Laut biru, suatu tempat di mana rahasia terkubur oleh waktu. Meski genangan partikel cair itu terlihat tenang, bukan berarti tak ada yang terjadi di sana, justru karena ketenangan dan kesunyian itulah yang menyebabkan kewaspadaan ketika sesuatu terjadi secara tiba-tiba—hal yang mereka sebut rahasia.
Hari ini pengangkatan artefak yang seminggu lalu ditemukan keberadaanya di dasar laut, kisaran kedalamannya kurang lebih 23 meter dibawah permukaan. Seorang penyelam asing asal negeri seribu kuil, mengabadikan foto ketika ia menemuka benda berbentuk seperti pedang yang perkiraan dibuat dari abad pertengahan.
Hal itu sempat menjadi buah bibir di media sosial, membuat para peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh. Mereka bahkan juga menemui penyelam non-domestik tersebut untuk meminta kejelasan apakah potret bawah laut yang dia unggah beberapa waktu lalu memang benar, atau tipuan belaka hanya untuk mencari perhatian di internet.
Sembari menunggu para rekan mempersiapkan segala hal yang akan dibutuhkan saat misi penyelaman, seorang lelaki tengah berdiri di pinggir pantai memandangi gelombang ombak air lautan tersebut, ketimbang ketinggian, ia lebih khawatir akan lautan. Bagaimana jika dirinya tenggelam dan tidak ada yang menyelamatkan. Pikiran random itu pun sirna ketika seseorang beratribut angkatan laut datang tergopoh-gopoh, "Andrew River, sampai kapan kau akan menunggu di sana?"
Yang dipanggil berbalik, "Apa sudah selesai?"
"Ya, segeralah bersiap. Kau... tidak punya phobia laut kan?" Pria berseragam itu bertanya agak menyindir.
Andrew mendengus mendengarnya, "Tidak, hanya kurang suka."
"Hmm, semua orang juga begitu. Laut adalah bencana, tapi kau pasti akan takjub dengan keindahan di dalam sana."
---
"Hey, lihat yang ku temukan di internet. Mereka menemukan hiu megalodon, perkiraan mereka tinggal di kedalaman 11 kilo meter dibawah permukaan laut, ada yang menyebut palung marianalah rumah mereka. Memang beritanya belum jelas, tapi aku percaya kalau binatang purba berbobot ratusan ton itu masih hidup di sana," Liza bercerita semangat seraya terus menunjukkan potret-potret buram yang didapat dari sebuah artikel mengenai hiu megalodon, binatang purba yang diperkiaran berukuran puluhan meter.
Andrew hanya melirik sekilas, lantas kembali menyandarkan kepala ke jendela kapal. Saat ini transportasi air itu memang sudah berjalan menuju lokasi ditemukannya artefak bersejarah yang viral di media sosial.
Walaupun hanya melihat respon lirikan dari lawan argumennya, Liza masih tak peduli. Ia tetap bercerita, seraya membaca artikel lain di ponselnya, "Atau kau tahu kabar tentang siren? Katanya mereka juga masih ada sampai sekarang. Tapi tidak ada yang pernah tahu rumah siren, aku juga menduga makhluk mitologi itu berasal dari palung. Ada banyak hal tersembunyi di dalam sana yang belum kita tahu."
"Ya.." Lagi-lagi hanya begitu balasannya, beruntung kali ini Andrew sedikit bersuara, membuat Liza tersenyum lebar.
Merasa ditanggapi, Liza bercerita semakin jauh, "Kau tahu siren 'kan? Ada yang bilang mereka bisa berbicara dengan bahasa manusia dari negara manapun, karena otak mereka mampu menerjemahkan kosa kata dan mengucap secara langsung. Tapi katanya juga, kalau kita bertatap mata dengan siren, bisa jadi gila. Tapi tak peduli, andai ada kesempatan, aku sangat ingin bertemu dengan salah satunya."
Kali ini Andrew benar-benar menanggapi, tapi nada bicaranya sangat datar dan dingin, "Masih ada saja yang percaya mitos, selagi saat ini para orang cerdas berlomba membuat pesawat mengelilingi alam semesta."
"Andy, kau ini mengejekku ya..." Rengek Liza kesal. Hanya saja Andrew lebih sebal saat gadis itu memanggilnya dengan nama kecilnya dulu.
Lelaki itu mendorong kasar kepala Liza sampai terhuyung, "Benar kan? Dari kecil kau sudah mengoleksi buku-buku dongeng dan mitologi, sampai dewasa pun bekerja di tempat penelitian artefak kuno yang sering membahas sesuatu berkaitan dengan cerita kuno. Sebenarnya tujuan hidupmu itu apa, arkeolog Elizabeth?"
Liza merapikan tatan rambutnya sambil menggerutu, "Ish! Menyebalkan sekali. Tujuan hidupku itu sederhana, yaitu mengenang masa lalu agar tak tenggelam dalam alur waktu," ujarnya seraya bersikap sok puitis.
Andrew tertawa ringan, seraya membalas, "Masa lalu tidak untuk dikenang, hanya untuk memberi pelajaran supaya kita tak melakukan kesalahan yang sudah pernah terjadi sebelumnya."
"Hei hei hei kalian berdua jangan sibuk berkencan. Kita ini sedang bekerja," celetuk seorang lelaki yang berpakaian acak dan berantakan. Di kedua tangannya terdapat roti gandum, lalu sebelahnya ada secangkir kopi.
Liza menatapnya miris, lelaki di hadapannya itu sebenarnya tampan setara dengan Andrew, tapi kelakuannya sangat jorok dan berantakan. Apa gunanya punya wajah mendukung kalau sikapnya seperti itu, "Lalu kau pikir bagaimana dengan dirimu sendiri tuan Joseph?"
Joseph menunjuk dirinya sendiri, "Aku? Hmm, kau mau sarapan nona Elizabeth?"
"Ini sudah pukul sebelas siang, mandi sana, bau sekali," gerutu Andrew seraya beranjak pergi ke kabin kapal.
"Tidak perlu, nanti saja sekalian diving."
"Mencemari air laut yang suci!"
---
Andrew termenung di pembatas kapal, sesekali menguap lelah.
Tuk tuk. suara ketukan dari bawah membuatnya mengalihkan atensi. Dia segera berjongkok dan melengokkan kepala ke bawah.
Sepersekian detik, Andrew terlonjak ke belakang sambil berteriak kaget. Beberapa awak kapal pun mendatanginya dengan panik dan menanyakan apa yang terjadi.
'Yang ku lihat tadi, mata orang lain atau bayanganku sendiri?'
To be continued...
Miyawaki Sakura
As
Elizabeth Rompero/ Liza
(Archaeologist)Hwang Hyunjin
As
Samuel Joseph
(Archaeologist)
KAMU SEDANG MEMBACA
History Song Of The Sirens [] Lee know
Viễn tưởngCOMPLETE Tatapan mata anggun bersiluet biru kehijauan seperti samudra, ekornya mengkilap layaknya timbunan emas diantara bebatuan karang, surainya hitam legam segelap malam. Sekalipun digambarkan sebagai sosok yang rupawan nan menawan, makhluk itu t...