Selamat Membaca....
Pagi itu Angga berjalan menyusuri koridor sekolah. Ia berjalan cukup pagi saat itu karena ada beberapa pekerjaan rumah yang belum ia selesaikan malam tadi. Ia berniat untuk mengerjakannya di sekolah setelah semalaman memikirkan tentang Zahra.
Ia sangat menyayangkan dengan apa yang telah terjadi. Perasaan marah, sedih, kecewa atas segala takdir yang telah digariskan untuk pujaan hatinya itu sangat membuatnya terpukul.
Sampai pagi tadi ia masih membayangkan paras rupawan milik Zahra. Impiannya untuk memiliki gadis manis itu hanyalah bualan semata. Hanya harapan yang tidak akan pernah menjadi mungkin. Ingin rasanya ia berteriak di hadapan guru matematika itu lalu memukulnya dengan beberapa hantaman agar amarahnya reda.
Namun, walaupun dirinya melakukan hal tersebut, ia tidak akan pernah bisa memiliki Zahra. Zahra kini telah menjadi milik orang tua itu.
"Aghhhhh"
Angga mengerang kuat lalu mengusap wajahnya kasar. Kesal akan takdirnya yang belum sempat memiliki Zahra dan memutuskan untuk menyimpan dendam terhadap guru tersebut. Itu yang tengah terjadi pada Angga saat ini.
Ia masih berjalan dan hendak memasuki ruang kelasnya, namun tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang hingga dirinya terhempas kuat dan terpeleset. Mengingat lantainya yang cukup licin ditambah lagi sepatu yang ia kenakan sangatlah licin.
Angga yang tersadar lantas bergegas menatap seseorang yang telah berani membuatnya terjatuh. Di hadapannya terpajang jelas sosok laki-laki yang amat gagah tengah berdiri menatap ke arahnya tajam dengan sorot mata yang terlihat tidak sabaran.
Angga melihat melihat Septa yang masih terlihat amat sangat marah. Belum sempat ia bangun dari posisinya, Septa langsung menarik kerah Angga kasar.
"Apa-apaan sih lo?" teriak Angga sembari berusaha untuk melepaskan genggaman Septa dari kerah bajunya. Septa terdiam sambil masih menatapnya penuh amarah.
"Lo pikir gue udah lupa sama kejadian itu?" ucap Septa sedikit berteriak.
"Apaan?" tanya Angga tidak mengerti dengan ucapan Septa.
"Kejadian dimana lo ngerebut kesucian Zahra. Dan lo tau sekarang Zahra ada dimana?" tanya Septa emosi. Angga tidak menjawab pertanyaan itu.
"Gara-gara keegoisan lo sendiri, Zahra yang harus nanggung semua beban, tau nggak sih lo?!" seru Septa lagi sembari menarik-narik kerah baju Angga. Angga tidak membalas dan hanya terdiam kerahnya ditarik oleh Septa.
"Lo pikir dengan lo ngerampas kesucian Zahra, lo bisa dapetin dia seutuhnya? Gila lo?" ucap Septa marah.
"Sep, lo dengerin gue dulu!" seru Angga mencoba untuk menenangkan Septa yang amarah. Septa menghempaskan tangan Angga lalu menarik kerahnya lagi.
"Nggak ada yang perlu diomongin! gue bakal kasih tau kebenarannya sama semua orang! Dan lo?! Lo yang harus bertanggungjawab atas segala kesengsaraan Zahra dan pak Arya?!" seru Septa masih dengan nada bicara yang tidak terkontrol.
"Gue nggak ngelakuin apapun sama Zahra. Dan kalo gue tau ini bakal terjadi, gue sendiri yang bakal tanggungjawab atas kehamilan Zahra! Gue nggak sudi Zahra harus satu atap sama kakek itu?! Lo pikir gue suka gitu ngeliat Zahra harus nikah sama kakek tua itu?!" dengus Angga sedikit kesal atas ulah Septa.
Septa yang mendengar ucapan Angga hanya bisa terdiam lalu melepaskan tangannya dari kerah baju milik Angga.
"Dengerin gue, Sep! Gue itu sayang sama Zahra. Gue nggak bakal pernah rela kalo Zahra harus hidup sama si tua bangka itu, apalagi kita tau, kalo pak Arya sudah punya istri. Gue nggak pernah mau ngeliat Zahra menderita." tutur Angga mencoba membuat Septa tenang.
