Zahra [ Bab 64 ]

74 5 0
                                    

Selamat Membaca....

Di sekolah Angga, Anastasia, dan juga Septa tengah berkumpul hendak membicarakan tentang Zahra. Hari ini Angga ingin mendapatkan jawaban lengkap dari Anastasia untuk mengetahui kejanggalan dalam kasus pernikahan Zahra tersebut.

"Mending sekarang lo jujur. Apa yang terjadi sama Zahra?!" tanya Angga kepada Anastasia yang masih termenung dalam pikirannya.

"Lo nggak usah bentak dia dong!" seru Septa yang tidak terima jika Angga menggunakan nada tinggi kepada Anastasia.

"Yaudah maap, gue cuma pengen tau jawabannya." ucap Angga meminta maaf.

Anastasia kemudian membalikkan badannya menghadap Angga lalu terdiam sejenak.

"Lo mau gue jujur apa?" tanya Anastasia yang belum mengerti harus mulai dari mana. Dirinya masih cukup bingung untuk menceritakan segala yang ia tau tentang Zahra. Ia takut teman-temannya itu tidak ada yang akan percaya dengan ceritanya.

"Apa bener Zahra hamil anaknya pak Arya?" tanya Angga dengan tatapan yang serius.

"Gue nggak tau." balas Anastasia yang memang masih bingung.

"Kenapa lo bisa nggak tau sih. Nas?" tanya Septa yang memang sudah tidak sabar untuk ingin mengetahui kebenarannya.

"Karena gue nggak tau." jawab Anastasia singkat.

"Ya tuhan. Elo kan sahabatnya Zahra, masa lo nggak tau sih tentang kehamilan Zahra?" tanya Angga sembari menggosok rambutnya kasar hingga berantakan.

"Gue tau. Tapi...." ucapan Anastasia terhenti membuat kedua temannya itu terperanga.

"Tapi apa?" tanya Septa yang sudah tidak sabar lagi.

"Tapi, gue takut." ucap Anastasia mengungkapkan perasaannya.

"Lo nggak usah takut. Ini cuma antara kita bertiga aja!" ucap Septa mencoba untuk meyakinkan Anastasia.

Anastasia masih ragu dengan dirinya. Ia merasa tidak mungkin jika harus menceritakan hal tersebut sekarang kepada Angga dan juga Septa. Dirinya khawatir masalahnya akan semakin memburuk.

Matanya masih melihat ke arah Angga dan Septa. Kedua mata laki-laki di hadapannya itu cukup menaruh harap atas ucapan yang akan Anastasia lontarkan. Anastasia sungguh tidak tega melihat mata tersebut.

Suasana kelas yang sudah cukup ramai membuat Anastasia tidak bisa berpikir dengan tenang. Hingga akhirnya Anastasia memutuskan untuk menceritakan kejadian waktu itu.

"Ja-jadi waktu itu gue dan Zahra...."

"Assalamu'alaikum?!" ucapan Anastasia terpotong dengan masuknya seorang laki-laki paruh baya yang menyapa seisi kelas dengan salamnya.

Semua mata tertuju ke asal suara dan langsung mengambil posisi di tempat duduk masing-masing sambil menjawab salam dari guru itu.

Angga menatap tajam ke arah guru tersebut dengan perasaan yang melibatkan kebencian. Ia tidak senang melihat guru itu masuk ke dalam kelas dengan wajah seperti orang yang tidak berdosa sama sekali setelah menikahi gadis di bawah umur yang merupakan muridnya sendiri.

Angga memutar bola matanya malas lalu duduk di bangkunya. Pak Arya menatap seisi kelas itu sebelum kemudian dirinya duduk di bangku khusus guru.

"Pekerjaan rumah yang saya berikan minggu kemarin, apakah sudah dikerjakan?" tanya pak Arya santai.

Tidak ada yang mejawabnya, seisi kelas hening dengan perasaan takut. Masih dengan kebiasaan yang sama setiap pak Arya masuk ke dalam kelas, maka kelas itu akan terasa sangat mencekam.

"Loh? Kenapa senyap?" teriak pak Arya sedikit emosi melihat semua muridnya terdiam.

Senyap, hening, dan sepi. Sungguh seperti tidak ada aktivitas sama sekali di dalam kelas itu. Pak Arya menatap ke semua murid di kelas itu tidak terkecuali Anastasia.

"Kamu! Maju?!" seru pak Arya menunjuk Anastasia. Anastasia melotot penuh rasa khawatir. Ia belum membuka bukunya sama sekali semenjak kejadian Zahra itu.

