[DIIKUT SERTAKAN DALAM MARATHON WRITING MONTH NUSANTARA PEN CIRCLE 2021]
Aji tumbuh menjadi anak lelaki tunggal yang sangat mengagumi sang ayah. Mulai dari makanan kesukaan hingga gaya berpakaian.
Meski sering berbeda pendapat, baginya sang ayah me...
Pertanyaan itu tertuju pada Aji yang baru saja duduk di salah satu kursi meja makan. Dari matanya, mungkin mamanya itu tahu jika dirinya kurang tidur.
"Jam satuan." Lelaki itu mengambil piringnya. "Kaela pulang ngampus ketiduran, katanya. Jadi gak bisa tidur, ya udah Aji telepon aja, cerita."
"Jangan dibiasain begadang kayak gitu, telepon kakak bisa siang. Perbedaan waktunya juga gak jauh. Gak baik buat kesehatan kamu."
"Iya, Ma."
"Jangan iya-iya aja." Gio mengingatkan.
"Pa, Aji boleh bawa motor ke sekolah, gak?" Ekspresinya terlihat sangat berharap.
"Nggak, kamu masih kecil. Masih di bawah umur."
Raut wajah Aji terlihat kecewa. "Temen-temen bawa motor semua. Aji juga mau kayak temen-temen, mau jemput pacar juga."
"Biasanya juga jemput Fanya naik mobil diantar sopir." Gio menyuap makanannya.
"Pa, kali ini aja...." Anak laki-laki itu merapatkan kedua telapak tangannya, memohon.
"Nggak. Kamu mau sampe sujud juga gak akan Papa izinin," ucapnya dengan tegas.
"Ya udah, sabar. Nanti kalau udah punya SIM, kamu bisa bawa motor ke sekolah." Mel ikut bersuara.
Setelah selesai menghabiskan sarapannya, Aji berpamitan pada kedua orang tuanya. Setelah sampai di depan pintu rumah, ia mengetikkan sesuatu pada gawainya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Balasan dari Qila hanya membuat anak laki-laki itu semakin kesal. Tanpa berniat membalas, ia memasukan gawainya ke dalam saku celana.
*
"Kayaknya Firla ini gak suka banget kita jadian."
Sudah satu minggu lamanya kedua anak yang baru beranjak remaja itu resmi memiliki hubungan spesial.