Bab 8

13.9K 1.6K 422
                                    

Hari ini, Aji yang baru pertama kali membawa motor baru sampai di sekolah tepat sepuluh menit sebelum bel berbunyi. Buru-buru ia memarkirkan motornya dan berlari menuju ruang kelas. Ternyata, membawa kendaraan ke sekolah cukup melelahkan.

Dari kejauhan, ia dapat melihat jika suasana kelasnya begitu ramai.

"Ada apa?" tanyanya begitu berada di dekat keramaian.

Flesia menyikut Firla. "Ada Aji."

"Yang pantes jadi pacar lo, tuh Firla. Bukan Fanya," ucap Astya tanpa basa basa-basi.

Fiela merapikan rambutnya, tersenyum tanda setuju.

Mendengarnya, Aji terkejut. Senyum tipisnya ia perlihatkan. "Kalian, tuh terlalu sombong."

"Tapi, dia gak ada apa-apanya daripads Firla." Astya menatap sinis Fanya yang berada di depannya.

Masih dengan senyumnya, Aji menghampiri Firla. Kedua tangannga menyentuh kedua pundak anak perempuan itu. Ditatapnya Firla dengan lekat.

"Fanya itu pacar gue sekarang. Gue yang pilih dia, bukan tanpa alasan yang gak jelas. Jadi, tolong berhenti ganggu Fanya, ya?"

Seakan dihipnotis, gadis itu mengangguk.

"Kasih tau juga ke temen-temennya, jangan ganggu Fanya sama temen-temennya. Perempuan itu harusnya saling dukung, bukan saling menjatuhkan kayak tadi."

Gadis itu kembali mengangguk.

Senyum Aji sedikit melebar. "Terima kasih, Firla."

Lelaki itupun berjalan menghampiri kekasihnya, dan mengajaknya untuk masuk.

"Aku gak suka kamu tatap-tatapan sama cewek lain kayak gitu," bisik Fanya dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

"Natapnya gak pake sayang, kok." Aji menatap kedua mata kekasihnya dengan lekat. "Kalau ini, baru pake sayang, langsung dari bagian terdalam."

Melihat semu merah di wajah Fanya, lelaki itu tertawa puas. Kemudian, ia kembali ke tempat duduknya.

*

"Mau ke mana?"

Suara Fanya terdengar ketika Aji hendak keluar kelas. Langkah lelaki itu terhenti.

"Ke kantin, anak-anak udah duluan."

Fanya memerhatikan sekitar kelas, hanya ada tiga temannya di sana. Kakinya melangkah mendekati laki-laki itu.

"Aku gak suka kamu temenan sama mereka."

Aji sedikit membuka mulutnya. "Kenapa?"

"Mereka beda agama sama kita." Ekspresinya terlihat serius.

Namun, lelaki itu tertawa. "Apa, sih?"

"Aku serius, Aji."

Tawanya terhenti. "Damar Islam."

"Dia doang."

"Kenapa? Mereka baik."

"Pokoknya aku gak suka kamu temenan sama mereka." Fanya melipat kedua tangannya di depan dada. "Kecuali Damar."

"Gak bisa, Fan. Aku bahagia sama mereka."

"Kamu pilih aki atau mereka?" Gadis itu menunjukkan ekspresi marahnya.

WasanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang