***
Kedua mata Aji terpejam meskipun dirinya tidak benar-benar tidur. Hanya mencoba untuk membuat tubuhnya rileks. Dengan posisi setengah duduk, ia memeluk Fiqa dengan erat. Keduanya saling melepas rindu.
"Dulu kita sering kayak gini. Bedanya, aku yang peluk kamu waktu kamu lagi ngerasa takut, terus Qila lagi pergi sama papa."
Kedua sudut bibir Aji terangkat. "Dulu Kaela sama papa sering pergi berdua. Aku selalu kesel karena gak diajak, tapi waktu pulang, papa pasti bawain mainan atau makanan."
Fiqa ikut tersenyum. "Sekarang, kamu udah berani. Apa yang kamu takutin tapi aku gak tau?"
"Waktu di mana Kafi sama Kaela nikah."
Kalimat itu mampu membuat Fiqa tidak bisa berkata-kata. Menikah muda adalah cita-citanya. Apalagi, ia sudah memiliki hubungan spesial dengan seorang laki-laki yang telah direstui keluarga besarnya.
"Aku tau soal mimpi Kakak buat nikah setelah dapet gelar sarjana. Aku mau nikmatin masa sekarang, di mana kita masih bebas pelukan kayak gini." Dapat Aji rasakan pelukan Fiqa yang semakin mengerat.
"Tapi, Qila masih belum dapet." Fiqa ikut memejamkan kedua matanya. Suatu saat nanti, ia akan merindukan momen bersama dengan adiknya yang sangat manja ini.
Pikiran Aji mulai melayang. Kadang, ia merasa sedih karena kakaknya, Qila masih belum juga memiliki seorang kekasih. Bahkan jika ia dilahirkan sebagai seorang laki-laki di luar keluarganya, ia pasti akan jatuh cinta dengan kakaknya itu.
Qila adalah perempuan yang sangat sabar, pengertian, pendengar dan pemberi saran yang baik. Ia tahu, semua orang tua teman kakaknya itu selalu memuji sifat dan sikapnya yang memang patut diacungi jempol.
Secara fisik, Qila juga masuk ke dalam golongan perempuan cantik. Memandang wajahnya tidak akan terasa membosankan. Namun, sampai saat ini, tidak ada satupun laki-laki yang datang ke rumah karena ingin menemui gadis itu.
"Pelukannya udah mulai gak ngajak aku, nih?"
Aji dan Fiqa sama-sama membuka kedua matanya. Ada Qila yang sedang berdiri di hadapan mereka seraya tersenyum. Keduanya pun memeluk Qila secara bersamaan.
"Ya ampun, kalian udah kayak Telutubbies aja." Mel yang melihatnya, tertawa.
"Pelukannya lanjut nanti, kita harus siap-siap buat makan malam bareng." Gio memberi intruksi.
Aji memasang ekspresi kesalnya. Lagi, pria itu membuat kacau kebahagiaannya.
"Hei, senyum dong," ucap Qila yang menyadari perubahan ekspresi adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasana
Teen Fiction[DIIKUT SERTAKAN DALAM MARATHON WRITING MONTH NUSANTARA PEN CIRCLE 2021] Aji tumbuh menjadi anak lelaki tunggal yang sangat mengagumi sang ayah. Mulai dari makanan kesukaan hingga gaya berpakaian. Meski sering berbeda pendapat, baginya sang ayah me...