"Sa-saya masih, anuu pak...."

"Gimana Anastasia bisa ngerjain tugas matematika pak, jika murid terpandai di kelas ini saja sudah pak guru jadikan korban." teriak salah seorang murid pak Arya dengan nada tinggi dan terdengar amat sangat marah.

Pak Arya langsung menatap panas ke asal suara. Seisi kelas pun juga menatap ke arah bangku paling belakang tepatnya asal suara tadi. Mereka terkejut bukan main, karena tak salah lagi yang mengucapkan kata-kata tak pantas itu adalah Angga.

Angga nampak begitu emosi tatkala guru itu menatapnya dengan tatapan tajam tanpa ekspresi.

"Apa maksud kamu korban?" tanya pak Arya dengan suara datar.

"Alah. Pak Arya nggak usah sok polos deh pak. Asal bapak tau, Zahra itu pacar saya pak. Dan pak Arya dengan sangat sengaja sudah menikahi gadis di bawah umur. Emang itu yang bisa dijadikan teladan dari seorang guru?" jelas Angga membuat Anastasia terkejut beserta seisi kelas itu.

Tanpa aba-aba pak Arya yang mendengar ucapan tak pantas dari mulut Angga pun langsung melemparkan penggaris panjang yang terbuat dari kayu itu ke arah Angga.

"PRAAAKKKK."

Penggaris itu menabrak tembok sangat keras sekali sehingga membuat penggaris tadi patah. Seisi kelas yang menyaksikan kejadian itu terkejut.

Anastasia menahan nafasnya tak sanggup melihat kejadian menegangkan itu. Hampir saja Angga terkena lemparan penggaris tadi, namun beruntungnya Septa berhasil dengan sigap mendorong Angga terlebih dahulu sebelum penggaris tadi menancap di tubuh Angga.

Angga dan Septa terjerembab ke atas kramik. Pak Arya yang semula terdiam di depan kelas, dengan langkah khasnya langsung berjalan menuju ke arah Angga dengan keadaan sangat emosi.

Pak Arya lalu menarik kerah baju Angga dengan sangat kasar sehingga membuat Angga berdiri dengan sangat terpaksa. Septa tidak bisa berkutik, ia tidak pernah melihat pak Arya sangat emosi seperti ini.

Septa terbangun dari duduknya dengan dibantu oleh Anastasia. Sungguh teman-teman kelasnya sangat terkejut menyaksikan kejadian hal tersebut. Pak Arya menarik kerah muridnya? Jelas itu bukan mencerminkan sikap seorang guru.

"Jaga mulut kamu!" ucap pak Arya sangat marah sambil melotot ke arah Angga. Angga juga sangat terpancing emosinya.  Sehingga ia dengan kasar membanting tangan pak Arya sampai terlepas dari kerah bajunya.

"SEHARUSNYA ELO YANG KUDU BISA JAGA SIKAP. LO TUH UDAH TUA, SEHARUSNYA INGET MATI, BUKAN MALAH INGET MAU SENENG-SENENG SAMA CEWEK DI BAWAH UMUR!" teriak Angga dengan penuh amarah.

Pak Arya terdiam, seisi kelas menjadi senyap seketika tatkala mendengar ucapan-ucapan tak layak dengar itu. Angga sudah keterlaluan karena telah menghina pak Arya secara terang-terangan di depan seluruh temannya.

Pak Arya tidak mengucapkan sepatah dua patah kalimat sedikit pun. Dirinya yang semula menatap muridnya tersebut, kini mulai mengambil alih pandangannya namun tidak tertunduk.

Pak Arya lalu keluar dari kelas itu dengan segala bentuk emosi yang ia tahan agar dirinya tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.

Emosi yang diperlihatkan oleh Angga adalah bentuk rasa kecewanya atas pernikahan pak Arya dengan Zahra.

Namun, walau bagaimanapun juga hal tersebut sama sekali tidak dibenarkan. Menghina guru dengan sangat tidak etis seperti itu adalah sebuah perbuatan yang tidak terpuji.

Guru adalah salah satu manusia yang sangat berjasa kepada kita. Tidak ada guru yang akan menjerumuskan muridnya sendiri. Sebesar apapun kesalahan seorang guru ada baiknya jika kita bisa memaafkannya dengan lapang dada.





















__________~°-°~__________

Jangan lupa vote dan komentar, jika ada kritikan dan saran bisa langsung ketikkan di kolom komentar atau bisa langsung kirimkan pesan pribadi
TERIMAKASIH

Grief for Zahra's life (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang