Selamat Membaca....
Anastasia tengah duduk di sebuah sofa ruang tengah sembari menonton acara favoritnya. Tampak serius sekali ia menonton acara itu sembari memakan cemilan yang telah disediakan oleh Mama.
"Duh-duh... putri Mama males banget ya sekarang." Cibir Mama sembari tersenyum dan langsung duduk di sebelah Anastasia.
"Yee... Mama kaya yang nggak pernah jadi bumil aja." Ucap Anastasia membela diri. Mama hanya bisa tersenyum melihat putrinya itu, dielusnya perut buncit Anastasia dengan lembut.
"Mah, Kira-kira dedek bayinya cewe apa cowo ya?" Tanya Anastasia masih memakan cemilannya.
"Yah, harus cowo dong. Biar bisa main bola sama Papa." Ucap Papa tiba-tiba sembari duduk di sebelah kanan Anastasia.
"Ih, nggak mau ah. Aku maunya cewe, biar bisa aku ajarin make up!" Seru Anastasia tersenyum pada Papa.
Mereka bertiga tertawa cukup bahagia, Anastasia benar-benar merasakan kenyamanan di tengah-tengah keluarga yang sedari dulu ia impikan. Sialnya mengapa hari ini baru terjadi, mengapa tidak dari dulu saja? Mengapa hari ini terjadi ketika Anastasia telah mengalami banyak penderitaan?
Di tariknya sudut bibir indah miliknya, ditatapnya Papa cukup dalam lalu beralih ke Mama.
"Ma, pah. Aku seneng banget, aku udah lama mimpiin situasi kaya gini. Maafin aku ya mah, pah. Aku nggak bisa jadi anak baik buat Mama dan Papa. Aku sudah mencoreng nama baik Mama sama Papa." Tutur Anastasia, matanya berkaca-kaca dan hampir saja air matanya terjatuh.
"Papa yang salah, andai dulu Papa cukup memperhatikan kamu, mungkin kamu nggak akan mencari perhatian dari luar, dan hal ini nggak akan pernah terjadi." Ucap Papa sembari mengecup kening putri tercintanya itu.
"Tidak ada yang salah di sini. Ini semua sudah takdir, mungkin dengan cara ini Tuhan ingin mengatakan betapa tidak becusnya kita menjadi Orang tua. Dengan cara ini kita diajarkan untuk tidak mementingkan ego masing-masing dan lebih mengedepankan kasih sayang antar sesama." Sambung Mama mengusap kepala Anastasia lembut.
"Ihhh, udah. Yang terpenting sekarang, aku udah dapetin apa yang aku pengen." Ucap Anastasia yang tidak mau merusak suasana menjadi haru. Mama dan Papa memeluknya erat penuh kasih sayang.
"Oh iya, mah. Mama inget, kan. Sama temen aku yang namanya Zahra?" Tanya Anastasia masih dengan senyumnya.
"Iya, Mama inget. Emang kenapa?" Tanya Mama sembari menyeruput kopi hitamnya.
"Aku udah lama nggak jenguk dia, besok aku mau jenguk dia ya?" Tanya Anastasia sembari tersenyum.
"Iya sayang. Nanti Mama yang anter." Ucap Mama meletakkan cangkir kopinya.
"Papa aja. Besok Papa nggak kerja kok." Ucap Papa mengubah saluran televisi.
"Mama aja, Pah." Ucap Mama memakan cemilan paginya.
"Papa aja, Mah. Mama kan sibuk ngurusin orderan. Papa aja." Balas Papa memberikan argumennya.
"Ihhh, udah udah. Tasya berangkat sendiri. Biar dianterin sama sopir!" Seru Anastasia menampakkan ekspresi marahnya yang terlihat sangat menggemaskan.
Mama yang melihat Anastasia marah, akhirnya hanya bisa memeluknya gemas. "Ya udah, tapi kamu harus hati-hati. Apalagi sekarang kamu harus jaga dua tubuh. Satu tubuhmu sendiri, satu lagi tubuh cucu Mama." Tuturnya sembari mengelus-elus perut putrinya itu.
Mereka bertiga tertawa cukup keras, kebahagiaan seperti ini yang Anastasia inginkan sedari dulu. Tapi mengapa baru sekarang Anastasia bisa merasakannya. Tapi tak apa, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
#Rumah Sakit
Aldi menatap penuh penyesalan ke arah Zahra yang masih bersimbah darah. Pikirannya tidak tenang dan ia masih belum bisa memaafkan Ayahnya sendiri. Mengapa ia begitu kejam terhadap gadis ini. Air mata itu menetes lagi tanpa disadari. Ia tidak mampu membayangkan apa yang akan terjadi ketika orang tua Zahra mengetahui kondisi putrinya.
Ditatapnya dalam-dalam gadis di hadapannya itu, tangannya sibuk menggenggam ponsel, ia hendak memberi kabar tentang kondisi Zahra pada orang tuanya, namun diurungkan niatnya itu sembari berpikir.
Ia benar-benar tidak sanggup membayangkan kepanikan yang akan terjadi ketika Ummi dan Abi Zahra mengetahui peristiwa ini. Apakah Ayahnya akan dituntut karena telah melakukan tindak pidana kekerasan?
