"Lalu mau diapakan sisiknya?"
Kembali bersinggung tatap dengan benda emas itu, ia merasakan sengatan seperti listrik bertegangan kecil. Andrew tak mengira itu sebuah saluran listrik, ia pikir memang teksturnya yang licin jadi terasa ada sengatan ketika dipegang, "Cari tahu sampai menemukan pemiliknya, aku hanya ingin melihat mereka."
Peter mengangguk sepemikiran, "Boleh juga, aku setuju. Kalau kita katakan pada atasan, pasti beritanya menyebar, lalu manusia tamak berlomba memburunya. Kasihan juga," ia menjeda sejenak seraya mengusap dagu, "Tapi sebenarnya aku sendiri tidak yakin apa yang kita bicarakan ini nyata dan ada. Otakku menerjemahkan bentuknya seperti lumba-lumba, namun bersisik, bagaimana denganmu?"
"Entah kenapa, aku selalu teringat..." Andrew menyambung dalam batin, 'Ilustrasi Siren, mermaid, duyung.'
"Teringat apa?"
"Entahlah, sejenis mamalia amphibi tapi bisa merubah tubuh menyesuaikan keadaan lokasi tempat tinggal," ujar Andrew asal.
"Sisiknya saja secantik ini, mahal kalau dijual. Coba pergilah ke toko emas dan tanyakan apa ada yang kandungannya sejenis."
---
Sea mengubur makanan siap saji yang Andrew belikan, ia merasa tak tega melihat kawanannya dijadikan satapan bersama bumbu warna merah yang disebut saos. Membayangkan bagaimana jika dirinya yang direbus setengah matang lalu disajikan di atas piring besar kapaitas lima pulh orang, mengerikan!
Ketika disibukkan dengan kegiatan di halaman belakang pondok milik Luke, pria itu muncul tiba-tiba, tanpa suara atau bayangan sekecil apapun, "Aku sudah tahu di mana trisulanya, hari ini teman-teman kerjaku akan pergi ke sana."
"Benarkah?!" Sea segera merasa bersyukur, itu tandanya ia tidak harus berlama-lama di daratan yang menakjubkan namun mengerikan ini, "Bagus sekali!"
"Setelah memastikan trisulanya memang ada di laboratorium arkeologi, kita harus cari cara mengambilnya. Sudah jelas ada banyak kamera pengintai di tempat itu, kita kesulitan menyusup, apalagi manusia punya teknologi canggih mendeteksi sidik jari," jelas Luke yang tak bisa dimengerti si lawan bicara. Menatap Sea penuh kecemasan, tapi sedetik kemudian berubah menjadi seringaian licik, "Tapi... kau bukan manusia, data dirimu juga tidak pernah ada."
Gadis itu mengernyit, "Lalu aku harus apa?"
"Beberapa hari lagi trisula kita akan dipindahkan ke museum pusat kota, kendaraan yang mereka gunakan untuk mengangkut dari sini ke ibu kota di pulau seberang pasti kapal yang disiapkan pemerintah, saat itu waktu yang tepat untuk mengambilnya. Jadi kita perlu membuat rencana."
Sea terdiam, sebenarnya ia penasaran, apa itu kapal? Pemerintah? Museum? Ibu kota?
Hanya saja melihat raut kritis berpikir Luke, ia mengurungkan niat menanyai ini itu.
Luke menjentikkan jari, "Kita membutuhkan bantuan siren lain, lebih banyak lebih baik, kita serbu kapalnya tapi jangan sampai muncul ke permukaan atau dilihat manusia."
Sementara Sea tampak mengulum bibir, ia kurang setuju dengan usulan Luke karena kedengaranya berbahaya. Sama seperti ikan-ikan asin yang bergerombol, kemudian dengan mudahnya tertangkap jala milik manusia. Bagaiman jika akhirnya para siren juga mengalami hal serupa, "Berarti kita rusak dari bawah?"
Pria itu mengernyitkan dahi, Sea sontak tersenyum saat kelihatannya Luke menangkap kekhawatiranny, "Eh, harusnya tidak begitu. Jika kita melakukan penyerangan, maka manusia akan semakin penasaran dan terus mengincar."
"Bagaimana kalau aku menyusup," usul gadis itu tanpa pikir panjang.
