_10 A Lie

551 131 0
                                    

Liza memekik ketika sebuah ransel besar hampir saja menjatuhi kepalanya. Jika saja Joseph tidak memperingati, mungkin benda keras itu akan merobohkan tubuhnya. Si pelaku hanya memandang datar, tak lama bergumam maaf.

"Andrew, kau ini kenapa? Masih pagi tahu.."

Lelaki itu tak membalas, tanpa rasa bersalah, ia meraih ranselnya ke punggung dan segera pergi kembali, "Hari ini jadwalku terjun, aku pergi dulu."

Andrew berjalan tergesa menuju pelabuhan, kapal yang akan digunakan kali ini tak cukup besar, namun tetap dalam pengawasan para angkatan laut. Sebagaimana kerja sama untuk penelitian atas nama pemerintah, jika penyedia jasa adalah pihak swasta, ia tak perlu terburu-buru begini hanya karena bangun kesiangan.

Naasnya, ketika hampir sampai di lokasi, sebuah panggilan dengan nama kontak tidak asing mengganggunya, "Ada masalah dengan mesin kendali dan jangkar, tim-ku baru mencoba memperbaiki. Jadi jadwal pelayaran kita tunda beberapa jam ke depan, nanti kalau sudah siap, ku hubungi lagi."

Jadi untuk apa ia berlarian?

Ada baiknya ia mendengus sebal ataupun bersorak lega, karena masalah itu, jadwalnya menyelam akan dikurangi. Cukup menguntungkan bagi pembenci lautan sepertinya.

Ketimbang kembali ke laboratorium, Andrew memilih bersantai di pesisir sejenak, membayangkan bagaimana indahnya suasana berjemur saat menjelang tengah hari ditemani kelapa muda.

Lantunan nada indah mendadak menggetarkan rungunya. Andrew yang baru saja melangkahi pasir terdekat dengan batas air dan tanah kini terdiam kaku, mencoba memfokuskan pendengaran. Suara yang sama persis seperti semalam, tapi terdengar sangat pelan hampir seperti bisikan. Tanpa pikir panjang, ia berlarian kesana kemari mencari sumbernya. Seorang gadis sedang duduk di balik batu, lantunannya terdengar begitu jelas ketika ia semakin mendekat. Apalagi melihat fisiknya yang dirasa tidak asing, "Sea? Kau kah itu?"

Yang dipanggil berbalik cepat, ekspresi paniknya menambah kesan dalam kecurigaan Andrew, "O-oh, ka-kau lagi," Sea menunduk takut, 'Seharusnya aku tidak bernyanyi di sembarang tempat.'

'Sea, moster ikan, symphony siren,' menepis pikiran buruknya, Andrew merubah raut menjadi lebih bersahabat dan ramah. Tatapan mata Sea seakan menyuruhnya untuk melakukan hal ini, "Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik-baik saja."

Seseorang tiba-tiba datang ditengah mereka, lelaki muda yang kemarin terlihat berkenalan dengan gadis itu. Pria itu pun bertanya, "Sea, siapa?"

"Dia orang yang sudah menolongku kemarin."

Luke tersenyum, "Aku kakaknya, salam kenal."

"Oh, ini kakakmu?" Beo Andrew, bola matanya tampak menggulir ke samping dengan bibir menyeringai tipis, 'Padahal aku melihat kalian baru berkenalan tadi malam.'

"Iya," balas Luke, "Terima kasih sudah membantunya semalam."

Seklai lagi memandang Sea, tampak jelas kebohongan yang mereka perlihatkan. Namun iris biru kehijauan tersebut kembali membuatnya gila, untuk berusaha menahan gadis itu, "Kebetulan sekali, apa kalian sudah makan? Aku traktir seafood di restoran dekat sini."

Mendengar ajakan Andrew, Luke sontak memandang Sea sambil berbisik, "Kita harus ke laut."

"Aku akan mengurus ini sebentar," balasnya kembali. Luke pun memilih pergi, membuat lawan jenis itu kembali hanya berdua, "Sepertunya tidak bisa, aku masih ada urusan. Terima kasih sudah menawarkan, kau sangat baik."

"Kau juga akan pergi?"

"Iya."

Andrew tanpa sadar mencekal pergelangannya, "Sekali ini saja, lagipula kita tidak tahu kapan akan bertemu lagi secara kebetulan begini. Aku hanya ingin minta maaf sudah membuntutimu semalam dan... membuatmu tak nyaman."

History Song Of The Sirens [] Lee knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang