27| Hampir Saja

490 42 0
                                    

🐳

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐳

Semburan cahaya matahari begitu hangat saat menyentuh kulit. Pagi ini langit terlihat bahagia. Tidak seperti hari kemarin. Awan-awan yang biasanya berarak pelan tidak ada yang terlihat satu pun. Atmosfer bumi benar-benar nampak  jernih.

Sama halnya dengan perempuan yang saat ini tengah mematut dirinya di depan cermin. Baju tunik selutut berwarna hijau tosca, hijab pasmina warna senada, lengkap dengan rok hitam menambah keelokannya. Hari ini Bunga merasa senang, karena dia bisa masuk kuliah seperti biasa. Ya, dia sudah sembuh meskipun belum sepenuhnya.

"Seneng banget mau kuliah," beo Zay dari belakang. Laki-laki itu baru saja mengambil beberapa buku di perpustakaan dan sudah siap juga untuk berangkat.

"Alhamdulillah. Tinggal di rumah sendirian rasanya membosankan," balasnya memasukkan laptop ke dalam tas.

"Lo yakin nggak apa-apa? Sakitnya udah beneran ilang?" tanya Zay yang kini tengah menyandarkan kepala di tembok dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

Bunga mengangguk, "Insya Allah udah mendingan."

"Nanti kalau sakit lagi gimana?"

"Kamu doain aku sakit?"

"Ya enggaklah," balas Zay cepat. "Gue cuma khawatir aja, kalau sakit lo kambuh lagi."

"Insya Allah nggak kok. Nanti kalau sakit lagi, aku 'kan bisa telpon kamu."

Zay menghela napasnya kasar. Sejak dia tahu kalau hari ini Bunga masuk kuliah, perasannya tidak pernah tenang. Bukannya melarang, hanya saja dia tidak mau melihat Bunga menahan sakit kalau lama-lama duduk. Bahkan dari tadi dia sudah meminta bantuan uminya untuk membujuk Bunga, agar tidak masuk hari ini. Namun sayang, keras kepala Bunga lebih besar dari keinginannya.

"Kalau kelas gue belum kelar gimana?" Akhirnya Zay bersuara lagi setelah berpikir lama.

"Mm, aku bisa minta tolong yang lain."

"Jangan!" cegah Zay. "Nggak usah minta tolong siapapun kecuali gue atau Rion."

"Iya."

"Janji?" Zay mengulurkan jari kelingkingnya.

"Janji," jawab Bunga menautkan jari kelingkingnya juga agar laki-laki itu tidak keras kepala lagi.

Dengan wajah yang secerah matahari pagi, Zay berjalan keluar lebih dulu, meninggalkan Bunga yang masih memasukkan buku-bukunya. Ia sengaja melakukan itu untuk menyamarkan rasa senangnya karena dirinya bisa bersama Bunga, meskipun hanya sampai gerbang kampus.

Zawjaty [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang