Perjalanan menuju pondok Luke yang ternyata cukup jauh jika ditempuh dengan jalan kaki, bahkan berkali-kali terhambat. Kini, pria pekerja oseanograf yang rupanya bagian dari kaum siren tersebut, tengah mendesah kacau sambil mengangkat panggilan telepon dari rekannya, "Luke, kau sudah dengar kabar di gedung 'kan?" Suara melengking Jill Stewart langsung menyapa, "Sidik jarimu ditemukan di lokasi, apa yang sebenarnya kau lakukan?"
"Apa maksudmu, Jill?" Tanya Luke pura-pura tak tahu. Mengawasi dari dekat, Andrew hanya menggulirkan bola mata, merasa strategi kebohongan itu sangat buruk.
"Kau jadi tersangka sekarang," sahut jill, "Jejak sepatumu terdeteksi di lantai tiga, tempat siren itu berada. Jangan bohong, apa kau yang melepaskannya?"
Luke menatap Andrew, berharap arkeolog itu memberinya sedikit bantuan, namun rupanya ia hanya diacuhkan, "Kau tahu sendiri aku lembur malam tadi."
"Tapi jejak kakimu ada tepat setelah lantai dipel, sementara peraturan gedung kita, lantai dipel setelah para pekerja pulang," tampaknya walau tidak secara langsung, Jill memojokkan, ia tidak berpihak pada Luke, "Lebih baik sekarang kau datang ke gedung, sebelum polisi yang mendatangmu," ujar wanita itu akhirnya, Luke segera mematikan sambungan, lantas memukul ringan kepalanya sendiri.
Andrew mengulurkan tangan, memukul ringan perut Luke, "Kau ini bodoh sekali, tidak lihat apa yang ku lakukan dengan tisu basah dan korek api tadi kan? Menghilangkan jejak."
"Ah, aku tidak terpikir sampai sana," ujar lelaki itu, penuh nada penyesalan, "Sea, bagaimana? Apa kau akan selamat jika berenang sendirian sampai palung?"
'Jika aku datang tanpa Luke, mereka pasti membunuhku,' Sea membatin seraya mengingat tatapan mengerikan koloni yang tidak menyukai keberadaannya, hatinya terasa cemas sekaligus putus asa, "Aku bisa gagal dan tertangkap lagi, sebaiknya aku menunggumu di daratan sampai kau bisa bebas."
"Luke akan menjalani masa-masa sulit, kau harus pandai mengarang demi bisa selamat," Andrew lembali hendak memukul lelaki itu, beruntung Luke sigap menghindar, "Bagaimana jika Sea bersamaku selagi kau menyelesaikan urusanmu hingga bersih."
"Apa aku bisa percaya padanya Sea?"
Gadis itu mengangguk sebagai pembelaan, "Andrew menolongku, dia bukan orang jahat."
"Kami tidak tahu apa motivasimu menolong kami Tn. River, tapi tolong jaga dia untuk sementara. Aku yakin akan segera lolos dari masalah ini," kata Luke meyakinkan. Ia terdiam seraya memandang dua orang di hadapannya dengan mata.penuh selidik, terutama pada Andrew, "Aku tidak pernah mengharapkan hal ini, jadi diantara kalian, tolong jangan sampai ada perasaan saling suka. Karena mataku ini terlalu jeli, apalagi untuk sikap tertarik pada lawan jenis."
Andrew mendecih sinis sambil memalingkan wajah, "Minta tolonglah sepuasmu, setelah selesai kau harus membayar padaku."
Sementara Luke tidak menanggapi, ia justru menepuk kepala Sea setelah memeluknya singkat, "Aku pasti akan kembali, entah segera atau tidak. Tapi yang pasti, polisi tak akan menangkapku, jangan khawatir. Kita akan pulang."
Sikap saling tunjuk kasih sayang antar kedua makhluk satu koloni tersebut membuat Andrew merinding, ia dengan cepat manjauhkan jarak mereka sambil berseru, "Aku harus kembali ke ibu kota. Apakah Sea perlu ikut?"
Sebenarnya Luke sudah tahu hal itu dari beberapa hari lalu, tentang pergantian tugas para arkeolog. Ia tak menyangka kalau Andrew ternyata bagian dari mereka, "Jika tidak memberatkanmu, tolong bawa dia. Simpan nomor ponselku juga, agar kita bisa terus komunikasi."
Luke kembali memandang gadis di depannya, "Sea, bersabarlah sebentar. Tolong jaga dirimu ya."
Sementara Andrew lagi-lagi harus menahan napas karena kesal, "Kenapa kau sepeduli itu padanya?"
"Koloni kami jumlahnya sudah tidak banyak, dan jenis pemilik ekor seperti Sea sudah punah, hanya dia yamg tersisa. Untuk itu aku terus berusaha menjaganya, kalau kau mau melakukan hal yang sama, aku akan memberimu imbalan yang besar."
"Jangan menjanjikan hal seperti itu bro, atasi dulu masalahmu. Yakinkan mereka jika kau tidak berada di gedung itu semalam, gunakan otakmu," Andrew tertawa singkat seraya menepuk bahu pria itu, sesaat sebelum dia pergi kembali ke gedung oseanograf.
---
Selama beberapa jam berjalan, Sea memutuskan berhenti di sebuah toko kelontong kecil yang tentunya sudah tutup. Dari pada harus berjalan tanpa tujuan kemana akan pergi, karena sebenarnya Andrew sendiri bimbang--apakah ia bisa membawa gadis itu ke hotel? Semua orang pasti mengira hal buruk, "Aku menginap di hotel selama berada di sini. Pasti sulit membawamu masuk, lagi pula kita tidak mungkin tinggal di satu ruangan yang sama 'kan?"
"Untuk malam ini, aku bisa tinggal di pondok Luke."
"Tidak boleh, dia dalam masalah, kau bisa terseret nanti," matanya fokus ke bawah seraya menggeser layar ponsel yang memunculkan gambar-gambar penginapan murah, "Bagaimana kalau menginap di tempat sauna?"
"Apa itu... sauna?" Sea mengernyitkan dahi.
Luke mematikan ponsel, lalu menatap Sea dari dekat, "Kalau tidur dengan banyak orang tidak masalah 'kan? Apa siren juga memerlukan suhu ruangan tertentu?"
"Aku bisa berada di mana saja, asal tidak terlalu panas atau dingin seperti kutub."
"Sauna itu hangat," Andrew mengangguk, merasa keputusannya menempatkan Sea di sauna akan bagus, "Tidak akan jadi masalah, kau hanya perlu menahan ini sebentar, lusa kita akan pulang ke rumahku yang aman."
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
History Song Of The Sirens [] Lee know
FantasyCOMPLETE Tatapan mata anggun bersiluet biru kehijauan seperti samudra, ekornya mengkilap layaknya timbunan emas diantara bebatuan karang, surainya hitam legam segelap malam. Sekalipun digambarkan sebagai sosok yang rupawan nan menawan, makhluk itu t...