Bab 11

12.9K 1.5K 284
                                    

*MENGANDUNG KATA-KATA KASAR*

*

"Rania, kira-kira lo tau, gak Aji kenapa gak masuk?"

Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi ketika Fanya bertanya pada teman sebangkunya.

"Duh, Fanya. Rania, kan pendiem. Mana dia tau. Yang jelas tau pasti Kadek, yang sebangku sama dia," cuap Sasya.

"Males, dia Hindu."

"Damar aja," ucap Cheryl

"Lagian kenapa kalau beda agama? Mau nyariin pacar atau sensus penduduk?" tanya Rania yang mulai jenuh dengan Fanya yang suka memandang agama.

Fanya berdiri dari duduknya, kakinya melangkah mantap menghampiri Damar yang sedang serius mengerjakan soal. Suatu pemandangan yang aneh ketika melihat laki-laki si pembuat onar, mau mengerjakan soal saat guru sedang meninggalkan kelas.

"Damar."

Laki-laki itu menoleh. Menyadari siapa yang memanggilnya, ia tersenyum manis.

"Hai, Fanya. Kamu nyari aku?"

Fanya berdecak. "Apaan, sih?! Aji ke mana?"

"Ih, jangan judes-judes. Nanti Aji berpaling, loh."

Gadis itu mengatur napasnya. "Damar, Aji mana?"

Laki-laki itu tampak berpikir.

"Buruan, kasih tau."

"Di...."

"Cepet, Mar! Sebelum ada guru!" Fanya menghentakka kakinya.

"Gak tau. Dia gak ngasih tau."

"Sialan, lo! Bukannya bilang daritadi!" Gadis itu kembali berdecak, kemudian melangkah menuju tempat duduknya.

"Fanya?" panggil Sasya tiba-tiba.

"Kenapa?"

"Lo ... yakin Aji itu gak punya pacar sebelum jadian sama lo?" Cheryl bertanya.

Fanya mengangguk. "Yakin."

"Kapan lo mau bikin akun media sosial?" Sasya mencoba untuk memastikan. Ia tahu jelas jika salah satu teman dekatnya itu tidak suka bermain media sosial.

Kening Fanya mengernyit. "Kenapa, sih? Ada apa?"

Cheryl memberikan gawainya pada Fanya. Di layarnya itu menampilkan foto Aji yang sedang mengecup pipi seorang gadis lain. Di foto selanjutnya, gadis itu yang mengecup Aji. Dari segi penampilan, gadis itu memang jauh lebih cantik dari Fanya.

"Dia ... siapa?" Tubuh gadis itu membeku. Rasanya, seperti ada sesuatu yang menghujam jantungnya dengan keras. Sangat keras hingga ia merasa sulit bernapas dan pandangannya menghitam.

*

Fanya berusaha membuka kedua matanya. Pandangannya merasa tidak asing dengan tempatnya berada saat ini. Sebuah ruangan bernuansa merah muda.

Ini adalah kamarnya. Sejak kapan ia berada di sini?

Kepalanya masih terasa sedikit sakit saat ia membaca notifikasi masuk di gawainya dari Aji. Ingatannya pun kembali pada saat temannya menunjukkan foto lelaki itu dengan gadis lain.

Setelah membalas pesan dari kekasihnya itu, Fanya berjalan ke luar kamar. Tujuannya adalah dapur. Ia ingin mengisi perutnya yang terasa lapar.

Tiba-tiba ia merasakan rambutnya ditarik dari belakang. Refleks, kepalanya menoleh. Dilihatnya seorang laki-laki yang sangat mirip dengannya.

WasanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang