_08 She is Sea

571 141 0
                                    

Jemarinya terulur menyingkap helaian rambut lembut nan legam tersebut, membuat kelopak mata terpejam itu terlihat lebih jelas. Keningnya terhias sebuah benjolan kecil berwarna kemerahan. Ia mengalihkan pandangan pada anak-anak yang mulai menggigit bibir, "Monster ikan? Apa maksud kalian?"

"Kaki itu tadinya ekor."

Dua pria dewasa itu tampak tak mencerna serius dengan ucapan mereka. Terlebih saat melihat bercak kemerahan yang bersembunyi di pakaian hitam gadis itu, "Bajunya seperti habis terkena darah," ujar si tour guide, "Anak-anak, katakan apa yang terjadi. Kenapa dia terluka?"

Salah satu mengangguk cepat, "Iya, ada banyak darah di perut dan punggungnya. Ta-tapi sebaiknya jangan disentuh, itu monster."

Sementar pria itu justru menatap Andrew khawatir, "Mereka terus membicarakan monster ikan. Meski aku belum menikah, tapi yang ku tahu anak-anak tidak pernah berbohong."

"Mereka terlihat sudah besar," balas Andrew mencibir, seraya menatap tubuh gadis itu yang hanya terbalut kaos hitam sepanjang setengah paha, memperlihatkan bagian bawahnya berupa dua kaki sempurna, "Jelas-jelas dia manusia, kita bawa saja ke rumah sakit."

"Ada tenda darurat di sini, bawa ke sana saja. Tapi punggungku sudah tidak kuat, kau saja yang angkat dia. Bisa kan?"

Andrew menggerutu sejenak, namun tetap menyelipkan tangan di lipatan kaki dan punggung si gadis misterius itu. Lantas berjalan mengikuti arahan tour guide-nya, sesekali mencibir, "Ah, menyusahkan."

Mereka meninggalkan dua anak perempuan yang tengah mematung di tempat, tanpa rasa curiga mengapa gadis-gadis cilik berkeliaran di pantai tanpa pengawasan, terlebih ketika hari mulai larut, "Gawat! Mereka pasti akan dalam bahaya karena sudah membawa monster ikan itu."

"A-aku takut, kita kembali ke penginapan saja sebelum ketahuan ibu."

---

"Bajunya memang terkena darah, tapi tubuhnya baik-baik saja, tak ada yang terluka sedikitpun," kata seorang perawat sesudah memeriksa seluruh bagian tubuh gadis itu. Ia sendiri kebingungan, saksi bilang perut dan punggunya terluka, dahinya terbentur, namun tak ada bekas apapun. Tubuhnya baik-baik saja seakan sekarang dia hanya tertidur pulas.

Andrew berdecak kagum, matanya jelas-jelas melihat benjolan hasil tubrukan dengan lapisan luar kapal yang dinaikinya, "Tapi kenapa dia masih tidak sadar?"

"Mungkin terlalu terkejut. Kalian bilang kepalanya terbentur 'kan? Walau bekasnya tidak ada."

"Entah, kami hanya mendengar suaranya," balas Eduardo, si tour guide.

"Sebentar lagi dia pasti bangun. Tapi ngomong-ngomong apa perempuan ini membawa barang lain? Kartu identitas, mungkin?" Tanyanya yang kompak dijawab dengan gelengan.

Perawat lain yang merupakan seorang pria, ikut menimpali, "Bajunya basah, rambut, dan semuanya juga. Kami pikir dia baru saja tenggelam atau barangkali sekedar bermain air di pantai? mungkin?"

"Malam-malam begini?" Beo Eduardo.

"Itu dia, yang penting sekarang kartu identitasnya. Untuk menghubungi keluarga atau kerabat kalau keadaannya kini tidak baik-baik saja," perawat wanita mengambilkan selimut, dan meletakkannya di atas tubuh si gadis yang masih dengan pakaian basah. Dia lantas pergi, meminta izin untuk mencarikan baju kering agar tidak membuat keadaan pasiennya semakin parah.

"Kami menemukannya sudah begini, tidak membawa apapun," Eduardo menjelaskan, "Lalu apa kita harus lapor polisi setempat?"

"Kita tunggu saja sampai sadar, baru bertanya, bisa jadi dia turis yang menginap di sekitar sini," ujar perawat pria yang masih ditempat, "Tapi, mohon ada yang menjaga untuk sementara. Sebagai saksi utama andai-andai dia bermasalah."

History Song Of The Sirens [] Lee knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang