Seperti biasa, saat jam istirahat Aji akan duduk di kursi milik teman sebangku Fanya. Biasanya, ketiga teman gadis itu dan teman-teman Aji akan segera pergi ke kantin. Tetapi, hari ini ada Cheryl di bangkunya yang sedang mengerjakan sesuatu.
"Aji?" panggil gadis itu.
Si pemilik nama, menoleh. "Kenapa, Ryl?"
"Lo kenapa pindah ke sini?" tanyanya dengan hati-hati.
"Karena boleh," jawab Aji singkat.
Cheryl berdecak. "Maksudnya, dari sekian banyak sekolah, kenapa harus sekolah ini? Gurunya banyak yang nyebelin."
Laki-laki itu terkekeh. "Kita baru tau guru di suatu sekolah baik atau nggak kalau udah masuk sekolah itu. Lagian, gak ada sekolahnya yang gurunya baik semua. Pasti ada yang nyebelin. Gue ke sini karena ini sekolah yang ada program beasiswa ke Jepang yang paling deket dari rumah."
"Lo mau lanjut ke Jepang?"
Aji mengangguk mantap. "Iya."
Cheryl ber-oh ria. Kemudian, ia melangkah pergi meninggalkan ruang kelas.
Fanya terlihat memajukan bibir bawahnya. Kedua pipinya tampak tembam, membuat Aji merasa gemas. "Kenapa?"
"Pikir aja sendiri!" jawabnya ketus.
"Fan, dalam hubungan itu komunikasi nomor satu. Kamu kira aku bisa baca pikiran orang lain?"
Masih dengan ekspresi kesalnya, Fanya berkata, "Aku gak suka kamu ngobrol sama cewek lain."
"Dia temen kamu."
Gadis itu menoleh. "Tetep aja aku gak suka!"
Aji menatap lekat kekasihnya. Wajahnya kian mendekat dengan gadis itu. Semakin dekat ... hingga Fanya memejamkan kedua matanya.
"Pipi kamu pink."
Fanya menunduk, tersipu malu.
Tawa Aji pun pecah. "Kamu berharap aku kiss?"
Gadis itu berdecak, mengalihkan pandangannya pada arah lain.
"Gak mungkin, Fan. Bisa gak dianggap adek lagi aku sama Kaela."
"Males!" Fanya melipat kedua tangannya di depan dada.
"Nanti, ya. Kalau udah halal." Aji menjulurkan lidahnya.
"Terserah."
"Kamu sabtu free, kan?"
Fanya mengangguk. "Paling di rumah aja."
"Sabtu diajak papa makan siang bareng. Ada aku sama mama juga."
Kedua mata gadis itu membulat. "Hah?"
"Papa ajak kamu makan siang bareng. Ada aku sama mama juga. Jadi, kita makan berempat." Aji tersenyum melihat reaksi lucu kekasihnya.
"Maksudnya, ada acara apa?"
"Gak ada. Cuma makan biasa aja."
"Ih, serius, Ji. Aku gak tau harus pake baju apa nanti." Fanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Laki-laki di sampingnya terkekeh. "Senyamannya kamu aja."
*
Hari Sabtu pun tiba. Fanya baru saja sampai di sebuah mal yang tak jauh dari sekolah ketika gawainya berdering, tanda telepon masuk.
"Halo?" sapanya setelah menekan tombol berwarna hijau.
"Kamu di mana? Aku baru aja sampe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasana
Ficção Adolescente[DIIKUT SERTAKAN DALAM MARATHON WRITING MONTH NUSANTARA PEN CIRCLE 2021] Aji tumbuh menjadi anak lelaki tunggal yang sangat mengagumi sang ayah. Mulai dari makanan kesukaan hingga gaya berpakaian. Meski sering berbeda pendapat, baginya sang ayah me...