Cole dibaca Kol (huruf O dibaca samar)
Chloe dibaca Klo-i atau Klu-i***
Sejak tadi, Fiqa meperhatikan saudara kembarnya. Gadis yang sangat mirip dengannya itu selalu tersenyum, menatap Cole yang sedang bermain dengan Raaya.
"Let it go... let it go...." Chloe menyanyikan penggalan lirik lagu dar animasi Frozen.
Cole mengangkat tubuh mungil Raaya yang kedua tangannya tak henti bergerak ke sana kemari seolah dari tiap jemarinya, ia mengeluarkan es seperti apa yang dilakukan Elsa.
Suara ketukan pintu kembali terdengar, membuat Qila berdiri, hendak membuka pintu. Cole yang menyadarinya pun menurunkan Raaya dan melangkah lebih dulu ke arah pintu.
Pintu itu dibuka oleh Cole. Seorang wanita dengan pakaian seperti pengasuh anak pada umumnya, berdiri di balik pintu.
"Sorry. It's time to lunch for Raaya."
Cole menoleh ke dalam ruangan, dilihatnya Raaya yang kini terus berkata jika ia tidak ingin makan siang dan ingin melanjutkan bermain dengan teman-teman Qila.
"Raaya." Asad menatap sang adik dengan lembut.
"No." Anak itu menggelengkan kepalanya.
Setelah bernegosiasi, Raaya mau menyantap makan siangnya asalkan Cole yang menyuapi.
"Dia suka anak kecil?" tanya Fiqa pada Qila yang kini duduk di sampingnya.
"Iya. Dia sabar banget," jawab Qila dengan senyuman di wajahnya.
"Kamu suka sama dia?"
Qila menoleh. "Siapa?"
Fiqa menatap saudara kembarnya sekilas. "Aku udah pake Bahasa Indonesia supaya mereka gak ngerti."
Lawan bicaranya tak menjawab.
"Punya perasaan suka atau ingin memiliki itu wajar, Qila. Gak usah ditutupin, your eyes can not lie."
Kini, senyum di wajah Qila pudar. Ekspresnya berubah menjadi tegang.
"Kalau boleh jujur, aku kecewa. Aku selalu cerita apapun ke kamu. Tapi kamu gak melakukan hal yang sama. Kamu selalu bilang gak suka sama dia, tapi hari ini, aku tau kalau kamu suka dia."
"Fiqa."
"Gak apa-apa, sih. Mungkin aku kurang baik untuk jadi saudara kembar kamu di mata kamu." Fiqa menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. "Kenapa dia gak pernah ketemu Asad sama Raaya sebelumnya? Apa dia juga gak pernah ketemu uncle sama aunty juga?"
Qila menatap saudara kembarnya. "Fiqa, kamu tau alasannya."
Fiqa tertawa sarkas. "Serius, Qila? Jarak rumah mereka dari sini cuma setengah jam. Oh, aku gak tau alasannya kenapa kamu gak mau ngenalin dia ke keluarganya mama sebagai seorang teman."
"Fiqa, aku lagi gak mau berdebat."
"Siapa yang ngajakin debat? Aku cuma nanya. Gak ada salahnya kamu nyoba buat deket sama cowok selagi jauh dari rumah."
Qila kembali menghela napasnya. Mencoba menetralkan emosi. "Kamu sendiri yang bilang kalau papa gak setuju."
"Mau sampe kapan? Kamu udah berkali-kali deket sama cowok dan semuanya gak ada yang disetujuin sama papa. Udah saatnya kamu pikirin diri kamu sendiri. Jangan peduliin papa, kalau kamu gak bisa, ada aku sama Aji."
"Hey, everything okay?" tanya Cole pada sepasang anak kembar itu.
Qila tersenyum dan mengangguk. "Yup!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasana
Teen Fiction[DIIKUT SERTAKAN DALAM MARATHON WRITING MONTH NUSANTARA PEN CIRCLE 2021] Aji tumbuh menjadi anak lelaki tunggal yang sangat mengagumi sang ayah. Mulai dari makanan kesukaan hingga gaya berpakaian. Meski sering berbeda pendapat, baginya sang ayah me...