Tidak! Ia tidak bisa melihat Ayahnya di penjara atas kesalahannya. Lalu bagaimana? Kondisi Zahra begitu kristis, dokter menyatakan bahwa Zahra kehabisan cukup banyak darah. Keluarganya harus mengetahui hal ini.
Tidak sanggup ia berpikir, dihempaskan ponselnya itu ke lantai, Aldi pun mengusap wajahnya kasar lalu keluar ruangan tanpa sebuah kata-kata. Ia berjalan cukup cepat menuju kamar di mana Ibunya dirawat, matanya pun semakin tajam melihat seorang laki-laki paruh baya duduk termangu di depan ruangan itu saat ia sampai.
Dihampirinya laki-laki itu dengan sejuta keberanian.
"Ayah!" Seru Aldi membuat Pak Arya menatapnya sebentar lalu ia kembali ke posisi semula.
"Ayah, Zahra? Apa Ayah sadar yang Ayah perbuat ke Zahra itu udah berlebihan! Gimana cara kita kasih tau ke Orang tuanya?" Tanya Aldi terlihat cukup marah terhadap Pak Arya.
Tak ada jawaban dari Pak Arya, ia masih diam dengan pikirannya sendiri.
"Ayah! Ayah denger Aldi nggak sih? Ayah hampir aja ngebunuh Zahra! Kalau dia mati gimana?" Tanya Aldi cukup serius membuat Pak Arya menatapnya tajam. Nyali Aldi ciut dengan tatapan itu.
"Ayah, Zahra kehilangan banyak darah." Ucap Aldi lagi mulai mengecilkan volume suaranya.
"Zahra! Zahra! Zahra! Ayah tidak kenal dia! Ayah tidak peduli dia mau hidup atau mati! Coba kamu lihat Ibumu di dalam sana!" Perintah Pak Arya sembari menunjuk sosok wanita di dalam sebuah ruangan itu dengan jari telunjuknya.
Aldi menatap ke arah yang ditunjuk oleh Pak Arya. Dilihatnya kondisi Ibu yang semakin kritis, ia bahkan tidak pernah bertanya apa penyakit Ibunya itu.
"Gara-gara gadis itu Ibumu jadi seperti ini! Gara-gara dia Ayah tidak pernah bisa menghabiskan waktu bersama Ibumu lagi! Ayah tidak akan pernah memaafkan gadis itu jika terjadi sesuatu pada Ibumu!" Tutur Pak Arya sembari menyeka air matanya.
"Ibu sakit apa, Yah?" Tanya Aldi ikut bersedih dengan kondisi Ibunya itu.
"Aritmia." Ucap Pak Arya sembari tertunduk lagi, ia begitu sedih sampai ia bahkan tidak mampu mengangkat kepalanya sendiri.
"Apa yah? Aritmia?" Tanya Aldi sedikit terkejut dengan ucapan Ayahnya.
"Dokter bilang, Ibu membutuhkan donor jantung dengan cepat. Agar kondisinya jadi normal." Ucapnya terbata. Sakit sekali ketik Aldi mendengar ucapan Ayahnya. Air matanya mulai turun lagi, namun ditepisnya air mata itu. Berlarilah Aldi menyusuri lorong rumah sakit.
Sesampainya di luar, Aldi menutup kedua matanya, ia menarik nafas panjang dengan sangat hati-hati. Dirasakannya sesak dada itu, Ibunya menderita Aritmia? Sejak kapan?
Di sisi lain, ada Zahra yang entah dirinya harus berbuat apa. Aldi duduk di sebuah kursi di depan rumah sakit. Ditatapnya bintang dan bulan yang menyinari malam. Hal tersebut bahkan tidak mampu membuat hatinya tenang.
Entah apa yang terjadi pada hidupnya, ia memang bersalah karena telah memprovokasi Ayahnya untuk membenci Zahra, tapi di sisi lain Tuhan memberinya balasan yang begitu cepat atas ulahnya. Ibunya sebagai korban dari keegoisannya. Tuhan, Aldi minta maaf..
#Just Info Guys
Aritmia adalah penyakit yang menyerang sistem pernapasan utamanya jantung. Gejala yang akan ditimbulkan bagi penderitanya adalah detak jantung yang tidak normal seperti misalnya terlalu cepat atau terlalu lambat. Aku baru denger juga sih, penyakit ini. Makanya aku minta maaf kalo salah info yee guys...
___________~°-°~___________
Jangan lupa vote dan komentar, jika ada kritikan dan saran bisa langsung ketikkan di kolom komentar atau bisa langsung kirimkan pesan pribadi
TERIMAKASIH
KAMU SEDANG MEMBACA
Grief for Zahra's life (On Going)
Teen FictionSeorang gadis SMA alumni pondok pesantren yang dikenal sangat cantik dengan mata indahnya dan suara lembutnya yang selalu terdengar merdu, dibaluti hijab syar'i yang menjadi ciri khasnya tersendiri. Tanpa sengaja mencintai seorang guru yang telah be...