_33 Don't Wanna Feel More

306 86 7
                                    

"Aku tidak boleh membuang waktu, di saat seperti ini seharusnya membawa Sea pergi adalah kesempatan terbaik," suara Luke terdengar bergetar dan terengah, seolah bicara sambil berlari, "Andrew, aku akan menjemputnya."

"Hari ini? Sekarang juga?" Andrew tercekat, rasanya tak rela jika waktu kebersamaannya dengan Sea hanya sesingkat ini—gadis bermata biru laut itu tengah tersenyum memandangnya sambil menunjukkan isi mangkuk bubur ayamnya yang tinggal seperempat.

Andrew balas tersenyum, sebenarnya Sea mengira ia tengah menelepon seseorang yang berhubungan dengan pekerjaan, karena takut membuat gadis itu terlalu berharap atas kedatangan Luke yang sama sekali tidak bisa diprediksi. Bahkan mungkin pria itu tengah dipantau mata-mata suruhan tanpa disadari.

Luke kembali bicara, mengalihkan pandangannya, "Tidak, entahlah belum bisa ku pastikan, yang jelas dalam waktu dekat sewaktu-waktu aku datang. Dia harus segera diamankan dari daratan yang berbahaya ini. Sea adalah target utama."

"Baiklah, selesaikan urusanmu di sana. Aku akan selalu menjaga Sea."

Andrew kembali menghampiri Sea yang duduk di bangku panjang milik penjual bubur. Kesulitan memikirkan menu sarapan pagi, keduanya memilih berkeliling ke sekitar sejenak, dan tak sengaja menemukan kedai bubur ayam.

Sea mendongak, "Siapa?"

"Rekan kerjaku," balasnya kikuk, agak kesulitan membuat kebohongan. Namun Andrew berusaha menutupi dengan sibuk pada makanan miliknya, "Masih ada dua minggu waktu cuti, aku akan memanfaatkannya dengan bersenang-senang bersamamu terus."

"Kau harus bertemu Liza juga," Sea mendadak tercekat berkat ucapannya sendiri, karena kejadian semalam di mana dirinya memergoki jika hubungan Andrew dan Liza tak hanya sebatas teman ataupun rekan kerja, semuanya jadi terasa lebih berat. Ketertarikannya pada lelaki manusia itu juga semakin tidak terbendung, "Kalian kelihatan sangat akrab."

"Kami tetangga dari kecil, wajar kalau dekat sudah seperti saudara kandung."

Sea terdiam, mencoba mengalihkan topik. Sayang sekali pandang matanya justru terjatuh pada dua sejoli yang kelihatan mesra di bawah pohon rimbun jauh dari keramaian, namun kelihatan jelas dari tempat duduknya. Sea mengusap tengkuk saat mendapati si lelaki sudah menjulurkan lidah, menyentuh leher wanitanya, "Mereka sedang apa ya?"

Melihat arah mata Sea, Andrew sontak memutar kepalanya panik, "Jangan dilihat! Aduh, pagi-pagi menjelang siang begini malah asik dibawah pohon..." Ia mengeluh, membuat Sea keheranan.

Sea kembali menyendok bubur, paham akan hal yang pasangan itu lakukan merupakan suatu hal tabu di dunia manusia. Tapi tidak lama kemudian, Andrew justru berceletuk—membuatnya harus menelan makanan sspontan tanpa mengunyah, "Sea, bagaimana siren bereproduksi?"

Dari respon yang ditunjukkan, Andrew mengerti kalau siren juga pemalu akan pembicaraan serupa.

Ia segera mengalihkan topik setelah berusaha menghilangkan kecanggungan, "Maksudku bagaimana bisa ekormu menjadi kaki? Ini bukan artian sihir kan?"

"Entahlah, tapi tidak semua siren bisa melakukannya. Butuh konsentrasi penuh untuk melekatkan kedua kaki ini sekaligus menumbuhkan kembali sisiknya, sebaliknya cara membuat ekor menjadi kaki pun sama. Dulu aku selalu kelelahan setelah melakukannya, tapi sekarang mulai terbiasa, apalagi Luke membantuku."

Andrew ikut menunduk saat Sea mengusap kaki jenjangnya yang terbalut jeans cutbray model 90-an bekas ibunya, "Lalu kemana sisik, lendir, sirip, dan insangmu pergi?"

