Zahra [ Bab 78 ]

60 5 2
                                    

Selamat Membaca....







"Riana kamu nggak papa, sayang?" Tanya Pak Arya yang panik melihat istri tercintanya terbaring lemah di kasur.

Pak Arya terpaksa pulang lebih awal hari ini karena dirinya mendapat kabar dari Aldi jika Riana tiba-tiba pingsan.

"Aku nggak papa kok, mas. Kamu jangan khawatir ya." Balas Riana menggenggam tangan suaminya itu lembut.

"Ibuk bohong, pak!" Seru Aldi yang tiba-tiba masuk. Pak Arya dan Riana memperhatikan langkah Aldi.

"Tadi Ibuk pingsan dan yang tau kejadian awalnya cuman cewek itu." Ucap Aldi memasanga wajah kesal.

"Siapa?" Tanya Pak Arya sedikit tidak mengerti.

"Siapa lagi kalo bukan si cewek sialan itu!" Seru Aldi terlihat tidak senang.

"Kamu nggak boleh gitu, kalo nggak ada Zahra tadi, ibuk nggak tau harus apa-apa lagi." Jelas Riana sedikit marah mendengar ucapan putra semata wayangnya itu.

Sedari awal dia memang sudah mengetahui jika Aldi tidak menyukai Zahra. Hanya saja ia menganggap hal itu biasa karena memang datangnya Zahra ke rumah itu secara tidak wajar.

"ZAHRA!" Sentak Pak Arya mengejutkan keduanya. Zahra yang sedang berada di dapur juga ikut tersentak mendengar teriakan Pak Arya.

"Kapan Pak Arya datang?" Ucapnya dalam hati, namun ketika didengarkan lagi, suara Pak Arya seperti seseorang yang sedang sangat marah. Karena tidak ingin membuat Pak Arya marah padanya, Zahra pun langsung beranjak dari posisinya dan langsung pergi ke kamar di mana suara itu berasal.

"I-iya Pak?" Tanya Zahra setelah sampai. Pak Arya, Riana, dan Aldi menatap ke arah Zahra hampir bebarengan.

"Sini kamu!" Ucap Pak Arya sambil melambaikan tangannya menyuruh Zahra masuk.

"A-ada apa, Pak?" Tanya Zahra gugup, matanya melirik ke arah Riana yang tampak tidak berdaya.

"Ada apa dengan istri saya waktu itu?" Tanya Pak Arya menatap tajam ke arah Zahra. Aldi yang melihat tatapan tak sedap Pak Arya pada Zahra hanya bisa tersenyum puas.

"Ta-tadi, itu anu..."

"Lo bisa ngomong nggak sih?" Tanya Aldi yang memang sedari tadi sudah gemas melihat Zahra yang begitu lembut.

Aldi merasa Zahra adalah orang paling munafik yang pernah ia jumpai. Menurut Aldi, Zahra berlagak sok polos agar sifat aslinya tidak terlihat sama sekali.

"Aldi..." Ucap Riana terlihat sangat lemah sekali. Ia ingin membela Zahra hanya saja saat itu ia tidak mampu untuk berkata banyak.

Pak Arya masih menunggu jawaban Zahra, dengan tatapan tajamnya itu Zahra dibuat canggung dan gugup.

"Mas udah, aku nggak papa. Aku cuma kecapekan aja. Masa kamu nggak percaya sama aku?" Tanya Riana mencoba untuk mengalihkan pembicaraan karena ia tidak nyaman melihat Zahra yang begitu sangat canggung atas tatapn suaminya tersebut.

"Zahra, kamu lagi masak kan?" Tanya Riana sambil tersenyum simpul. Zahra hanya menjawab dengan anggukan saja karena memang dirinya tidak tau harus berkata apa.

"Ya sudah kalo gitu, mbak lagi pengen nasi goreng buatan kamu. Kamu bisa buatin kan buat mbak?" Tanya Riana masih dengan senyumannya. Aldi dan Pak Arya menyimak pembicaraan itu dengan wajah datar.

"I-iya mbak." Balas Zahra pelan lalu dengan sangat hati-hati ia membalikkan badan dan berniat untuk pergi ke dapur.

"Jangan lo racunin tu makanan ya!" Seru Aldi membuat Riana, Zahra dan Pak Arya terkejut. Riana yang mendengar itu secara spontan langsung memukul lengan putranya sedikit keras.

Pak Arya tidak melakukan reaksi apapun. Sedangkan Zahra langsung berlari mendengar ucapan Aldi yang memang sangat menyakitkan baginya.

Aldi bagai musuh terbesar bagi Zahra. Ia seperti tidak menginginkan kehadiran Zahra sama sekali. Seringkali dirinya membuat Zahra sakit hati. Namun, apalah daya. Zahra sendiri pun tidak mampu membela dirinya sendiri. Ia benar-benar tidak mampu. Alhasil, Zahra selalu menangis setelah bertemu dengan  Aldi.

~~~

Wajah Septa begitu kusam, tak ada gairah lagi dalam dirinya. Ia telah memutuskan hubungannya dengan Anastasia.

Selepas pulang sekolah pun, ia masih berpapasan dengan gadis itu. Namun, ia tidak berani menyapanya dulu. Untuk memulai kontak matapun tak ia lakukan.

Pikirannya masih kacau tak beraturan. Belum percaya dirinya jika ia yang harus memutuskan hubungan yang dulu ia idam-idamkan.

Sesampainya di tempat kos-nya. Septa langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Ia melihat ke arah langit-langit tempat kosnya itu. Pandangannya mulai kosong, pikirannya tak tertolong.

Ia kembali lagi menjelajahi masa di mana ia mulai mencintai gadis cantik itu. Kenangan-kenangan indah bersama Anastasia tak mampu ia senyapkan sejenak dalam pikirannya.

Ia berusaha untuk menghapusnya semampu yang ia bisa. Namun, gagal. Semuanya gagal.

Kenangan itu benar-benar telah melekat dalam hatinya bahkan dalam hidupnya. Ia tidak mampu mengontrol emosinya hari ini.

Gadis itu adalah siksa bagi orang yang telah menyia-nyiakannya. Anastasia bagai bayangan yang menyelinap masuk ke dalam hati Septa. Bahkan dirinya tidak mampu mengehentikan bayangan itu mengendalikan dirinya.

Septa yang tidak bisa mengendalikan emosinya pun langsung bangun dari tempat tidurnya dan memukul tembok di sebelahnya dengan satu kepalan tangan secara berulang.

"Gue sayang elo, Nas. Gue maunya elo! Tapi gue egois dong kalo gitu!" Ucapnya sembari masih memukul-mukul tembok.

Tangannya terluka akibat ulahnya sendiri, bahkan tembok yang ia pukul pun telah berubah warna menjadi merah dikarenakan darah yang mengalir segar dari tangan Septa.

"Gue nggak bisa tanpa elo. Tapi elo bisa tanpa gue. Sialan!" Dengusnya kesal. Ia masih tidak sadar tangannya menderita kesakitan.

Setelah dirasa cukup, ia mulai perlahan sadar bahwa tangannya sakit akibat pukulan itu.

Ia membalikkan badanya dan mulai duduk sambil menyandarkan diri di tembok tadi. Rambutnya berantakan, matanya merah, tubuhnya lemas. Dan perlahan-lahan air mata mulai mengalir begitu saja.

Tampak dalam mata laki-laki itu kekecewaan yang begitu mendalam. Dirinya hancur, dan kehancuran itu diakibatkan oleh dirinya sendiri.

Ruangan yang sedikit gelap pun semakin mempertegas luka yang dialami oleh laki-laki ini. Ia benar-benar terluka oleh ucapan yang ia ucapkan sendiri.

Ia yang mengukir luka itu sendiri. Ia tidak akan pernah mampu tanpa Anastasia. Anastasia adalah satu-satunya perempuan yang mampu membuat hati seorang Septa luluh. Anastasia adalah cinta pertama bagi Septa.

Septa bukan anak laki-laki yang lemah, hanya saja ia kesulitan untuk mengontrol emosi yang membuatnya jatuh.

Ia mencintai Anastasia, tapi ia tidak bisa memastikan bahwa Anastasia bahagia bersamanya. Maka dari itu ia memutuskan hubungannya dengan Anastasia.

Air mata Septa terus mengalir, tatapannya kosong, pikirannya benar-benar hancur saat ini. Dirinya tidak mampu untuk berkata apa apa lagi. Tubuhnya begitu lemah, dirinya benar-benar tidak mampu untuk kembali ke sekolah esok hari.














___________~°-°~___________

Jangan lupa vote dan komentar, jika ada kritikan dan saran bisa langsung ketikkan di kolom komentar atau bisa langsung kirimkan pesan pribadi
TERIMAKASIH

Grief for Zahra's life (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang