Fanya duduk di salah satu sofa ruang keluarga lantai bawah di kediaman milik keluarga Gio. Kekasihnya meminta ia untuk menunggu di sana. Sejak tadi, Fiqa sibuk menghubungi kekasihnya yang belum datang.
"Ervano udah sampe mana?" Qila yang baru selesai berpakaian, menghampiri saudara kembarnya.
Fiqa menoleh, ekspresinya terkejut. "Qila, aku bilang kita pake baju yang sama!" Ia berkacak pinggang.
"Kalau Ervano gak bisa bedain aku sama kamu gimana?" tanyanya lugu.
"Aku udah bilang, model bajunya aja yang sama. Aku atau kamu yang ganti baju?"
Qila menunjukkan deretan giginya. "Aku." Ia melangkah pergi.
Fiqa tersenyum ke arah Fanya. "Aku udah biasa berantem masalah baju."
Fanya tersenyum canggung.
Suara pagar rumah yang dibuka, terdengar. Fiqa menoleh ke arah pintu utama rumah dengan senyuman lebar. Tak lama, ia kembali dengan ekspresi kecewa di wajahnya.
Aji yang baru datang dari lantai atas, bertanya heran, "Kenapa, Kak?"
"Kirain Ervano."
"Siapa yang dateng?" Lelaki itu menoleh ke arah pintu utama.
Mel yang berada di belakang Aji pun tersenyum ramah. "Hai Arvin, Arion, kenapa gak bilang kalau mau main?"
"It's not fair!" Arion terlihat kesal. "Aku gak mau dicubit lagi."
Fiqa yang merasa terkejut, segera mengajak keduanya masuk ke dalam kamar tamu. Aji yang merasa bingung, mengikuti.
"Bukan salah aku!" Arion melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kenapa?" tanya Fiqa yang terlihat bingung.
Aji menutup pintu dengan rapat. "Kamu dicubit? Sama siapa?"
"Mami."
Dengan cepat, Arvin menutup mulut adik kembarnya.
Fiqa menatap Arvin dengan serius. "Kalau gak mau cerita ke aku, cerita ke Qila aja."
"It's secret!" Arvin menjauhkan tangannya dari mulut Arion.
Tiba-tiba, Arion membuka bajunya, memerlihatkan beberapa tanda kebiruan di bagian belakang pinggangnya. Fiqa melangkah mundur, ekspresi terkejutnya tak bisa lagi ia tutupi.
Arvin melakukan hal yang serupa. Bedanya, tanda kebiruan di tubuhnya jauh lebih banyak daripada milik Arion. Aji menatap tak percaya. Di matanya, Nadya adalah sosok wanita yang lembut.
Fiqa menatap kosong arah di depannya. Apa yang diceritakan oleh kedua sepupu kembarnya terasa tidak nyata. Bahkan, jika ia dan Qila sedang mencari masalah, Nadya tidak pernah sekalipun meninggikan suaranya.
Suara ketukan pintu berhasil menyadarkan Fiqa untuk kembali ke dunia nyata. Buru-buru ia meminta Arvin dan Arion kembali merapikan pakaiannya. Aji membuka pintu, terlihat sosok Qila yang tersenyum ke arahnya.
"Udah siap?" tanyanya.
"Arvin, Arion, mami sama papi masih belanja, kalian mau nunggu di sini berdua aja atau mau ditemenin?" tanya Gio yang sedang berjalan menuju kamar tamu.
"Ditemenin," jawab Arvin.
"Papa jangan pergi," pinta Arion yang kini memeluk Gio.
Pria itu mengernyitkan keningnya. "Kenapa?"
"Ya udah, Arvin sama Arion ikut aja," usul Mel.
"Nah, boleh. Sama papi juga ikut sekalian." Gio mengusap lengan Arion yang masih memeluknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasana
Teen Fiction[DIIKUT SERTAKAN DALAM MARATHON WRITING MONTH NUSANTARA PEN CIRCLE 2021] Aji tumbuh menjadi anak lelaki tunggal yang sangat mengagumi sang ayah. Mulai dari makanan kesukaan hingga gaya berpakaian. Meski sering berbeda pendapat, baginya sang ayah me...