Bab 37

5.7K 1K 204
                                    

Aji melangkah memasuki gerbang sekolahnya. Getaran di saku celana menandakan sebuah notifikasi masuk ke gawai miliknya. Ia sangat berterima kasih pada Fiqa, karena gadis itu, Gio tidak menyita gawainya.

Diambilnya gawai persegi panjang berwarna hitam itu. Sebuah panggilan telepon pun masuk.

"Halo, Kak?"

"Kamu udah di kelas?" Suara Fiqa terdengar.

"Lagi jalan. Kenapa?"

"Obatnya jangan lupa diminum, ya."

Aji terkekeh. "Vitamin, Kak."

Kemarin, lelaki itu melakukan pemeriksaan kesehatan. Syukurnya, tidak ada tanda bahwa ia terkena penyakit serius atau semacamnya. Dokter spesialis itu hanya menganjurkan Aji untuk rutin meminum vitamin selama beberapa waktu ke depan.

"Sama aja kayak obat. Kalau kamu gak minum, kamu sakit." Sifat bawel Fiqa kembali muncul.

"Iya, Kak. Iyaaa." Adalah cara Aji untuk menghentikan kakaknya yang tak henti bicara.

"Jangan lupa, ya."

"Iya, Kak. Masih nanti siang lagi minumnya. Ini masih pagi, loh. Tadi juga Kakak liat waktu aku minum."

Suara tawa Fiqa terdengar. "Aku takut nanti siang sibuk atau lupa ngingetin. Jadi, aku ingetin sekarang."

"Kakak juga udah pasang alarm di hape aku, kan?"

Meski dari kejauhan, Aji dapat merasakan bahwa kini kakaknya itu sedang menunjukkan deretan giginya.

"Ya aku pengen mastiin lagi. Udah, ya. Aku udah di kantor."

"Iya, Kak. Bye. I love you."

"I love you too." Fiqa mematikan sambungan telepon.

Aji tersenyum dan memasukkan kembali benda pesergi panjang itu ke dalam saku celananya.

"Senyum-senyum sendiri. Kenapa?"

Lelaki itu menoleh. Dilihatnya Fanya yang masih memakai tas sekolahnya.

"Kafi nelepon." Aji tersenyum, menatap kekasihnya. "Kamu cantik hari ini."

Fanya terkekeh. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. "Pasti karena kemarin kamu gak ngabarin aku sama sekali, kan? Padahal hape kamu gak disita."

"Ini baru dibalikin pagi tadi. Itu juga karena Kafi yang minta ke papa."

Keduanya berjalan bersama menuju ruang kelas.

"Yaelah, berduaan aja lo pada," sapa Cheryl.

"Makanya jangan jomblo biar gak iri!" saut Arnaldo yang baru datang.

"Iya, yuk. Cheryl kamu sama aku aja, mau?" Sean tersenyum manis.

Aji tertawa melihat sifat playboy temannya.

"Dih, ogah!" saut Cheryl dengan ekspresi judesnya.

Sean tertawa. Iapun berjalan menuju bangkunya, diikuti oleh Aji dan Arnaldo.

"Pulang sekolah, kita basket, ya?" tanya Sean.

"Iya, ih. Gue takut makin item." Arnaldo memajukan bibir bawahnya.

"Lo udah item!" saut Damar yang baru datang.

"Damar, kamu nyakitin hati aku." Arnaldo berpura-pura sedih.

Aji tertawa. "Jam tiga udah gak panas."

"Kemarin gue denger, katanya kita mau punya baju buat baru buat lomba," ucap Damar.

WasanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang