤
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya!

***

"Kak, tungguin aku!" teriak Senja, berusaha menyamakan langkahnya dengan Adit.

Adit menggeleng, tak menghiraukan Senja yang berusaha menggapainya. "Kamu harus tetap tinggal, Sen."

"Tapi kenapa?"

"Belum waktunya."

***
Mata coklat itu membola sempurna, menatap ke atas atap langit yang bernuansa putih.

Dia mengalihkan pandangan ke sekeliling, dan mendapati beberapa orang memakai baju berwarna putih.

Salah satu di antaranya tersenyum manis. "Syukurlah, kamu sudah sadar. Terimakasih sudah mau untuk bangun, Senja," kata lelaki itu yang ternyata seorang dokter muda bernama Gerry tersenyum haru. "Saya Gerry, dokter yang merawat kamu selama di sini. Selamat! Kamu sudah berhasil bangkit dari masa kritismu," lanjutnya.

Bukannya menjawab, Senja malah menampar pipinya sendiri. Nyeri. Kata itulah yang ada di otaknya setelah menampar dirinya sendiri. Dia menoleh ke kanan-kiri kemudian menjambak rambutnya frustasi dengan air mata yang mulai bercucuran.

"Kenapa gue masih hidup?" Senja menaikkan satu oktaf suaranya. Gadis itu menatap seorang dokter muda yang merawat dirinya. "Kenapa Anda menyelamatkan Saya?!" desisnya dengan nada murka.

Dokter itu mengernyit heran. Tak paham dengan jalan pikiran gadis yang kurang lebih sebulan itu dirawatnya. Di saat semua orang berjuang untuk hidup, kenapa Senja malah menginginkan kematian?

"Saya lebih baik mati daripada harus hidup dalam neraka seperti ini."

"Seharusnya kamu bersyukur, kamu masih diberi kesempatan hidup dan bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayangi kamu," kata dokter Gerry menjawab ucapan Senja.

Senja menoleh, menatap dokter Gerry dengan tajam. "Menyayangiku?" ujar Senja mengulangi ucapan dokter Gerry, kemudian tertawa pilu dengan sendirinya. "Bahkan kedua orangtua saya tidak pernah menginginkan kehadiran saya," lanjut Senja kembali meluruskan pandangan ke depan.

"Mungkin orangtua kamu memang tidak pernah menginginkan kehadiran kamu. Tapi, di luar ruangan ini, masih ada banyak orang yang menunggu kamu bangun dari tidurmu," ujar dokter Gerry. "Jika bukan untukmu sendiri, setidaknya bangkitlah dari keterpurukan untuk mereka yang ada di luar, Senja."

Setelah mengatakan rentetan kalimat itu, dokter Gerry beserta perawat yang lainnya ke luar dari ruangan Senja, dan memberi kabar baik kepada yang lain bahwa gadis itu telah sadar dari tidurnya setelah kurang lebih dua minggu.

Suara beberapa orang yang berjalan mendekat membuat Senja tersadar dari keterpakuannya. Dia menoleh sekilas, dan mendapati Bintang, Langit, dan Bulan memasuki ruangannya.

"Kenapa bisa seperti ini, Sen?" tanya Bulan ketika melihat Senja termenung dengan tatapan kosong. Hatinya sebagai sahabat--entah Senja menganggapnya hal yang serupa atau tidak-- tentunya terluka melihat Senja seperti ini.

"Sen ...," panggil Bulan dengan nada bergetar.

"Pergi," jawab Senja masih dengan tatapan kosongnya.

"Gue nggak akan pergi di saat lo seperti ini, Sen."

Senja menatap ke arah Bulan. Matanya menandakan bahwa gadis itu benar-benar tak ingin Bulan ada di sana. Namun, apa peduli Bulan? Persetan dengan pengusiran Senja. Yang dia mau, hanya menjaga Senja. Akhir-akhir ini, Bulan mendengar beberapa hal tentang Senja dari Denis. Dan itu sebabnya dia ada di sini sekarang, sekeras apapun Senja menginginkan Bulan pergi---sekeras itu pula Bulan menginginkan untuk tetap tinggal.

Langit untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang