"Panggilan kepada Arazzi Mavine Alvarendra, dimohon untuk segera menuju lobi, sekarang."
Di bangkunya, Aji hanya membalas tatapan bingung dari teman-temannya dengan ekspresi serupa.
"Sekali lagi, panggilan kepada Arazzi Mavine Alvarendra, dimohon untuk segera menuju lob sekolah."
Sebelum menunggu panggilan selanjutnya, anak laki-laki dengan seragam putih abu lengkap itu berjalan meninggalkan kelas. Guru yang mengajar pelajaran selanjutnya belum tiba, sehingga ia tak perlu meminta izin.
"Permisi, Pak," sapanya sopan kepada seorang pria berumur yang duduk di balik sebuah meja panjang.
"Kamu Arazzi?"
Aji mengangguk dengan sopan. "Iya, Pak."
"Ini, ada kiriman makan siang dari Kaela." Pria itu menyodorkan sebuah paper bag berwarna coklat.
Si penerima barang pun menunjukkan ekspresi terkejut bercampur heran. "Serius, Pak?"
"Iya, tadi ada ojek online yang dateng ke sini."
"Tapi, kakak saya gak di sini, Pak."
Pria itu melepas kacamatanya, pandangannya yang semula menatap tulisan di atas meja, kini beralih menatap siswa di hadapannya. "Ya karena kakak kamu gak lagi di sini, makanya dia kirimin lewat ojek. Sana kembali ke kelas."
"Thank you, Pak."
Anak laki-laki itu kembali melangkahkan kakinya menuju koridor tempat kelasnya berada. Senyumnya terus terukir, tak sabar menantikan jam istirahat tiba untuk menyantap makanan pemberian kakaknya.
Aji mengetuk pintu kelasnya yang tertutup, bersalaman dengan seorang guru yang entah sejak kapan sudah berada di tempatnya, dan melangkah menuju teman sebangku Fanya.
"Udah dapet kabar?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Kesiangan, katanya."
"Ya elah, gitu aja nanya temennya. Tanya sendiri, dong," celetuk Fikri.
Tanpa menoleh, Aji menjawab, "Kalau lagi jam pelajaran, gak boleh pacaran, kata mama."
"Mulut lo lama-lama kayak cewek, Fik. Ketua kelas kayak gitu?" Arnaldo ikut bersuara.
Aji yang sudah duduk di tempatnya, tersenyum sinis. "Yang waras ngalah."
"Perkenalkan, saya Naya," ucap guru yang kini sudah mengubah posisinya menjadi berdiri. "Saya adalah guru magang di kelas kalian untuk mata pelajaran Bahasa Inggris."
Wanita itu memerhatikan seisi kelas.
"Saya tidak suka jika ada yang membawa makanan ke dalam kelas saya." Pandangannya pun beralih pada barisan anak laki-laki di bangku belakang. "Whats your name, little boy?"
"Aji. Arazzi."
"Apa yang tadi kamu bawa?"
"Makanan."
Naya mengetuk mejanya, memberi kode supaya Aji memberikan makanan itu untuknya.
"It's from my sister, Miss. Please don't."
Wanita itu tersenyum sinis. "My class my rules."
Aji tetap berdiam diri di tempatnya. Tidak berniat sedikitpun membiarkan makanannya disita.
"So.. Arazzi Ma-vi..."
"It's Me-vin."
"Alvarendra?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasana
Teen Fiction[DIIKUT SERTAKAN DALAM MARATHON WRITING MONTH NUSANTARA PEN CIRCLE 2021] Aji tumbuh menjadi anak lelaki tunggal yang sangat mengagumi sang ayah. Mulai dari makanan kesukaan hingga gaya berpakaian. Meski sering berbeda pendapat, baginya sang ayah me...