"Insangku masih ada, melekat sempurna seperti tak ada celah di sini," gadis itu menunjukkan rahang bawahnya, tiba-tiba kedua katup terbuka persis seperti insang ikan, "Kalau sirip, lendir gelembung, dan sisik entah kemana, aku juga tidak tahu."

Bukan merasa ketakutan, Andrew justru semakin menunjukkan ketertarikan, "Boleh aku melakukan sesuatu padamu?"

Alis Sea terangkat sebelah, pandangan itu sama seperti ketika manusia yang ada di laboratorium itu mengerumuninya. Tatapan puas dan penuh keserakahan ketika menjumpai hal yang berharga.

"Aku hanya ingin tahu banyak, mengenai siren."

Namun entah apa yang terjadi, Sea mengangguk begitu saja seolah sangat mempersilahkan.

---

Usai menghabiskan waktu pagi dengan makan bersama di pinggiran jalan sambil bermain-main sejenak di taman, Andrew dan Sea pergi ke rumah ibu—di mana peralatan bekerja Andrew tersimpan. Sesuai ucapan, lelaki itu benar-benar mulai membuka pengetahuan tentang siren dari Sea.

Bahkan Andrew menyiapkan kolam plastik guna melihat perubahan bagian bawah tubuh Sea, "Aku mengerti, ini serupa autotomi pada cicak, mungkin istilahnya begitu lah.... ekor mereka akan tumbuh kembali setelah diputus, sementara kakimu mengalami regenerasi singkat untuk membentuk ekor dan siripnya. Apa kau tahu dari mana asal mula siren?"

Sea menaikkan sirip ekornya—tanpa sadar membuat Andrew berkali-kali terpesona, "Sudah ku katakan, kami pengikut dewa poseidon satu-satunya yang sampai sekarang masih menghuni lautan. Makhluk seperti hydra, capricorn, aspidochelone, hippocampus, dan lainnya sudah punah karena jutaan perubahan yang terjadi di bumi. Mereka tidak kuat menghadapi serangan manusia,"

"Bukankah makhluk-makhluk itu digambarkan kuat dan besar?"

"Meski begitu, manusia punya akal untuk membinasakan tanpa harus mengeluarkan kekuatan fisik. Contohnya saja, tumpahan minyak di laut itu bisa membunuh kami perlahan, sekalipun siren juga bisa menjadi lebih kuat dan besar."

"Siren hampir serupa dengan manusia, mereka juga punya akal. Apakah karena itu kolonimu masih dapat bertahan hidup?" Tebaknya.

"Tentu saja, sejak beberapa dekade terakhir. Siren terkuat atau keturunan dewa seperti Luke akan menyamar ke daratan, bersikap dan bertindak seolah manusia pada umumnya untuk menjauhkan pembicaraan mengenai siren, intinya untuk membuat manusia lalai akan keberadaan kami. Luke sangat berjasa di koloni."

Jemari Andrew perlahan mendekat, merasakan tekstur licin dan berlendir yang terdapat pada permukaan sirip ekor Sea, sensasi yang sama seperti menyentuh ikan pada umumnya, tapi lebih besar dan keras, "Jadi, inilah pertama kalinya siren selain keturunan dewa datang ke daratan?"

"Mungkin begitu, kami sangat takut pada manusia apalagi nelayan. Menginjakkan kaki ke daratan seolah beralih dunia ke neraka, kami bisa mati kapan saja."

"Aku akan terus berusaha melindungimu."

Tatapan Sea berubah sendu, matanya terpejam sontak mengembalikan ekornya menjadi kaki. Ia bangkit berdiri lantas keluar dari kolam plastik tersebut. Suatu hal berat begitu membebani pikirannya, 'Andrew, andai kau sadar, pengorbananmu terlalu banyak. Suatu hari kau akan terluka saat menyadari tujuan lainku yang sebenarnya.'

Sea tak memperhatikan sekitar hingga spontan kakinya menginjak bekas percikan air sampai terpeleset. Beruntung sebelum tubuhnya menghantam lantai, Andrew sigap melingkarkan tangan di pingannya, "Hati-hati, siren sangat ceroboh rupanya."

Tepat saat posisi mereka kelihatan begitu dekat, pintu tiba-tiba saja terbuka, menampakkan Elizabeth dengan raut terkejut sekaligus tak suka, "Seanna?!"

To be continued...

History Song Of The Sirens [] Lee knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang