Zahra [ Bab 59 ]

78 5 0
                                    

Selamat Membaca....






Anastasia masih menatap pasi ke atap kamarnya. Matanya menyiratkan kedukaan yang cukup mendalam atas pernikahan Zahra dan pak Arya. Zahra tidak pantas bersanding bersama orang itu di usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun.

Perbedaan usia yang cukup jauh memang membuat Anastasia begitu terkejut hingga kakinya tak berani untuk menapak lagi. Anastasia masih sadar hanya saja kelemahan dari otot tubuhnya sedikit berkurang tatkala melihat sahabatnya terduduk bersebelahan bersama seorang guru di sekolahnya.

Perasaan bersalah mulai menyusup ke dalam hati Anastasia membuat sebuah mimpi buruk kian memainkan perannya.

Mengapa dirinya tidak berterus terang kepada Zahra saat itu jika Zahra itu harus meminta pertanggungjawaban kepada Angga bukan pak Arya. Jika dirinya tau ini akan terjadi maka ia tidak akan pernah meminta Zahra untuk menentukan pilihannya sendiri.

Angga datang bersama mama dengan segelas susu. Anastasia tidak menyadari kedatangan keduanya. Ia masih sibuk menatap ke arah atap kamarnya. Ia tidak percaya jika takdir Zahra harus seperti ini. Ia masih tidak percaya jika Zahra bisa menuduh pak Arya sebagai pelakunya.

Anastasia tidak yakin jika pak Arya telah melakukan hal tersebut pada Zahra. Pasalnya Zahra tidak pernah mengatakan apapun padanya tentang seseorang yang tengah ia kagumi. Anastasia tidak pernah mengira jika selama ini Zahra telah menyimpan sebuah perasaan untuk guru itu.

"Nas." ucap Angga dengan nada yang cukup lembut. Anastasia terkejut lalu dengan cepat dirinya memandangi kedua orang tersebut.

Mama kemudian duduk di salah satu sisi ranjang milik Anastasia sambil tersenyum.

"Lo kenapa tadi?" tanya Angga.

"Nggak papa kok. Gue cuma shock aja ngeliat Zahra nikah sama pak Arya." jelas Anastasia.

"Gue tau lo itu pasti kaget kan. Gue nggak nyangka bisa-bisanya pak tua itu nikah sama Zahra." ucap Angga sembari menggigit giginya pertanda dirinya tengah kesal membayangkan hal itu lagi.

"Gu-gue nggak nyangka, Zahra bakal se-nekat ini, ga!" ucap Anastasia lagi.

"Ini semua salah tua bangka itu, sudah tua juga sukanya gadis. Mana lagi kalau di suruh ceramah tentang agama dia pinter banget lagi, tapi dirinya sendiri belum bener." ucap Angga masih dengan nada bicara yang kurang sabar.

"Hush... jangan seperti itu sama guru sendiri. Mungkin ini sudah jalan takdir Zahra, kita semua hanya bisa mendo'akan agar Zahra bahagia dengan keputusan yang telah ia buat sendiri." tutur mama sambil mengelus dahi putri kesayangannya itu.

"T-tapi tante, Angga..."

"Sudah-sudah, tidak baik membicarakan hal-hal jelek kepada guru sendiri." potong mama saat Angga ingin mengutarakan kekesalannya terhadap pak Arya.

Angga masih belum bisa menerima jika Zahra harus menikah dengan pak Arya. Ia masih tidak bisa mengikhlaskan Zahra bersanding dengan pak Arya. Rencananya dengan Rizal gagal total.

Belum sempat memiliki namun sudah dihempaskan ke bumi. Rasanya ingin mencaci maki namun apalah daya dirinya tak kuasa. Akhirnya hanya bisa membenci.

Mama menatap sayup ke arah Angga kemudian dengan segera bangkit dari duduknya lalu berlalu pergi meninggalkan kedua remaja itu.

"G-gue nggak nyangka kalo si Zahra nikah sama guru kita sendiri." ucap Anastasia sedikit membaik dari shock-nya.

"Gue juga nggak percaya kalo guru itu juga suka sama si Zahra!" ucap Angga geram.

Anastasia terdiam. Mengapa semuanya penuh teka-teki?

Apakah benar pak Arya yang telah membuat Zahra hamil? Kalau memang benar, apakah pak Arya diam-diam menyimpan rasa kepada Zahra selama ini? Kalau itu salah, lalu mengapa Zahra menuduh pak Arya sebagai pelakunya? Apakah Zahra menyukai pak Arya? Tapi selama ini Zahra hanya mengagumi Angga.

