_30 Mom, I Can't Handle

317 102 5
                                    

"Aku menghubungimu dari semalam, tapi tidak diangkat!"

Andrew menutup sebelah telinga saat mendadak suara nyaring Peter dari speaker ponsel menembus kedua lubang telinganya, "Sekarang aku sudah di ibu kota, semalam ponsel ku matikan karena sedang di pesawat. Ada apa?"

"Pastinya sudah tahu 'kan kabar hilangnya siren itu?" Ia bertanya penuh ejekan, "Aku curiga padamu, karena sebelumnya kau mengatakan hal aneh-aneh mengenai siren itu."

Lelaki itu tertawa menanggapi, "Lalu kau pikir aku nekat menculiknya?"

"Sisik emas yang kau temukan itu sudah jelas miliknya," sahut Peter menggantungkan kalimat.

"Jadi?"

"Kau menculiknya karena tertarik dengan apa yang didapatkan dari pemanfaatan makhluk itu."

"Dasar gila, dari awal ku bilang, kalaupun aku yang menculiknya pasti sudah dilepas bebas ke laut," Andrew mendengus, namun matanya melirik tepat pada seorang gadis yang tengah menonton drama di laptop, ekspresinya berubah-ubah mengikuti alur cerita. Dia sudah mulai kecanduan gawai.

"Jadi benar kau pelakunya? Orang yang melepaskannya ke laut?"

"Kau pikir?! Aku sibuk dengan pekerjaan dan harus terbang kesana kemari, apa sempat mengatasi satu ekor siren besar?" Sea berbalik, sontak melemparkan tatapan tajam. Sementara Andrew hanya bisa tersenyum.

"Ada satu tersangka di sini, belum jelas. Dia anggota oseanograf yang dikenal kaku dan tidak suka mengobrol, kalau begitu apa iya dia pelakunya?"

Andrew langsung bisa menebak jika orang yang di maksud adalah Luke, "Bagaimana pengakuannya?"

"Dia bilang, malam itu jadwalnya lembur, dan dia pulang sebelum peristiwa seluruh CCTV mengarah ke atas hingga setelahnya akuarium pecah, siren menghilang."

"Aku tidak mau peduli dengan hal ini lagi, kalaupun siren itu sudah bebas dan kembali ke laut maka syukurlah. Yang jelas atasanku mengomel, pencarian artefaknya harus terus dilanjutkan, jadi tolong katakan pada Kapten Smith--"

Peter menyela, "Itu juga bukan urusanku, bukan urusan kita. Biarkan saja mereka tetinggi mengatasinya, aku dibuat sibuk karena menghilangnya semua hal berharga itu, atau jangan-jangan si siren dan si artefak ada hubungannya, makannya mereka menghilang."

"Ah, Peter aku tutup dulu ya," jeda Andrew sejenak setelah mengabaikan ucapan si penelepon, "Tapi menurutku, siren itu bukan makhluk biasa... dia setan."

---

"Kalian baik-baik saja kan? Sudah di ibu kota? Sea tinggal di mana? Jual saja sisiknya, dua keping bisa untuk beli rumah."

"Aku di apartemen Andrew, tapi hari ini dia sedang pulang ke rumah ibunya. Dia meninggalkan ponselnya untukku agar bisa menghubungimu," balas Sea usai Luke melontarkan deretan pertanyaan.

Terdengar helaan napas, "Oke, syukurlah. Tapi Sea, sebaiknya kau tidak menghubungiku dalam waktu dekat. Polisi sering menyita ponselku, jadi jangan sekalipun menelepon dulu sebelum aku yang mengabari."

"Baiklah.." Mereka kemudian mengobrol sejenak sebelum Luke mengakhiri panggilan karena Sea tidak tahu caranya. Malam itu, tanpa keberadaan Andrew di sampingnya, Sea terus bermain ponsel hingga larut.

Sementara Andrew kini berada di rumah, dengan sajian lezat khas racikan ibu. Liza sempat datang, tapi ia pulang karena Andrew mengingkari janji akan pulang dalam dua jam setelah mengantar Sea, "Kelihatannya ibu sudah sehat, bahkan bisa memasak sebanyak ini."

Wanita paruh baya itu tersenyum lebar, "Ibu dengar kedua putra tersayang akan pulang malam ini, harus ada sajian istimewa."

"Erick juga pulang?"

"Ya, kata ayah begitu."

Tak lama kemudian, sosok yang dimaksud datang dalam balutan pakaian tidak layak. Kusut sana-sini, "Selamat malam keluargaku!--eh, ada kakak juga di sini, aku tidak menyangka kau pulang secepat ini, bagaimana dengan urusan sir--"

"Diam kau bedebah!" Sahutnya cepat, Andrew khawatir pembicaraan tentang siren itu bocor karena ulah orang bodoh semacam adik tirinya.

Ibu menghela napas, "Untuk kali ini saja, ibu minta kita makan malam dengan tenang dan nyaman selayaknya keluarga biasa. Kalian mau mengabulkannya kan?"

Beberapa jam berlalu, makan malam terasa kaku namun tenang. Andrew segera mencari udara segar di halaman belakang rumah, tapi Erick justru mendatanginya dengan senyum jahil, "Bagaimana nasib makhluk itu? Orang-orang di gedung pasti kalang kabut."

"Aku sudah melepasnya ke laut," bohongnya.

Erici tertawa sembari menyandarkan punggung ke dinding, "Hmm, sebenarnya bayaran yang kau berikan pada mereka kurang, aku juga mau protes, tapi karena kau sudah berbaik hati melepaskanku dari bui, maka aku tidak akan minta apa-apa lagi. Aku juga berhasil membujuk teman-temanku untuk tidak memerasmu, lagipula mereka takut dengan para orang penting."

"Karena urusan kerja sama kita sudah selesai, jangan terlalu sering bicara denganku."

Andrew bergegas menuju ruang tengah, langkahnya terhenti saat melintasi kamar sang ibu, rupanya wanita itu sempat memergokinya, "Kalian mengobrol, ibu senang sekali."

"Ibu, aku mau tanya sesuatu," Andrew akhirnya masuk ke kamar ibunya, dan langsung menuju meja kecil di sudut ruangan yang penuh buku cerita. Ia membaca salah satu judul buku 'The Werewolf', "Apa yang akan kau lakukan jika bertemu manusia serigala yang butuh bantuan."

Kegiatan ibu melipat baju sontak terhenti, "Kenapa tiba-tiba?"

"Jawab saja bu."

Wanita itu tersenyum singkat, "Ibu akan menolongnya, dengan saling berjanji jika serigala itu tak akan menyakitiku."

"Apa ibu percaya mereka ada?"

"Kalau dipertemukan secara langsung, pasti percaya."

"Andrew melepaskan seekor siren yang ditangkap komunitas resmi pemerintah, dia nekat melakukannya sambil memaksaku membantu," Erick tiba-tiba berdiri di ambang pintu sambil bersidekap dada.

Andrew melotot, ia tanpa sengaja bicara, "Erick masuk kelompok kriminal pengedar narkoba, dia jadi bagian pengemas dan distributor. Angkatan laut memergoki kapalnya, kebetulan aku di sana."

Ibu memandang keduanya tanpa ekspresi yang jelas, lalu memegangi dada dan pingsan, "Ibu!"

To be continued...

Lagi pundung gara2 udh nulis banyak di draft malah ilang tiba2

History Song Of The Sirens [] Lee knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang