"Orang Korea kenapa ganteng-ganteng banget, sih? Pusing liatnya gue," celetuk Cheryl.
"Biasa aja, ah," timpal Fanya yang sejak tadi sibuk dengan gawai miliknya. Di sebelahnya, ketiga teman dekatnya sedang membicarakan tentang Drama Korea yang baru saja mereka tonton.
"Makanya nanti ikut kita nonton," ucap Rania.
Fanya melirik sekilas. "Gue lebih suka yang lokal."
"Siapa? Damar? Dia asli Bandung, kan?" tanya Cheryl.
Fanya berdecak. "Ya Aji, lah! Pacar gue siapa lagi kalau bukan Aji?"
"Oh, lo udah nganggap dia pacar? Bukan seseorang yang memberikan afeksi?" ledek Cheryl.
Fanya mengangkat bahunya.
"Aji gak mungkin seratus persen lokal, Fan. Dari wajahnya aja keliatan," ucap Rania dengan cuek.
"Kalau dia ada turunan bule juga pasti udah ngasih tau gue."
"Itu Aji," ucap Cheryl sedikit berteriak, membuat seorang lelaki yang baru memasuki ruang kelas itu menoleh.
"Apa?" tanya Aji seraya melangkah mendekat. Pandangannya beralih pada Fanya yang duduk di atas meja. "Duduk yang bener, Fan," lanjutnya dengan nada lembut.
Detik berikutnya, Fanya duduk di atas kursi.
"Tumben nurut," bisik Cheryl.
"Ji, lo keturunan suku apa aja?" tanya Rania tanpa basa-basi.
Aji menatap gadis itu dengan bingung. "Kenapa?"
"Cuma mau tau, gue yakin lo bukan Indonesia seratus persen."
Lelaki itu tersenyum.
"Tuh, senyum aja ganteng." Cheryl menatap Aji dengan terkesima.
"Jangan senyum." Fanya meletakkan jari telunjuknya tepat di hadapan bibir kekasihnya. Jarinya hampir menyentuh bibir merah muda itu.
"Jangan sentuh!" Aji menjauhkan wajahnya. "Iya, gak senyum."
"Dih, kenapa lo?" tanya Cheryl yang merasa aneh dengan tingkah Aji.
"Nanti kakak gue marah. Takut."
Cheryl dan Fanya pun tertawa.
"Aji, gue nanya," ucap Rania.
Lelaki itu kembali menatap gadis itu. "Kenapa gue harus jawab pertanyaan lo?"
"Pacar lo bilang, gak mau sama yang bukan Indonesia seratus persen," cibir Rania.
Aji menoleh pada kekasihnya. Menunjukkan ekspresi sedih yang dibuat-buat. "Kamu gak mau sama aku?"
"Emang kamu turunan mana?"
Kini, Aji tersenyum manis. Menatap lembut ke arah Fanya. "Papa Kalimantan-Aceh, lahir di Aceh. Mama lahir di Jakarta, Nenek asli Rusia seratus persen. Kakek Jakarta-Belanda."
Fanya merasa terkejut. Selama ini, ia mengira bahwa kekasihnya asli Indonesia. "Kamu pengecualian."
Aji tersenyum lebar. Kakinya kembali melangkah menuju tempat di mana ia duduk.
"Ji, lo tau gak?" Kadek, teman sebangkunya, menyambutnya dengan kalimat pembuka gosip.
"Apa?" Ia menaruh tas sekolahnya.
"Fikri pindah sekolah. Terakhir dia masuk, hari di mana bokap lo jemput gue sama yang lain buat ke rumah lo."
"Terus? Gue gak peduli sama orang yang udah ngatain kakak gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasana
Teen Fiction[DIIKUT SERTAKAN DALAM MARATHON WRITING MONTH NUSANTARA PEN CIRCLE 2021] Aji tumbuh menjadi anak lelaki tunggal yang sangat mengagumi sang ayah. Mulai dari makanan kesukaan hingga gaya berpakaian. Meski sering berbeda pendapat, baginya sang ayah me...