Ya Allah memikirkan semua itu membutuhkan tenaga yang cukup ekstra. Anastasia menutup matanya sembari memikirkan tentang hal tersebut dengan penuh tanda tanya yang cukup besar.

#Zahra POV

Zahra masih terduduk dalam lamunannya. Hari ini adalah hari yang cukup bersejarah bagi kehidupan Zahra. Ini awal dari takdir yang telah ia pilih. Entah ini akan membuatnya bahagia atau sebaliknya.

Zahra menangisi kejadian tadi siang, saat dirinya harus mendekati ummi dan abi yang masih bercucuran air mata mendapati putri semata wayangnya menikah di usia muda.

Perasaan kecewa menyelimuti hati ummi dan abi tatkala melihat putrinya tersebut mencium tangan kedua orangtuanya dengan perasaan yang campur aduk.

Zahra menatap mata ummi yang telah ia buat kecewa, ia pun menatap wajah abi yang selalu menyemangatinya saat Zahra tengah terpuruk. Wajah-wajah menenangkan itu tidak akan hadir setiap hari lagi untuk menyambutnya.

Zahra memegang dadanya sejenak lalu melihat sederet luka di sana dengan pahatan rasa sakit yang cukup mendalam.

Ia tidak bisa membohongi perasaannya. Zahra mencintai pak Arya, namun ia juga tidak ingin membuat orangtuanya kecewa. Hari ini saat ia mencium tangan umminya ia benar-benar menjadi putri yang paling durhaka.

Ia telah berani membuat air mata kesedihan menetes di pipi indah ummi. Abi yang sebelum ini tidak pernah tertunduk malu dan selalu berwibawa, kini harus menundukkan pandangannya di hadapan pak Arya.

Malu, ini sungguh sangat memalukan bagi keluarga Zahra. Namun, Zahra harus melakukan ini semua. Demi cintanya kepada pak Arya.

Sekali lagi aku katakan, ini bukanlah cinta!

Semua pihak merasakan sakit yang luar biasa atas perjodohan ini. Yang paling merasakan sakitnya adalah Riana. Dia perempuan tegar yang mau membagi suaminya untuk Zahra. Dialah yang paling tersakiti saat pelaksanaan ijab kabul tadi.

Walau terlintas senyum di pipi merahnya, Zahra tau dan Zahra sadar jika Riana sedang menenggak luka yang cukup pahit dalam hatinya.

"Zahra sayang ummi!" ucap Zahra sambil mengusap air matanya.

Ia masih mengenakan baju yang ia kenakan tadi siang saat acara ijab kabul. Ia terduduk di sebuah ranjang empuk milik pak Arya. Atau bisa dikatakan ranjang itu adalah milik pak Arya dan juga Riana. Namun, mulai hari ini ranjang tersebut telah menjadi milik Zahra. Ya... tentunya bersama pak Arya.

Riana telah memilih untuk tidur di kamar tamu di bagian paling belakang rumahnya. Ia tidak ingin menggangu kehidupan suaminya dengan istri barunya.

"Aku sudah lama hidup bersama suamiku, aku sudah sering merasakan cinta dari suamiku. Tapi Zahra? dia baru saja masuk dalam kehidupan suamiku, dirinya belum pernah merasakan kasih sayang dari suamiku. Maka dari itu, aku tidak akan pernah menggangu kehidupan rumah tangga mereka berdua, walau aku juga istri sah dari suamiku." pikir Riana.

Sungguh mulia sekali hati Riana, pak Arya cukup beruntung memiliki istri seperti Riana. Tidak salah jika pak Arya sangat mencintai Riana. Berkat kebesaran hati Riana, Zahra bisa dipersatukan dengan pak Arya dalam hubungan yang halal.

Tapi yang perlu digarisbawahi adalah perempuan tetaplah perempuan, ia tidak akan pernah ikhlas jika harus membagi cintanya, walau lisannya mengatakan "Ya" belum tentu hatinya mengucapkan "Aku ikhlas."






















__________~°-°~__________

Jangan lupa vote dan komentar, jika ada kritikan dan saran bisa langsung ketikkan di kolom komentar atau bisa juga langsung kirimkan pesan pribadi
TERIMAKASIH

Grief for Zahra's life (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang