Melihat situasi buruk di sudut, Peter menghampiri kedua lelaki itu, mereka bicara santai seakan kenal dekat. Ia menepuk bahu Andrew, seraya menunjuk yang sedang berjongkok sambil mengangkat tangan, "Kau kenal dengannya?"
Andrew menatap Erick penuh ejekan, "Adik tiriku."
Lelaki itu mendongak tak terima, "Kak, sumpah! Aku dijebak, orang-orang itu awalnya menawarkan pekerjaan tukang bersih-bersih kapal, beberapa orang termasuk aku, kami menjalani training. Aku tidak tahu kalau akhirnya seperti ini!" Kepalanya meneleng kesana kemari, berharap yang lain tidak mendengarkan pembicaraannya dengan sang kakak tiri. Namun sayang, orang-orang sontak menoleh karena suaranya terlalu keras.
Yang lebih tua ikut berjongkok sambil mengibas tangan di depan hidung, "Jangan bohong, mulutmu bau alkohol."
Erick mengusak surainya sendiri secara kasar, "Ergh, aku minum dengan ayah semalam."
"Tidak, baunya masih kuat, pasti baru."
Tak lama kemudian, seorang letnan lain datang sambil menunjukkan botol bekas minuman keras, ia menggoyangkan di depan Erick. Lantas menyuruh semua tersangka menatapnya, "Jangan terus mengelak Tn.Erick Sanders, kami temukan tumpukan botol bir di tong sampah kalian. Jadi katakan, siapa diantara kalian semua, pemimpinnya?"
"Kami tidak punya pemimpin, semua orang yang ada di kapalku itu ditipu. Kami bahkan tak tahu kalau ada narkoba di sana,"
Andrew menarik telinga sang adik tak sedarah, "Sudah berapa lama kau menjalaninya? Maksudku melakukan pelatihan bodong itu?"
"Seminggu," ia menjawab tanpa beban.
Giliran Peter bertanya, "Orang yang menawari?"
"Dia tidak ada di sini--ah, maksdku, aku tak tahu yang mana. Semua ku dapat dari internet," jawaban itu sontak mendatangkan dengusan malas dari tersangka lain. Andrew tersenyum kecil, Erick tidak pandai berbohong apalagi mencari alasan, anak itu pasti mengacaukan rencana para bandar ini.
Peter mengeluarkan pulpen dari saku, bersiap mencatat balasan Erick di punggung tangannya, "Sebutkan nama akunnya, biar kami periksa."
Erick yang bodoh mengatakan, "Aku lupa."
"Kalau begitu akunmu, kami bisa melacaknya," lagi-lagi jawaban yang sama didapatnya. Andrew tak henti tertawa kecil melihat kebodohan saudara tirinya, ia terus mencerna, mengapa anak itu tak bekerja sebagai kuli bangunan saja ketimbang menggunakan kebodohan menjadi pengedar narkotika.
Bandar narkoba memang jahat, tapi mereka cerdik. Erick tidak akan mampu bergabung dalam kelompok itu.
---
'Belum ada yang sadar kalau trisulanya sudah tidak ada di ruangan tadi. Aku jadi khawatir,' Luke hanya diam menatap satu-per satu awak kapal ilegal itu digeledah. Mereka terlihat pasrah tak berkutik, yang mencoba kabur dengan meloncat ke laut selalu ditodong senjata api.
Namun pikirannya melalang buana kemana-mana, terutama kekhawatirannya mengenai Sea. Apakah gadis itu sudah berhasil, atau justru akan terpergok, 'Tapi mereka semua jelas sibuk. Untung saja aku berhasil mendapatkan jadwal edar antar pulau bandar narkoba. Hingga sampai ke pelabuhan utama ibu kota, pasti belum ada yang sadar.'
Tak ingin menciptakan imajinasi buruknya sendiri, Luke menghela napas, menenangkan diri. Ia percaya siren ekor emas itu bisa dipercaya dan bertanggung jawab, 'Sea pasti bisa mengatasinya.'