"Waktu itu? malam itu?! Lo masih bertanya-tanya tentang malam itu? Gue kasih tau nih ya! Gue nggak ngelakuin apapun ke Zahra. Gue bahkan belum sempet buat nyentuh dia. Dia masih suci! Demi Allah gue berani sumpah kalo Zahra masih suci." ucap Angga lagi membuat Septa semakin tercengang.
"Dan gue nggak tau, kenapa tiba-tiba si Zahra itu bisa hamil. Itu bayi siapa gue ngga tau apa-apa. Lo boleh pukul gue semau lo, lo boleh bunuh gue di sini kalo lo masih ragu sama ucapan gue!" seru Angga mendekati Septa lalu duduk di sampingnya.
"Lo yakin sama ucapan lo?" tanya Septa masih ragu. Angga mengangguk mantap pertanda ia yakin dengan ucapannya tadi.
"Bisa jadi kalo bayi yang di dalam kandungan Zahra itu beneran bayi pak Arya. Tapi..." kata-kata Angga terhenti. Septa melihat ke arahnya seakan tengah bertanya-tanya. Apa yang sedang dipikirkan oleh Angga?
"Tapi kenapa?" tanya Septa pelan.
"Tapi gue masih ragu kalo bayi itu milik pak Arya. Kalo bayi itu beneran milik pak Arya, berarti selama ini Zahra dan pak Arya punya hubungan istimewa. Dan kalaupun itu bukan bayi milik pak Arya, lantas bayi siapa di dalam kandungan Zahra itu?" pertanyaan yang tiba-tiba muncul dalam benak Angga membuat Septa semakin terperanga mendengarnya.
Ia tidak mampu menganalisa ketika otaknya sedang genting. Ia tidak bisa berpikir jernih kala itu.
"Dan lo tau nggak?" sambung Angga mencoba menyatakan argumennya.
"Tau apa?" tanya Septa penasaran dengan kata-kata Angga selanjutnya.
"Pernikahan keduanya dilakukan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Acaranya juga tertutup. Kaya ada yang aneh gitu di dalam acara ijab kabul pernikahan pak Arya dan Zahra." ucap Angga mengutarakan perasaannya.
"Aneh gimana?" tanya Septa yang masih tidak mengerti dengan ucapan Angga.
"Janggal gitu. Pas acara ijab kabul, kedua belah pihak keluarga, terlihat tidak senang. Hanya Zahra yang terlihat cukup gembira dengan pernikahan ini. Bahkan Anastasia hampir mau pingsan. Dia...." sekali lagi ucapan Angga terhenti yang membuat Septa semakin penasaran.
"Dia kenapa?" tanya Septa.
"Anastasia kaya yang nyembunyiin sesuatu atas pernikahan ini. Anastasia pasti tau semua tentang segalanya. Termasuk tentang ayah bayi yang sedang dikandung oleh Zahra." ucap Angga.
"Bener! Apalagi Zahra dan Anastasia itu temen deket. Nggak mungkin Anastasia nggak tau tentang hal ini." ucap Septa mencoba untuk mencari jalan keluar atas kasus Zahra.
"Gimana kalo nanti kita tanya yang sebenernya sama Anastasia." ucap Angga penuh semangat.
"Gue setuju. Pulang sekolah nanti, kita akan tanya semuanya tentang kasus ini. Keterlaluan!" umpat Septa yang masih tidak terima dengan pernikahan Zahra dan pak Arya.
Pasalnya Zahra adalah gadis polos dan lugu. Ia tidak mungkin melakukan hal-hal yang melanggar dari ajaran agamanya. Ia sangat memegang teguh agamanya.
Ia tidak mungkin melakukan hubungan terlarang bersama gurunya sendiri. Masih ada yang janggal dalam kasus ini. Apa yang tengah terjadi?
Septa mencoba untuk menerka-nerka untuk mencari tentang kebenarannya. Septa yakin jika Anastasia punya jawaban atas semua pertanyaannya ini.
____________~°-°~____________
Jangan lupa vote dan komentar, jika ada kritikan dan saran bisa kalian ketikkan di kolom komentar atau bisa langsung kirimkan pesan pribadi
TERIMAKASIH
KAMU SEDANG MEMBACA
Grief for Zahra's life (On Going)
Fiksi RemajaSeorang gadis SMA alumni pondok pesantren yang dikenal sangat cantik dengan mata indahnya dan suara lembutnya yang selalu terdengar merdu, dibaluti hijab syar'i yang menjadi ciri khasnya tersendiri. Tanpa sengaja mencintai seorang guru yang telah be...