Semua luka dan goresan perlahan menutup, gelembung yang keluar dari pori-pori kulit membantunya kembali pada bentuk semula. Buka regenerasi, melainkan teknik penyembuhan alamiah dari komponen gelembung yang berasal dari pori tersebut.
Meski belum cukup membaik, Sea sudah dapat melihat keadaan sekitar, di mana dirinya tergeletak nyaman di bawah karang. Cahaya bulan tampak menembus, pertanda laut yang ia diami tak begitu dalam.
Sinar bulan yang tadinya redup, perlahan semakin terang, bentuk lingkaran itu juga mendekat seakan satelit alami tersebut segera jatuh menimpanya. Tapi ternyata Sea salah besar, itu lampu, bukan bulan. Segerombol penyelam berbusana hitam terlihat melintas diatasnya, mereka semakin mendekat membuat Sea waspada.
Ia belum bisa berenang cepat sejauh mungkin menghindari mereka, pertahanan diri satu-satunya hanyalah tubuh. Sea mengepakkan ekor hingga merekah begitu besar dengan ujung sirip semakin menajam, sirip dorsal di pinggang belakang dan pangkal lengan berubah tak kalah mengerikan. Insangnya melebar, menghirup air sebanyak mungkin mengakibatkan pasir di bawahnya berhamburan menutupi penglihatan.
Seharusnya di saat seperti ini ia lari, tapi ekornya terlalu lemah dan pasti terkejar kembali.
Sea hanya bisa menunjukkan seluruh tameng dalam dirinya, membuat manusia takut dan tak berani menyerang. Matanya yang semula kecil kini melebar dengan urat-urat kehitaman menjalar disekitar indra penglihatan tersebut, seluruh gigi juga menajam seperti taring, menghilangkan kesan cantik yang sebelumnya patut ia sandang.
Para penyelam mengelilinginya penuh binar, mereka seakan tidak takut sama sekali. Memandang Sea seperti ikan cupang yang segera masuk area pertandingan, menunjukkan ekornya untuk menakuti lawan. Seolah menerjemahkan begitu cara beberapa jenis ikan membuat perlindungan diri.
Sea hanya diam di tempat, tapi tubuhnya waspada. Para manusia itu juga diam, hingga tak sadar sebuah jala besar mengurungnya sampai tertarik ke atas. Sea terus meronta, mencoba merobek jala menggunakan ujung sirip ekornya yang ternyata tak berhasil. Ia meronta, mengaum dengan pekikan kencang.
Beberapa orang tiba-tiba terdiam, lantas ambruk di tempat dengan telinga mengeluarkan darah.
Merasa usahanya tak sia-sia, Sea kembali mengaum keras. Namun goresan kecil di leher perlahan melebar, hingga ia tak mampu berteriak kembali.
Kesempatan bagus bagi manusia, tubuhnya dimasukkan dalam box besar berisi air seukuran tubuh, lantas bagian atasnya ditutup rapat.
Sea menangis sejadi-jadinya di dalam.
---
Sudah toko ketiga di datangi, Andrew terus mendapat jawaban tidak pasti dari penjualnya. Mereka hanya terus terkagum-kagum dengan jenis emas yang terkandung di sisik temuannya. Penjual mengatakan kalau kandungan sisik itu setara dengan campuran emas dan berlian, jika dijual, harganya akan sangat fantastis.
Saat tengah mengobrol dengan pegawai toko emas, telepon Peter mengganggunya, baru satu menit, letnan itu sudah menghubunginya berkali-kali, "Andrew! Kau tidak akan percaya apa yang sudah kami temukan di lautan!"
Andrew keluar dari toko, lalu berjalan menuju taman kecil di seberang untuk sekedar duduk di bangku, "Artefaknya sudah kembali?"
"Sebenarnya belum, tapi kali ini jauh lebih wow dari itu!" Sahut Peter antusias.
Lelaki itu berdecak, sebal dengan balasan kawannya yang tidak jelas, "Ah, katakan saja langsung. Aku masih sibuk berkeliling toko emas untuk menanyakan tentang sisik yang ku temukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
History Song Of The Sirens [] Lee know
FantasyCOMPLETE Tatapan mata anggun bersiluet biru kehijauan seperti samudra, ekornya mengkilap layaknya timbunan emas diantara bebatuan karang, surainya hitam legam segelap malam. Sekalipun digambarkan sebagai sosok yang rupawan nan menawan, makhluk itu t...