"Lebih bagusnya kita yang menyusup, aku akan mencari cara untuk bisa ikut kapalnya," sahut Luke membenahi ucapa Sea, "Kau berenang ikuti kapal kami sampai ku pastikan waktu paling aman, lalu menyusuplah. Bawa trisulanya ke dasar dan berenang sejauh mungkin, kalau bisa sampai palung. Manusia tidak berani pergi ke sana."
"Kalau begitu yang paling aman, kita jalankan saja," Sea terdiam sejenak, menatap sendu kedua kakinya, 'Berenang hingga palung? Itu tidak memungkinkan, ekorku terlalu lemah.'
"Baiklah, akan ku pikirkan plan b jika yang sebelumnya gagal, yah... semoga saja tidak."
Sea mengagguk, rasanya lebih aman karena sudah punya rencana walau belum sepenuhnya matang. Ia menghela napas lirih sambil menatap Luke yang kembali bersiap-siap, "Apa aku boleh keluar sebentar?"
"Mau kemana?"
"Aku... ingin melihat matahari terbenam, sekali saja," gadis itu mengangkat telunjuknya.
Luke terenyum tipis, namun Sea masih bisa melihatnya dengan jelas, "Aku tidak melarangmu keluar rumah, asalkan jangan pergi masuk ke air laut, bahaya jika ekormu sampai terlihat manusia," ia menuding kedua kaki Sea yang sewaktu-waktu bisa kembali menjadi ekor bersisik. Memasikan angka di jam tangan, ia segera bergegas, "Sea, aku harus kembali bekerja, jaga dirimu baik-baik."
Usai melewatkan jam makan siangnya untuk kembali ke pondok memantau Sea sekaligus memberi kabar baik, Luke kembali ke kantor osenografi bersama Jill yang rupanya juga baru mengunjungi rumahnya. Wanita ras campurn kaukasoid dengan mongol itu terus menjawab segala pertanyan yang Luke ajukan, termasuk urusan pemindahan artefak alias trisulanya, "Para peneliti mengerjakannya di laboratorium paling besar di sini, tapi tetap saja masih banyak peralatan yang kurang memadai, jadi mereka segera memindahkan artefaknya ke ibu kota, lab di sana jelas lebih lengkap. Lagipula mereka juga berasal dari sana."
"Nantinya juga dipanjang di museum ibu kota?"
"Mungkin," balasnya, sejak tadi tidak ada unsur sok tahu.
Luke mendesisi, "Harusnya diletakkan di museum setempat, lokasi temuannya kan di sini."
"Kau diam saja lah, Luke. Kita ini hanya bawahan yang mendengarkan tuan, ya pemerintah."
Mulai bertanya lagi, "Jadi artefaknya akan diangkut menggunakan kapal?"
"Iya! Banyak tanya!" sepertinya wanita itu sudah terlampau kesal.
---
"Liza, aku akan izin pulang merawat ibu. Sepertinya dia memang sakit."
Gadis surai panjang yang tadinya fokus terhadap objek mikroskop, kini beralih pada sseorang yang bicara sambil mnyebut namanya, "Lalu, sudah minta izin professor?"
"Belum, pastinya tidak boleh," Andrew menggigit bibir khawatir, tapi ia tidak boleh bersikap seperti ini, semua demi ibunya, "Dia akan bilang, aku tidak profesional. Urusan rumah dan pekerjaan itu tidak boleh disatukan, kau harus pintar mengurus waktu dan mengatasi masalah!"
"Tapi kita di sini tingga empat hari lagi kan? Tidak rugi kalai pulang pergi?"
Andrew tersenyum bangga sambil menunjukkan foto surat perizinan di ponselnya, "Besok artefaknya akan dibawa ke ibu kota menggunakan kapal resmi angkatan laut. para peneliti di sana yang akan mengurus sementara kita bertugas di sini. Aku akan ikut kapalnya, Letnan Peter pasti bisa membantu."
To be continued...
sampai sini ya'll know, cara pndang Andrew tentang siren/mermaid/duyung. simpel aja, mereka mamalia amphibi yang bisa hidup di dua tempat sekalian menyesuaikan bentuk tubuh. ya inilah alasan kenapa Sea sama Luke bisa keluar masuk darat dan laut, jadi kita realistis aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
History Song Of The Sirens [] Lee know
FantasyCOMPLETE Tatapan mata anggun bersiluet biru kehijauan seperti samudra, ekornya mengkilap layaknya timbunan emas diantara bebatuan karang, surainya hitam legam segelap malam. Sekalipun digambarkan sebagai sosok yang rupawan nan menawan, makhluk itu t...