Andrew kebingungan, dua wanita itu hanya disekap dan terkurung dalam rumahnya sendiri ditambah kondisi pintu utama terbuka. Apa yang para bedebah itu lakukan? Sedang membuang-buang waktu?
Bukannya tak bersyukur karena ibu dan Liza baik-baik saja, tapi apa gunannya mereka mengurung kedua wanita itu di rumah Andrew sendiri-bahkan tanpa penjagaan. Namun setelah sampai di lokasi, ia baru sadar kalau Sea tidak ada di tempat, awalnya ia pikir mereka bertiga disekap dalam satu ruangan bersamaan.
Sang ibu sontak berseru ketika putranya membuka hati-hati kain yang melilit mulutnya, "Jangan hiraukan kami, Andrew. Pergilah, Sea dalam masalah."
"Di mana dia sekarang?"
"Orang-orang itu membawanya ke pelabuhan, kemungkinan akan dikembalikan ke gedung oseanograf pulau seberang," sahut Joseph-pria itu tadinya berlarian bersama Andrew menuju rumah ini, sayangnya perjalanannya sempat terhambat sejenak berkat kesalahan pada kemudi mobil, yang kemudian membuatnya bersitatap dengan gadis siren dalam perjalanan mereka kemari, "Kejar mereka, biar aku urus yang di sini."
Kelopak mata Andrew menyipit, mengingat pertemuan mereka bersama 'para tersangka penangkapan siren yang beralibi atas nama pemerintah, tapi ternyata bukan, "Bagaimana aku bisa percaya denganmu?"
"Kau kenal aku dari dulu kan? Kita juga rekan kerja yang solid. Aku akan jelaskan urusanku dengan orang-orang itu nanti, sebaiknya sekarang kau pergi."
Andrew pun bergegas tanpa sepatah kata pun, meninggalkan ibu dan Liza yang masih terborgol, sambil membawa sebilah pisau dapur. Untuk urusan di sini, ia percaya pada Joseph, kawan karibnya yang baik dan setia pasti melaksanakan permintaannya secara tulus.
Entahlah, siapapun bisa berkhianat.
---
Musim dingin datang begitu mendadak di malam hari yang sebelumnya cerah bersama bulan sabit dan gugusan bintang di angkasa sana. Namun ketika menjelang tengah malam tiba, rerintikan hujan justru datang-menghiraukan kegelisahan manusia karena kedatangannya, atau bahkan membuat sebagian merasa senang untuk kepentingan tersendiri.
Andrew adalah salah satunya, saat mobil baru berjalan rerintikan hujan itu sudah turun membasahi kaca, hingga akhirnya ia tak bisa berkemudi laju terutama saat melewati jalan tol. Sea harus diselamatkan dan segera dikembalikan pulang ke tempat asalnya, karena hujan persentase kecepatan dirinya menyelamatkan gadis itu jadi lebih rendah.
Tidak, Andrew tidak akan menyerah apalagi jika ini belum dimulai. Ia belum berbuat apapun sehingga peluang masih banyak, Sea harus selamat-hal itu yang terus tertanam di benak dan pikiran, hingga akhirnya perjalanan menuju pelabuhan terasa dekat.
Ada dua kapal yang sedang sibuk, orang-orang berlalu lalang menaiki kapal itu sambil membawa barang-barang dalam sebuah kardus besar. Andrew tak tahu di mana kapal yang akan membawa Sea, sehingga lebih dulu memutuskan ke bagian kiri.
Tak menghiraukan teriakan para petugas di sana, ia berkelana menyusuri setiap isi ruangan dalam kapal tersebut, yang tidak mencurigakan sama sekali. Sea tak ada di sana, karena kapal ini khusus untuk mengangkut barang ekspor antar pulau. Andrew beralih ke kapal berikutnya-namun ternyata kedua kapal tersebut berkendali dalam satu tujuan yang sama.
"Lagi pula mereka tidak akan menaiki kapal umum," Andrew bergumam. Dering ponsel mengalihkan kebingungannya, dan rupanya itu Luke-setelah sekian lama tidak menghubungi, pria itu akhirnya kembali menelepon di keadaan genting seperti sekarang.
"Aku kabur dari kejaran mereka, dan sekarang sedang berada di laut lepas. Sea dibawa menggunakan kapal boat kecil, pasti untuk mengecohmu. Kami belum jauh dari pelabuhan, datanglah segera," belum sempat menjawab, Luke sudah menutup sambungannya. Namun penjelasan singkat itu sudah bisa membuat otak Andrew bekerja menyusun rencana.
Tidak pikir panjang, ia mencari penyewaan speedboat dan mengendarinya sendiri dengan kecepatan penuh.
Sementara di sisi lain, Luke berenang dari jarak dua ratus kaki di bawah kapal boat yang membawa Sea pergi. Di dalam kapal tersebut hanya ada wakil pemimpin organisasi mereka, bersama dua penjaga, dan satu peneliti. Meski hanya ada beberapa orang saja, Luke tetap tidak bisa langsung menyerang, mereka bisa saja membawa benda-benda seperti peledak, gas air mata, atau sesuatu yang berbahaya lainnya-Sea tidak selamat, tapi justru keduanya tertangkap bersamaan.
Luke memutuskan menunggu kedatangan Andrew, jika pria itu menyerang lebih dulu baru dirinya akan muncul sebagai serangan tidak terduga.
Tak berselang lama, speedboat berkecepatan tinggi melaju menghadang perjalanan kapal yang ditumpangi Sea. Si pengendara alias Arkeolog Andrew River sempat menancapkan pisau ke badan kapal sampai mengakibatkan lubang besar dan keretakan. Air laut seketika menyusup masuk ke celah tersebut.
Andrew meloncat ke kapal tersebut masih dengan pisau di tangannya. Dua penjaga seketika mengarahkan ujung pistol padanya, namun si wakil pemimpin tampak menghentikan gerakan refleks terhadap serangan tersebut.
Dalam hati, Andrew tersenyum licik, "Bagus, mereka belum sadar kapalnya bocor," ia mengalihkan perhatian pada Sea yang tidak berada di antara mereka, gadis itu sudah kembali pada wujud aslinya, namun matanya diikat menggunakan kain hitam.
"Turunkan senjatamu Tn. Andrew River. Aku tidak ingin menumpahkan banyak darah, jadi jika kau mau bernegosiasi, kita sama-sama diuntungkan dan tidak akan ada yang terluka termasuk siren ini," wakil pemimpin yang berupa pria paruh baya bertubuh tegap tersebut mulai berujar, "Aku akan membeli siren ini darimu berapapun nominal yang kau inginkan, setelah itu dia hak kami sepenuhnya."
Andrew menyunggingkan sebelah bibir, "Kedengarannya tawaran menarik."
"Turunkan senjatamu dulu," titahnya yang langsung Andrew lakukan, "Kelihatannya kau tertarik juga dengan uang, apa karena hal itu kau mengambil siren ini dari kami?"
"Bukan, aku sudah bertemu dengannya lebih dulu sebelum kalian."
"Tidak ada yang peduli siapa yang lebih dulu, tapi siapa yang lebih cepat," wakil pemimpin itu melemparkan pulpen, "Tuliskan berapa yang kau mau pada telapak tanganmu."
Andrew menyela, "Tunggu sebentar, ini tidak adil. Aku adalah pemiliknya yang lebih sah, jadi biarkan kami bicara dulu."
"Jangan macam-macam, Tn. River, kami sudah berbaik hati menawarkan kerja sama mengambil rugi denganmu."
"Aku hanya akan bicara dengannya, kalau kalian tidak bisa percaya arahkan seluruh pistolmu padaku."
Wakil pemimpin mengannguk, "Ambil senjatanya dan arahkan pistol kalian pada orang ini," dia segera bersedia dengan penembak miliknya sendiri saat melihat Andrew mendekati Sea.
Bibir pria itu terlihat mendekat, membuat sang wakil pemimpin panik.
"Jangan macam-macam dengan hak kami, kau akan mendapat bagianmu sendiri nanti Tn. Andrew, aku hanya akan memberi waktu satu menit untukmu bicara dengannya."
Andrew tidak menghiraukan pria itu. Dia justru sudah menempelkan bibirnya pada bagian bawah mata Sea, lantas berbisik sangat pelan di sela kecupan itu, "Luke ada di sekitar sini, setelah aku menjatuhkanmu ke laut segera berenang menjauh."
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
History Song Of The Sirens [] Lee know
FantasyCOMPLETE Tatapan mata anggun bersiluet biru kehijauan seperti samudra, ekornya mengkilap layaknya timbunan emas diantara bebatuan karang, surainya hitam legam segelap malam. Sekalipun digambarkan sebagai sosok yang rupawan nan menawan, makhluk itu t...