Sirip dorsal dengan ujung tajam, cekatan menggores punggungnya, menimbulkan luka yang membuat air di sekitar seketika menjadi keruh, "Kau itu bodoh ya! Cepat kembali ke daratan sana, dan temukan trisulanya!"
"Kau sudah berjanji!" Timpal yang lain, ikut membelit kencang tubuhnya menggunakan ekor. Ia hampir tak bisa bernapas karena hal itu.
"Kau yang mengatakan sendiri jika dirimulah yang akan ke darat. Jangan membual!"
Tak lama kemudian, mereka bertiga melepas belitan. Lantas mulai menyerang brutal ke arah si pemilik ekor emas, mengabaikan sang lawan yang merintih kesakitan, "Kau memang tidak tahu diri! Ekormu yang menyala itu, akan membuat manusia dan predator lain lebih mudah menemukan kaberadaan kita!"
Ia ingin berteriak dan membentak mereka, namun yang terjadi, dirinya hanya mampu membatin dalam hati, 'Kalian jangan menyalahkanku, aku takut, manusia sangat jahat. Tolong... hentikan semuanya! Akan ku lakukan sendiri, ku tunjukkan jika diriku berguna. Tidak ada lagi yang boleh menyakitiku!"
---
Gadis itu terdampar dengan kondisi mengenaskan, bagian perut dan punggungnya penuh robekan membuat cairan merah pekat menghiasi sekujur badan bagian tengah. Sementara ekor emas, insang, dan selaput bening di sela jari, perlahan menghilang. Merubah wujud layaknya seorang gadis manusia biasa.
Ia mengerang kecil, sebelum akhirnya beranjak duduk. Seorang siren sepertinya memang mudah terluka karena bahaya dari kehidupan laut, namun juga akan cepat pulih. Pakaian hitam basah yang senantiasa berada digenggamannya itu pun akhirnya dipakai, melekat kembali dengan tubuhnya yang serupa manusia.
Menunduk, meratapi kehidupan penuh predator yang akan dijalaninya setelah ini sambil menunggu proses pemulihan yang dilakukan tubuhnya sendiri, suara samar tiba-tiba terdengar rungu. Ia menoleh ke sekitar, lantas mendapati dua anak perempuan—seorang balita dan satu lagi anak baru beranjak remaja, usanya sekita dua belasan. Salah satunya memegang buku dongeng anak-anak bersampul gambar wanita berekor ikan.
Siren itu pun berdiri, tak menghiraukan tubuh atasnya yang masih terluka, dia berlari sekuat tenaga. Menjauhi anak-anak yang kemungkinan sempat memergoki wujud aslinya, 'Astaga! Aku memang ceroboh! Dasar bodoh!'
Keduanya sontak berteriak, "Monster ikan! Jangan lari!"
Ia melangkah gesit, namun terlalu sering menoleh ke belakang untuk memastikan keadaan. Hingga tak sadar sebuah benda buatan manusia yang keras berada di depan mata, sontak menubruk kepalanya, gadis itu tak sadarkan diri seketika.
---
Andrew mengemasi barang yang sempat ia bawa ke kapal tumpangan wisata ini, sesekali melirik pada tour guide sekaligus pengemudi yang memandunya, "Sebelum-sebelumnya, apakah sudah pernah ada yang melihat makhluk laut aneh di sini?"
Pria itu menatapnya serius, "Ya, tidak banyak. Tapi bermusim, makhluk-makhluk itu, terutama siren, mereka seperti binatang lain, bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain, entah itu mengenai cuaca, musim, atau makanan. Tapi yang jelas, beberapa orang yang mengatakan sudah pernah melihat siren, beberapa hari kemudian mereka sakit atau mati."
"Mungkin hanya kebetulan, kebetulan jika ajalnya—"
Ungkapan Andrew ditolak keras, pria itu menyelanya sebab tak setuju, "Karena makhluk itu pembawa petaka, racun, dan ancaman. Beberapa tetua mengatakan bulan ini adalah musim mereka kemari, jadi besok atau lusa akan ada persembahan untuk laut, seperti penangkal bencana. Karena kau dan teman-temanmu sepertinya memang berencana melakukan penelitian yang berhubungan dengan laut, ku harapkan tidak dalam waktu dekat."
"Tapi kami bekerja, sesuai arahan atasan. Mau bagaimana lagi, dan yah, malah beruntung kalau salah satu dari kami bertemu siren atau apalah, mereka akan jadi uang untuk pemerintah. Kau tahu sendiri, mereka akan dipajang di aquarium besar untuk jadi tontonan berbayar."
Andrew menggeser kursi, mencoba mendekati lawan argumen yang masih sibuk berkutat dengan mesin kemudi, "Jangan coba-coba mendapatkan makhluk itu, bahaya."
"Aku tidak mengincar mereka sama sekali. Bahkan tak percaya jika mereka memang ada. Dan lagipula tujuan kami kemari bukan untuk itu, masih banyak pekerjaan yang belum selesai, tak ada waktu mengurusi makhluk dongeng," ia kembali mengeluarkan buku catatan kecil. Kepalanya diketuk-ketuk sejenak menggunakan pena, seraya berpikir akan mengajukan pertanyaan apa lagi, "Oh, iya. Apakah ada kecelakaan kapal atau pesawat di perairan sekitar? jika ada terakhir kali terjadi di tahun berapa?"
Pria itu duduk menyamping, seakan sangat menanggapi wawancara dadakan. Mereka bahkan seperti narasumber dan peliput berita, "Aku kurang tahu, aku bukan orang asli setempat, tapi yang paling menghebohkan, saat pesiar hampir berlabuh kemari tahun 1882, mereka tenggelam tanpa sebab di zona teritorial. Tim penyelamat dan angkatan laut datang setelah beberapa menit dikabarkan tenggelam, semua penumpang dan kru kapal menghilang."
Andrew tak bisa menyimpulkan lagi. Tujuannya bertanya, untuk memastikan jika artefak itu bisa saja berasal dari bawaan penumpang kapal atau pesawat yang kecelakaan di jalur air, "Menarik, terima kasih paman atas informasinya. Tim ku akan sangat terbantu dengan--"
Duk!
Suara hantaman mendadak mengagetkan keduanya, disertai teriakan nyaring khas anak-anak. Andrew bergerak cepat pergi keluar, rupanya seorang gadis tergeletak di dekat kepala kapal, seperti habis menubruk benda keras ini. Namun yang membuatnya khawatir, tak ada pergerakan ketika dia tergeletak di bawah sana, "Apa dia mati?!"
Ia buru-buru turun bersama tour guide-nya. Menepuk pelan pipi gadis itu, namun saat diamati seksama, ia malah medapati wajah yang sama dengan orang yang sudah merusak ponselnya!
Dua anak perempuan yang tak jauh dari mereka tiba-tiba berseru, "Jangan mendekat! Itu monster ikan!"
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
History Song Of The Sirens [] Lee know
FantasyCOMPLETE Tatapan mata anggun bersiluet biru kehijauan seperti samudra, ekornya mengkilap layaknya timbunan emas diantara bebatuan karang, surainya hitam legam segelap malam. Sekalipun digambarkan sebagai sosok yang rupawan nan menawan, makhluk itu t...