Sean memasuki ruang kelas dengan memeluk beberapa makanan.
"Mending lo cari pacar, daripada meluk makanan," ucap Arnaldo.
Di belakangnya, ada Damar yang membawa beberapa botol air kemasan. "Ini dibeliin kakaknya Aji."
Merasa namanya disebut, Aji menoleh. "Kakak gue?"
"Iya, ada Kaela di kantin."
Aji pun berdiri. "Gue izin ke toilet, tolong kasih tau kalau ada guru." Ia bergegas menuju kantin.
Sesampainya di kantin, tidak sulit baginya untuk mencari keberadaan sang kakak. Dengan setelan kemeja lengan panjang bergaris biru dan putih, celana panjang hitam, serta rambut hitamnya yang terurai membuatnya terlihat begitu cantik.
"Kaela!"
Qila menoleh. Senyum manisnya ia perlihatkan. "Gak belajar?"
"Gak ada guru. Kaela ngapain di sini?"
"Jajan," ucapnya seraya mengambil beberapa makanan dan memasukkannya ke dalam tote bag.
"Semuanya jadi berapa, Bu?"
"Empat ratus tujuh puluh ribu rupiah."
Qila mengeluarkan kartu rekeningnya.
"Maaf, Mba. Cuma nerima uang tunai."
Kedua mata Qila membulat sempurna. Ditatapnya sang adik dengan cengiran khas. "Aku gak ada cash sama sekali."
Aji mengeluarkan dompet, diambilnya lima lembar uang seratus ribu. "Jajan apa aja, Kak?"
Qila menunjukkan dua tote bag yang berada di atas meja di dekat tempatnya berdiri.
"Ini enak." Ia menunjukkan salah satu makanan.
"Ya nggak dibeli semua juga, Kak."
Qila hanya menunjukkan deretan giginya.
"Sini, aku bawain." Aji membawa ketiga tote bag milik sang kakak. Keduanya pun berjalan menuju lobi sekolah.
Sesampainya di sana, sudah ada Rendra yang menunggu dengan sebuah koper besar di dekatnya.
Qila berjalan menuju meja resepsionis. "Permisi, saya Aqeela, ingin bertemu dengan wali kelas Arazzi."
Wanita yang berada di balik meja itupun berdiri. "Mari, saya antar."
Refleks, Aji merangkul Qila. Tubuhnya yang sudah jauh lebih tinggi membuat keduanya terlihat seperti pasangan serasi.
"Kamu ke kelas aja," bisik Qila.
"Oke." Dikecupnya kening sang kakak.
Qila yang ditemani oleh Rendra berjalan menuju ruang guru.
"Beda banget sama yang dulu, ya. Padahal papa mampu bayar yang lebih bagus," ucap Rendra seraya memerhatikan sekeliling.
Mengerti kemana arah pembicaraan, Qila berkata, "Ngomentarin pilihannya dedek jadi job desc tambahannya Om?"
Kini, keduanya sudah berada di dalam ruang guru. Wanita yang tadi mengantar pun sudah kembali ke tempatnya semula.
"Kakaknya Aji, ya?" sapa seorang guru yang Qila yakini adalah wali kelas sang adik.
Qila tersenyum ramah. "Aqeela."
Guru itu menatap Rendra yang membawa sebuah koper dengan tatapan bingung.
"Oh, ini oleh-oleh." Qila meminta Rendra untuk membuka koper.
Guru wanita itu terkejut. "Ya ampun, padahal saya cuma bercanda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasana
Teen Fiction[DIIKUT SERTAKAN DALAM MARATHON WRITING MONTH NUSANTARA PEN CIRCLE 2021] Aji tumbuh menjadi anak lelaki tunggal yang sangat mengagumi sang ayah. Mulai dari makanan kesukaan hingga gaya berpakaian. Meski sering berbeda pendapat, baginya sang ayah me...