Aji meninggalkan Ruang Kepala Sekolah bersamaan dengan bel pergantian pelajaran. Anak lelaki itu merasa sedikit lega, karena setidaknya, untuk hari ini ia tidak akan mendengar kalimat menyebalkan dari guru paling killer di sekolah.
"Nah, itu dia," ucap Felix ketika melihat Aji memasuki ruang kelas.
"Apa?" tanya Aji yang kini menyadari seluruh perhatian teman-temannya tertuju pada dirinya.
"Lo utang cerita wahai gubernur." Kadek menepuk bangku di sebelahnya.
Aji meletakkan paper bag dengan logo KT's di atas mejanya.
"Apa, tuh?" tanya Kadek kepo.
"Sepatu sama jersei buat latihan nanti."
"Tadi lo kenapa dipanggil?" Arnaldo ikut bertanya.
Aji menunjukkan deretan giginya. Merasa malu.
"Kenapa lo? Udah gak bisa ngomong?" Sean terlihat kesal.
"Ngomong gitu lagi, gua tonjok lo, Sean," ancam Damar.
Kini, Sean menunjukkan deretan giginya pada Damar. "Ampun."
"Nyengir juga lo." Arnaldo menepuk pundak Sean dengan keras.
Sean merintih kesakitan.
"Berantem di luar aja, biar diliatin tiga angkatan." Kadek memberi saran.
Felix meletakkan jari telunjukknya di depan bibir. "Sst. Gue pengen dengerin cerita Aji."
"Aji!" Fanya berjalan menghampiri meja kekasihnya. "Kamu kenapa?"
Aji menatap wajah gadis di depannya itu. "Kenapa apanya?"
"Kenapa dipanggil?"
"Oh, hape aku mati. Kafi khawatir, jadi semua ikut khawatir."
"Yaelah gitu doang," ucap Fanya dengan nada merendahkan.
"Ya emang kamu maunya aku jawab apa?" tanya Aji dengan raut ekspresi bingung.
"Kirain penting banget. Kakak kamu aja yang lebay." Gadis itu berbalik, kembali menuju mejanya.
"Kalau cowok, udah gue tonjok lo, Fan." Damar menatap malas ke arah Fanya.
Yang disebut namamya itu menoleh. "Tonjok aja kalau berani, dasar preman pasar! Dikit-dikit main fisik."
"Gak usah nantangin, nanti nangis," ledek Arnaldo yang disusul oleh gelak tawa teman-teman Aji.
"Ya elah, Fan. Cowok lo juga main fisik ke Damar," saut Firla dari tempatnya.
"Damar duluan yang nyakitin cowok gue!" Kini, Fanya berkacak pinggang.
"Ya udah, sih lo cewek-cewek gak usah ikut campur. Lagian Aji sama Damar juga udah baik-baik aja," ucap Arnaldo.
"Panggilan kepada anggota Ekskul Basket untuk segera berkumpul di lapangan sekarang. Sekali lagi, panggilan kepada anggota Ekskul Basket untuk segera berkumpul di lapangan sekarang."
Aji mengecek paper bag berwarna coklat yang berada di atas mejanya. Dilihatnya sebuah sunscreen di dalamnya. Tanpa pikir panjang, ia memakainya.
"Guys, cepet pake ini!" Ia mengoper benda itu ke teman-temannya. Kakinya pun melangkah menuju tempat duduk Fanya.
"Fan, kamu gak perlu belain aku kalau itu cuma bikin kamu kesel. Kayak Firla gitu kamu diemin aja, ya?"
Fanya memajukan bibir bawahnya. "Kalau gak dibales, dia makin berulah."
"Gak apa-apa. Diemin aja, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasana
Teen Fiction[DIIKUT SERTAKAN DALAM MARATHON WRITING MONTH NUSANTARA PEN CIRCLE 2021] Aji tumbuh menjadi anak lelaki tunggal yang sangat mengagumi sang ayah. Mulai dari makanan kesukaan hingga gaya berpakaian. Meski sering berbeda pendapat, baginya sang ayah me...