Lama mengarung dalam samudra pikiran, Luke tak sadar jika beberapa orang sudah kembali masuk.
Saksi pertama, seorang sersan melihat hilangnya artefak itu dari kotak kaca yang kini sudah pecah. Entah bagaimana bisa begini, tapi yang jelas, sejak tadi tak terdengar suara kaca pecah. Atau mereka yang terlalu sibuk dengan para pengedar obat-obatan terlarang itu, "Tidak... artefaknya pasti ada di sana. Aku salah lihat..." Ujarnya, meski begitu ia masih mencoba menyangkal. Memanggil salah satu rekan, ia mencoba meyakinkan kembali, "Hey, coba kemari. Benda emas itu masih di sana kan? katakan kalau aku salah lihat."
Keadaan itu menjadi gempar seketika di dalam kapal, sang kapten mondar-mandir mengeluarkan segala emosinya. Dia berjalan angkuh menuju ruangan pengawasan di mana seluruh rekaman CCTV berada di sana, "Periksa sekarang, cek suluruh CCTV-nya! Ada kesalahan besar di sini."
"Kacau! Kenapa jadi kacau begini?!" Setelah itu dia pergi ke ruang kemudi, menyuruh semua orang segera menghubungi tim penjaga perbatasan, "Hubungi tim yang bertugas di perairan terdekat, mereka harusnya sudah sampai dan menangkap para bedebah ini! Karena teledor, kita jadi kecolongan kan!"
Letnan Peter tergopoh-gopoh membawa saran, ia menuding kapal ilegal di depan, "Perlu ku periksa di kapal mereka? Siapa tahu..."
Belum sempat bicara lebih banyak, Letnan Peter sudah terkena semburan, "Lakukan apapun! Yang penting cari artefaknya sampai ketemu!"
Belum mereda, kapten kembali bersuara lantang, "Siapa yang tadi berada di dalam selagi lainnya keluar mengurus pelaut ilegal itu?"
"Tidak ada sama sekali," sahut si nahkoda, kecuali dirinya. Ia tentunya fokus di depan kemudi tanpa memperhatikan hal yang sepatutnya diurus oranv lain.
"Sialan!"
Salah seorang sersan berseru, mengajak si pemimpin menuju bawah kembali, guna menunjukkan keadaan lewat rekaman yang di maksud, "Kapten, tolong lihat rekaman CCTV-nya, kamera di bagian ruangan tempat artefak itu sudah di atur. Tepat pukul 11.33 detik ke 25, lensa mengarah ke atas dengan sendirinya."
"Ada tetesan air di pintu masuknya, kemungkinan pelaku menyelinap dengan berenang. Jadi, kalaupun iya, dia pasti belum jauh dari sini," celetuk sersan.
'Tetesan air?' Dari kejauhan, Luke membeo dalam hati, 'Dasar Sea, ceroboh sekali. Semoga saja sudah jauh dari sini.'
Derap langkah tim lain menyambut, sang kapten langsung melapor setelah mereka sampai di hadapan, "Kami kehilangan artefaknya selagi mengurusi para bedebah ini, segera bawa mereka semua ke daratan. Dan kabari pusat untuk mengerahkan pasukan dan mencari benda itu."
Sementara itu, Andrew tanpa aba-aba berlari ke gladak belakang. Matanya membelalak sempurna ketika tak sengaja bertemu pandang dengan sesuatu yang berkilau, 'Kepingan sisik, lagi?' Ia segera memungutnya dan disimpan dalam saku, 'Jadi, manusia atau binatang?'
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
History Song Of The Sirens [] Lee know
FantasyCOMPLETE Tatapan mata anggun bersiluet biru kehijauan seperti samudra, ekornya mengkilap layaknya timbunan emas diantara bebatuan karang, surainya hitam legam segelap malam. Sekalipun digambarkan sebagai sosok yang rupawan nan menawan, makhluk itu t...