8| Welcome to My House, Bunga

944 74 14
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Aku masih dalam tahap bertamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku masih dalam tahap bertamu. Bertamu kepada hati yang baru. Jika kehadiranku sebagai tamu terdapat kekeliruan, beri tau aku. Jangan diam apalagi pergi tanpa pesan."

...

Angin yang berhembus di waktu itu terasa sangat dingin. Membuat setiap orang yang masih terlelap terpaksa menarik selimutnya. Mentari sepertinya akan sedikit terlambat untuk menampakkan dirinya karena kabut yang masih menemani bumi. Padahal kumandang adzan Subuh sudah terdengar beberapa menit yang lalu.

Suara ayam berkokok bersahutan, menandakan bahwa raja fajar akan segera tiba. Setiap orang akan mulai menyibukkan diri. Entah itu untuk mencari nafkah di lahan yang tak seberapa, atau para buruh yang sudah mengayuh sepedanya menuju tempat mereka bekerja, bahkan anak-anak yang sudah siap dengan seragamnya. Semua pemandangan itu sudah menjadi penyambut pagi perempuan yang baru saja masuk kamar.

Hal yang sama juga dilakukan oleh laki-laki yang tengah sibuk mengemasi beberapa barangnya. Seusai sholat Subuh tadi, dia sudah terlihat buru-buru. Entah apa yang membuatnya sangat sibuk sepagi itu.

"Jadi pulang hari ini, Nak?" tanya Melin yang sudah di depan pintu.

Sosok yang ditanya langsung menoleh. "Iya, Mi."

"Apa nggak terlalu cepat? Kalian, kan, baru dua hari di sini. Masa udah mau pulang sih?"

"Zay tau, Mi, tapi ini permintaan Bunga. Hari ini dia ada ujian dan nggak bisa ditinggal."

Melin mengembuskan napasnya pelan kemudian mengangguk paham. "Ya sudah kalau begitu. Mau langsung berangkat apa sarapan dulu?"

Zay menoleh dan tersenyum singkat. "Zay langsung berangkat aja, Mi. Mumpung masih pagi, jadi jalannya nggak macet."

Bunga yang baru keluar dari kamar mandi menatap mertuanya dengan wajah tersenyum. Karena merasa bersalah karena harus pulang lebih dulu, perempuan itu lantas berjalan ke tempat Melin. "Umi, maafin Bunga, ya."

Melin mengelus pipi menantunya itu. "Tidak usah minta maaf, Sayang. Lagipula ini demi masa depan kamu juga, Nak."

"Terima kasih, Mi."

"Ayo berangkat," ajak Zay saat semua barang-barangnya selesai dikemas.

Bunga mengangguk, kemudian mengambil tasnya dan turun bersama Melin dan Zay. Setelah memasukkan semua barang ke bagasi mobil, Zay berpamitan kepada Melin dan Fadlan yang saat itu mengantar mereka sampai ke depan.

"Abi, Umi. Zay sama Bunga pamit pulang dulu, ya," kata Zay mencium punggung tangan kedua orang tuanya, kemudian disusul Bunga di belakang.

"Hati-hati, Nak. Jangan ngebut," pesan Fadlan.

Zawjaty [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang