Bab 55

4.8K 793 251
                                    

Sebenernya adegan Qila minta izin mau ke Surabaya itu bukan random kota. Kalau kalian inget, aku tau pastinya gak inget hahaha.

Aji pernah dapet kiriman makanan ke sekolahnya waktu Qila masih di Australia dan Fiqa udah di Indonesia. Nah, di situ Gio gak percaya kalau itu dari Qila karena posisinya ada di luar negeri.

Qila harus dibantu oleh orang lain buat gofood/grabfood (terserah kalian mau anggap yang mana haha). Setelah Gio telusuri, yang bantuin Qila buat pesen makanan berlokasi di Surabaya.

Pernah dijelasin di adegan Gio nanya ke Fiqa, siapa kenalannya Qila yang ada di Surabaya. Tapi sampe sekarang pertanyaannya Gio gak terjawab.

Kalau kalian perhatiin juga, Gio tuh masih gak ada apa-apanya dibandingin sama Keluarga Lathief. Terus Keluarga Lathief itu sangat kekeluargaan dan saling mendukung sama ngejaga satu sama lain.

Aku tau seharusnya gak perlu dijelasin lagi sih karena udah banyak adegan pendukung tapi aku sadar pasti banyak yang lupa hehe.

***

Dengan keringat yang membanjiri wajah, Aji memasuki ruang kelasnya. Setelah tiga puluh menit berdiri di tengah lapangan, tubuhnya merasa sangat lelah.

"Tumben lo dihukum," ucap Arnaldo dari bangkunya.

Sean yang berjalan di belakang Aji, berkata, "Kata anak OSIS, sih, orang tuanya Aji yang minta kalau Aji salah, dihukum aja."

"Kalau Sean yang dihukum, gue gak akan heran, deh." Damar mendekat. "Kenapa lo, Ji?"

"Gak pake ikat pinggang." Aji merebahkan tubuhnya di atas lantai. "Panas."

"Kok bisa?" teriak Fanya dari bangkunya. Sejak tadi, ia mencuri dengar.

"Rusak."

"Ternyata orang kaya ikat pinggangnya cuma satu, ya." Felix meledek.

"Iya, kalau belum rusak, belum boleh beli baru."

"Beli sendiri aja, Ji. Kan murah," ucap Sean.

Aji menggeleng. Napasnya masih terengah. "Nanti papa marah."

Fanya menghampiri kekasihnya dan memberikan sebotol air mineral.

Dengan senyum manis yang terukir di wajahnya, Aji mengubah posisinya menjadi duduk. "Makasih, ya."

Gadis itu ikut tersenyum. "Iya." Detik berikutnya, ia kembali ke tempat duduknya.

"Gue lagi pusing," ucap Aji tiba-tiba.

"Kenapa?" tanya Felix.

"Kaela mau dijodohin."

"Cowoknya kayak gimana?" Damar ikut bertanya.

"Gak tau, belum ketemu." Aji menatap lantai.

"Terus pusing kenapa?" Arnaldo ikut bersuara.

"Kalau Kaela gak mau, cowok itu sama Kafi. Padahal Kafi udah punya pacar." Aji menggacak rambut rapinya.

"Bukannya pacarnya yang jahat itu, ya?" tanya Kadek dengan tatapan polos yang langsung dibalas dengan tatapan tajam oleh Damar.

"Maaf ya, Ji. Dijodohin karena masalah perusahaan? Menurut gue, gak mungkin gak ada yang mau sama kakak lo." Sean menatap temannya itu.

"Bener." Arnaldo menimpali. "Pinter? Gak usah ditanya. Cantik, jago masak, penampilannya oke. Maksudnya, siapa yang gak mau sama kakak lo?"

Aji berdiri. Ekspresinya terlihat datar. "Gue ke UKS. Pusing."

Anak laki-laki itu berjalan menuju ruang UKS. Di sana, ia ingin menenangkan pikirannya. Benar apa yang teman-temannya katakan, Qila adalah sosok manusia sempurna.

WasanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang